Mohon tunggu...
Ahlal GhinaBillah
Ahlal GhinaBillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

seablue_b

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aborsi di Indonesia, Antara Legalitas dan Moralitas

27 Juni 2024   14:59 Diperbarui: 27 Juni 2024   15:04 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://media.istockphoto.com/id/1055161242/photo/cloning.jpg?s=612x612&w=0&k=20&c=QIsNdHJVn-TjacC8-Ulx5QnRhP64oc3Wyh5ou0rwVIw=

Aborsi atau abortus provocatus artinya menggugurkan kandungan secara sengaja. Meskipun ada banyak berbagai alasan yang mendorong seseorang melakukan hal tersebut, praktik aborsi menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat, baik di Indonesia maupun secara global. Karena sering bartentangan dengan nilai-nilai moral, etika, dan kepercayaan agama. Dalam Artikel ini akan membahas aborsi di Indonesia dari dua pandangan utama: legalitas dan moralitas.

Berdasarkan survei ipsos, pada bulan Juni-Juli 2023 bahwa 52% tanggapan yang tersebar di penjuru dunia menyatakan praktik aborsi seharusnya diperbolehkan secara hukum. Di sisi lain, 28% tanggapan yang lainnya menilai praktik aborsi tidak diperbolehkan. Meurut ipsos, Indonesia negara yang paling menentang praktik aborsi dengan 74% responden menyatakan aborsi ilegal. Mengenai legalitas aborsi banyak perbedaan pandangan ada pro dan kontra, keduannya melandaskan pada sudut pandang “Hak Asasi Manusia” pada pasal 1 angka 1 UU HAM. Di dalam analisis HAM terdapat teori yang menegaskan keyakinan Locke bahwa semua manusia secara alami bebas dan setara dalam hak mereka. Mereka hanya bisa kehilangan kebebasan alami mereka melalui penunjukan ilahi yang jelas atau melalui persetujuan pribadi untuk tunduk kepada otoritas orang lain. Hal ini termasuk dasar dari teori kontrak sosial Locke, yang menekankan bahwa pemerintahan yang sah harus didasarkan pada persetujuan dari mereka yang diperintah.

Di Indonesia memiliki banyak sistem hukum yang hidup seperti hukum adat, hukum Islam, hukum pidana, dan sistem hukum lainnya yang berdampingan satu sama lain. Setiap orang dilarang melakukan aborsi berdasarkan pasal 75 ayat 1 UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Pengecualian dalam pasal 75 ayat 2 UU Kesehatan terhadap 2 alasan ini yaitu: 1. Terdapat kedaruratan medis yang diketahui sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan /atau janin. 2. Kehamilan akibat pemerkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban.

Pada pasal 75 ayat 3 UU Kesehatan Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan setelah menjalankan konseling dan/atau penasehatan sebelum tindakan, diakhiri dengan konseling setelah tindakan. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bersertifikasi dan telah ditetapkan oleh menteri. Menurut pasal 76 UU Kesehatan bahwa aborsi hanya dapat dilakukan sebelum kehamilan berumur 6 minggu dihitung dari pertama haid terakhir, kecuali dalam kedaruratan medis, Dilakukan oleh tenaga kesehatan bersertifikat yang ditetapkan oleh menteri, disetujui oleh ibu hamil yang bersangkutan, dan izin suami kecuali korban pemerkosaan.

Maka, semua praktik aborsi yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang terdapat di atas merupakan aborsi ilegal.  Pada pasal 194 UU Kesehatan bahwa setiap pelaku dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan pada pasal 75 ayat 2 dan  praktisi medis yang terlibat dalam jalannnya aborsi diancam hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda 1 miliar rupiah.

Selain itu, sanksi pidana bagi pelaku aborsi ilegal Sudah diterangkan dalam Kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) Pasal 299, 346, 347, dan 348 tentang mengatur hukuman bagi pelaku aborsi dan pihak yang terbukti terlibat dalam tindakan aborsi tanpa terkecuali. Pada pasal 349 jika seorang dokter, bidan atau juru obat terbukti membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346 atau 347 dan 348, maka hukuman yang ditentukan pada pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut haknya untuk menjalankan pekerjaannya dari mana kejahatan itu dilakukan.

Aborsi tidak hanya masalah medis atau kesehatan saja, namun termasuk masalah sosial. Permasalahan yang sering kali berkaitan dengan liberalisme biasa dianut oleh sekelompok masyarakat. Tindakan aborsi tidak boleh dilakukan dengan sembarangan, karena menyangkut nasib janin yang ada dalam kandungan. Dalam konteks moralitas, aborsi seringkali dihadapkan pada dilema antara hak asasi perempuan untuk melindungi nasib tubuhnya atau hak hidup janin yang dikandungnya. Tetapi perlu diketahui bahwa sejak sel telur tersebut menjadi janin maka, janin itu sudah mendapatkan perlindungan hukum tersendiri dan perempuan tidak lagi memiliki hak sepenuhnya pada janin tersebut. Pertimbangan moral tidak bisa disingkirkan dalam pertimbangan hukum karena kandungan hukum adalah moralitas. Moralitas adalah hukum yang hadir demi kebaikan umat manusia berdasarkan martabatnya sebagai manusia.

Indonesia memiliki banyak ragam budaya, agama, dan suku. Masing-masing memiliki hukum atau peraturan yang berbeda karena hukum adat berbeda untuk setiap budaya. Ada beberapa budaya yang melarang keras aborsi. Namun, ada yang memperbolehkan aborsi dengan alasan yang masuk akal. Persoalan moralitas sebaiknya diserahkan kepada tokoh agama, karena banyak perbedaan pendapat di setiap agama. Dalam pandangan agama Islam majelis ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2005 mengeluarkan fatwa MUI 4/2005 bahwa sepakat dengan ulama klasik dan kontemporer, aborsi qabla nafkh al-ruh diharamkan, sebagaimana pendapat imam Al-gazali. Meskipun demikian MUI memberi pengecualian aborsi bagi ibu yang memiliki indikasi darurat atau hajat. MUI mengharamkan aborsi akibat perzinaan.

Referensi:

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun