Mohon tunggu...
GHINA DHIYA ZALFA
GHINA DHIYA ZALFA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Surabaya

Mahasiswa Bimbingan dan Konseling

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Empati dan Simpati : Kunci Komunikasi yang Efektif Sebagai Dasar Keterampilan Konselor

5 Januari 2025   10:02 Diperbarui: 5 Januari 2025   10:01 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Pinterest

         Komunikasi adalah awal terjadinya interaksi antara satu orang dengan orang lain  sehingga  manusia  sudah  dikodratkan untuk hidup  bermasyarakat  dan berinteraksi  dengan  manusia  lainnya. Komunikasi sangat diperlukan agar manusia dapat tumbuh dan berkembang. Komunikasi merupakan salah satu keterampilan soft skill yang dapat dimiliki oleh setiap orang. Setiap hari, kita berinteraksi dengan orang-orang dari latar belakang yang berbeda. Kemampuan kita untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain juga semakin krusial. Empati dan simpati merupakan salah satu kunci utama dalam berkomunikasi.

         Dalam proses konseling yang melibatkan dua individu yaitu konselor dan konseli (klien). Untuk dapat membantu klien dalam menyelesaikan masalahnya, seorang konselor perlu memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, selain itu konselor juga perlu memiliki rasa empati dan simpati yang tinggi terhadap klien. Mengembangkan kemampuan empati dan simpati membutuhkan kesadaran diri yang tinggi bagi seorang konselor dan kepekaan terhadap emosi klien.  Dengan adanya empati dan simpati dari seorang konselor dapat membantu klien untuk mengeksplorasi pikiran dan perasaannya.

          Artikel ini akan mengulas perbedaan empati dan simpati dalam komunikasi yang efektif, serta bagaimana kedua keterampilan tersebut dapat menjadi pondasi dasar bagi seorang konselor dalam memberikan bimbingan dan dukungan yang lebih baik terhadap klien.


Perbedaan Empati dan Simpati      

         Empati dalam konseling merupakan hal yang sangat penting, karena proses konseling merupakan salah satu bantuan untuk menyelesaikan masalah klien. Empati merupakan dasar hubungan interpersonal. Baron dan Byrne (dalam Asih dan Pratiwi, 2010) menjelaskan bahwa empati adalah kemampuan untuk merasakan keadaan emosional yang dirasakan oleh orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain. Menurut Hurlock (Asih dan Pratiwi, 2010) menjelaskan bahwa empati merupakan kemampuan menempatkan diri pada posisi orang lain sehingga orang lain seakan-akan menjadi bagian dalam diri.

         Sedangkan, simpati menurut (Eisenberg, 2000) adalah proses interaksi sosial yang timbul akibat terjadinya sesuatu tertentu sehingga memunculkan respons terhadap perasaan yang dirasakan oleh individu lain yang sedang merasakan dan membutuhkan bantuan. Menurut (Baston, 2000) simpati merupakan perasaan yang melibatkan keadaan orang lain yang berawal dari empati sehingga hal ini melibatkan proses sosial yang bersifat kognitif.

         Dari penjelasan para ahli mengenai perbedaan empati dan simpati dapat disimpulkan bahwa, empati adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Sedangkan, simpati adalah kemampuan seseorang untuk merasa prihatin terhadap apa yang dirasakan oleh orang lain.

 

Jenis-Jenis Empati 

     1. Empati Kognitif

Empati kognitif merupakan suatu kemampuan untuk memahami perasaan dan pemikiran seseorang. Empati kognitif dapat       terwujud ketika komunikasi berlangsung dengan baik, karena empati ini membantu konselor menyampaikan informasi dengan cara yang baik.

2. Empati  Emosional atau  Afektif

Empati emosional adalah kemampuan untuk membagikan perasaan orang lain. Jenis empati ini dapat membantu konselor dalam membangun hubungan emosional dengan orang lain.

3. Empati Welas Asih

Empati welas asih merupakam kemampuan yang lebih dari sekedar memahami perasaan orang lain. Ketika konselor memiliki empati welas asih, konselor akan mewujudkan apa yang konselor pahami dan rasakan dari masalah klien dengan melakukan tindakan untuk membantu klien.

 

Cara Membangun Empati dan Simpati 

         Setiap orang bisa memiliki simpati tetapi tidak semua orang dapat berempati. Empati dapat dipegaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor hubungan sosial dengan orang lain, pengalaman masa lalu dan faktor keluarga. Berdasarkan penjelasan diatas menunjukkan bahwa perbedaan empati dan simpati yang tidak terlalu signifikan, sebagai seorang konselor bisa membangun empati dan simpati dengan cara berikut :

1. Perhatikan perasaan dan reaksi diri sendiri terhadap situasi klien, lalu mencoba untuk mengidentifikasi dan mengakui rasa peduli yang Anda rasakan.

2. Memprakktikan kepedulian terhadap klien dan menunjukkan perhatian-perhatian kecil seperti menjadi pendengar dan memberi bantuan.

3. Memposisikan diri sendiri terhadap keadaan klien dan membayangkan jika Anda berada pada keadaan tersebut, lalu coba untuk memahami perasaan dari sudut pandang Anda.

4. Menghindari untuk memberi nasehat dan tetap fokus untuk memahami perasaan klien.

5. Menerapkan mindfulness untuk melatih diri agar fokus terhadap keadaan dan emosi yang dirasakan oleh klien.

6. Bersikap kritis dan menghindari untuk menghakimi saat klien mengalami kesedihan atau kesulitan.


Contoh Perilaku Empati 

        Seorang konseli merasa cemas karena akan menghadapi ujian. Konselor merespon dengan berkata, "Saya mengerti bahwa kamu merasa sangat khawatir saat ini. Ujian memang bisa membuat stress, tetapi harus kamu ingat bahwa kamu sudah berusaha belajar dengan tekun dan saya yakin pasti kamu bisa mebgerjakan ujian tersebut dan mendapatkan hasil yang maksimal."


Contoh Perilaku Simpati

        Seorang konseli merasa kesepian karena tidak memiliki banyak teman. Konselor merespon dengan berkata, "Saya mengerti betapa sulitnya merasa kesepian. Setiap orang butuh teman untuk berbagi dan merasa terhubung."


         Dalam kepustakaan konseling dijelaskan tentang keefektifan konseling (counseling effectiveness) ditentukan berdasarkan cara berbicara dari seorang konselor. Oleh karena itu, empati memiliki peran yang cukup esensial yang diakui dalam teori-teori konseling, sehingga empati dalam praktik konseling dapat dikembangkan secara sistematis. Konselor harus memiliki sikap empati agar dapat merasakan dunia klien dan memahami perasaan klien. Empati berhubungan dengan kesadaran konselor terhadap kepekaan dirinya dan reaksi-reaksi internal dalam menanggapi dan mengalami perasaan klien.

        Ketika mencoba untuk memahami klien, konselor akan terlibat dalam proses yang melibatkan identifikasi, imajinasi, intuisi, dan merasa tingkat alami. Dalam arti, seorang konselor bisa menjadi alat untuk pemahaman empatik dan membentuk hipotesis dalam bidang konseling. Selain itu, dalam bidang sosial empati merupakan hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan sendiri. Empati lebih menitikkan pada kesejahteran orang lain. Empati yang tinggi pada diri konselor akan menjadikannya memiliki keinginan untuk menolong kliennya Myers (Asih dan Pratiwi, 2010).

        Konselor perlu meningkatkan kesadaran memenuhi kebutuhan klien yang beragam karakteristik dengan terampil berkomunikasi secara efektif, mendengarkan dengan penuh perhatian dan empati (Amalia, 2016). Konselor yang mempunyai kualitas empati yang baik akan membuat klien merasa dimengerti, dipahami dan klien akan lebih terbuka menceritakan permasalahannya kepada konselor, sehingga klien akan merasa nyaman untuk konseling dengan konselor tersebut.


Kesimpulan 

            Komunikasi yang efektif sangat penting dalam interaksi manusia, terutama dalam konteks konseling. Dalam proses konseling, empati dan simpati merupakan kunci utama untuk memahami dan merasakan perasaan klien. Empati merupakan kepribadian dasar dari seorang konselor untuk menjadi konselor yang efektif. Empati ini akan mendorong motif allturuistik. Empati memungkinkan konselor untuk merasakan keadaan emosional klien, sementara simpati membantu membangun ikatan emosional. Untuk menjadi konselor yang efektif, diperlukan kesadaran diri, kepekaan terhadap emosi klien, dan kemampuan berkomunikasi yang baik. Empati dan simpati juga memainkan peran penting dalam membuat klien merasa dimengerti dan nyaman untuk membuka diri, sehingga dapat membantu mereka mengeksplorasi pikiran dan perasaan mereka dengan lebih baik.


Anda dapat membaca artikel menarik lainnya di https://bk.fip.unesa.ac.id/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun