Mohon tunggu...
Ghinayun Amalia
Ghinayun Amalia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

bien trop simple

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Yakin Mampu (part 1)

3 Januari 2013   12:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:34 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jakarta. Seminggu lagi semester baru akan dimulai. Para mahasiswa  pun mulai memikirkan matakuliah yang akan diambil. Tak terkecuali Bagus, yang notabene mahasiswa semester akhir di salah satu Universitas Negeri favorit di Indonesia, yang akan dihantui oleh skripsi.

“Mas, kok kamu beberapa hari ini keliatan pucat?” tanya Lala dengan khawatir.

“Gapapa kok Dek. Mungkin mas cuman kecapekan.”

“Beneran gapapa?”

“Beneran Dek.”

“Yaudah, Lala mau bikin cappucino nih..  Mas Bagus mau sekalian dibuatin ?”

“Teh anget aja deh Dek..”

“Siap Bos!hehee”

Lala segera beranjak ke dapur dan beberapa menit kemudian kembali ke kamar Bagus. Sesampainya di depan kamar Bagus, Lala sangat terkejut dan tak sengaja menjatuhkan gelas yang ada di baki yang dibawanya.

“Maasss...” dengan panik Lala teriak dan menangis sesenggukkan hingga terdengar sampai rumah di sekitarnya. Tetangga semua berdatangan ke rumahnya dan dengan segera Bagus dibawa ke Rumah Sakit terdekat. Beberapa menit kemudian ibunda Bagus dan Lala datang ke Rumah Sakit tersebut.

“Bagus, kamu kenapa Nak?” tanya sang Bunda dengan muka lesu pada Bagus yang masih pingsan di tempat tidur di Ruang Gawat Darurat.

“Mamas Bun..”

“Masmu kenapa La?”

“Tadi sudah diperiksa, tapi belum ada hasilnya Bun.. Tenang ya Bun, mas Bagus pasti baik-baik saja.” Lala berusaha menenangkan Ibundanya dengan meraih kedua tangannya.

Ibundanya memeluk Lala, “Iya, masmu pasti akan baik-baik saja.”

Beberapa hari  kemudian Dokter memberikan surat hasil tes darah Bagus. Meski ada sesuatu yang janggal Dokter belum dapat memastikan penyakit yang diderita oleh Bagus. Perlu dilakukan tes BMP ( Bone Marrow Puncture) yaitu pemeriksaan sumsum tulang untuk memastikannya. Tes BMP pun dilakukan, dan beberapa hari berikutnya hasilnya keluar. Bagus dinyatakan mengidap leukimia. Bunda tak kuasa menerima kenyataan. Beliau sangat lemas mendengar pernyataan Dokter.  Bunda memberi tahu pada Bagus. Bagaimanapun juga Bagus berhak untuk mengetahuinya agar dia juga berjuang atas penyakitnya.

Seminggu lagi KRS akan diselenggarakan. Bunda tidak tahu apa yang harus beliau lakukan begitu pula Bagus.

“Bun, bentar lagi KRS-an. Bagus minta ijin untuk melanjutkan memperjuangkan kuliah Bagus..”

“Tapi Gus, kamu kan harus melakukan pengobatan.. Bunda ingin kamu fokus dengan kesehatan kamu..”

“Gapapa ya Bun, Bagus ikut KRS-an.. Tanggung Bun, tinggal skripsi aja Bun.. Gapapa ya Bun.. Bagus akan baik-baik aja kok Bun..” rayu Bagus

“Bunda takut keadaan kamu semakin melemah Gus.”

“Bun, percaya sama Bagus. Bagus yakin Bagus mampu dan kuat untuk menyelesaikan skripsi hingga akhir Bun.. percaya sama Bagus Bun dan akan kubuktikan sama Bunda. Bagus hanya ingin restu dan doa Bunda biar semuanya lancar.. Boleh ya Bun?” senyum keyakinan mengembang dari bibir Bagus.

“Baiklah, Bunda hanya ingin yang terbaik untukmu. Kalo itu maumu, Bunda tidak akan memaksa. Doa Bunda akan selalu menyertaimu..”

“makasih Bunda..”

Dengan semangat yang menggebu-gebu, Bagus berusaha menyelesaikan skripsinya dan melawan penyakitnya yang semakin menggerogoti tubuhnya yang gembur. Ambisinya saat ni adalah “Skripsi saya SELESAI dan dapat membawa gelar ST. untuk Bunda dan Adik saya!”. Meskipun Bagus sangat berambisi akan tetapi dia tetap menyayangi tubuhnya. Dia masih menjalani berobat jalan. Meski terkadang tubuhnya memaksa dia untuk menyerah, namun dapat dikalahkan oleh semangat yang luar biasa. Semangatnya melebihi teman-teman di sekitarnya yang masih sehat dan kuat.

Bagus bukanlah dari keluarga yang cukup kaya, dia sangat sederhana. Dia tidak mempunyai komputer atau laptop untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Jadi ketika mulai menggarap skripsinya, dia sering bolak-balik ke kost temannya untuk meminjam komputernya sampai begadang dan tidur di kost temannya itu. Temannya sangat mengkhawatirkan kesehatannya. Secara Bagus dengan gigihnya mengerjakan skripsi. Ibaratnya skripsi Bagus baru saja selesai dan segera dikirim ke email Dosen Pembimbingnya, dia menunggu balasan dari dosennya tersebut dan ketika balasan sudah didapatnya tanpa babibu dia langsung memperbaiki skripsinya tersebut. Sungguh lelaki yang tangguh.

Hari yang ditunggu-tunggunya pun datang. Sidang skripsi!. Dia sangat yakin akan mendapatkan nilai yang baik dan memuaskan.

“Bun, minta doa restunya ya Bun.. Bagus bentar lagi masuk ruang Sidang.”

“Iya Gus, semoga diberi kelancaran, doa Bunda selalu menyertaimu.”

“Terima kasih Bunda.. Bagus masuk dulu ya Bun, assalamu’alaikum..”

“wa’alaikumusalam anakku” tutup telpon.

Beberapa jam kemudian, Bagus keluar dari ruang sidang. Teman-temannya yang menunggu di depan sudah tidak sabar menunggu kabar baik dari Bagus.

“Bagus, gimana sidangnya? Sukses dong?!”

*debug!*

“Baguuuuusss!”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun