Hai, hai, hai...
Kali ini kita akan ngobrol tentang cerita kaumku, yakni Perempuan. Pas banget gak sih, kemarin Hari Perempuan Internasional 2023.Â
Bicara tentang perempuan, maka akan bicara tentang emansipasi dan beratnya menjadi perempuan. Benar! aku setuju itu karena aku aku juga merasakan beratnya menjadi perempuan.
Sebelum jauh-jauh nih disclaimer dulu yaaa, aku sangat pro feminisme, bahwa harus adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Tapi tidak berlebihan yaa!
Feminisme bukan berarti perempuan lebih tinggi dari laki-laki. Laki-laki dan perempuan itu penting dalam keseimbangan dunia. Perempuan penting! salah satunya menghasilkan generasi tapi bukan berarti wanita itu mesin untuk menghasilkan sebanyak-banyaknya generasi.
Laki-laki juga penting! salah satunya sebagai penerus kesukuan bagi beberapa suku di Indonesia. Seperti aku yang suku Toba, marga hanya bisa diturunkan oleh laki-laki sesuai dengan ketentuan adat.
Kita bicara tentang kesetaraan yaa...
Di masyarakat Toba, setiap keluarga berusaha dengan berbagai cara untuk mendapatkan anak laki-laki demi meneruskan marga, maka seorang laki-laki akan meminta istrinya untuk terus melahirkan demi mendapatkan anak laki-laki ataupun akan menikah dengan beberapa perempuan.
Tapi tidak semua, Atokku yang bersuku Toba (penyebutan untuk kakek di keluargaku) menikah dengan perempuan lain, setelah memiliki seorang anak laki-laki dan satu anak perempuan. JIka bicara soal meneruskan marga, dia sudah punya anak laki-laki yang akan meneruskan marganya.
Bapakku yang memiliki 3 putri tanpa anak laki-laki juga tidak berusaha meminta ibuku untuk terus-menerus menambah  keturuan sampai dapat anak laki-laki ataupun mencari istri lain. Bapakku tetap setia dengan ibuku tercinta.Â