Mohon tunggu...
Ghinaa Febriana
Ghinaa Febriana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan IPS, UNJ

Sedang berkuliah di jurusan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, UNJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Permukiman Kumuh terhadap Prestasi Belajar dan Perkembangan Anak

21 Desember 2020   05:36 Diperbarui: 21 Desember 2020   05:49 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut Budiharjo (1997) permukiman kumuh merupakan kumpulan dari rumah penduduk yang tidak memenuhi syarat untuk ditempati, ciri-ciri permukiman kumuh adalah bangunan yang saling berhimpit antar satu sama lain karena rawan terjadi kebakaran, kualitas bangunan rumah yang rendah sehingga berbahaya bagi keselamatan penghuni rumah apabila terjadi bencana alam, sempitnya akses jalan yang mengakibatkan rawan kecelakaan dan kejahatan. Permukiman kumuh merupakan permasalah lingkungan yang hingga kini belum dapat teratasi seiring berkembangnya zaman dan pesatnya pembangunan di kota besar, hal ini diakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal sangat tinggi tetapi jumlah lahan sedikit sehingga sebagian orang memilih untuk membentuk kawasan baru yang tidak memperhitungkan letak tata bangunan. Menurut UUD

DKI Jakarta merupakan kota metropolitan dengan pembangunan besar-besaran dan berpenduduk besar memiliki banyak permasalahan permukiman kumuh yang menimbulkan permasalahan sosial lainnya, salah satunya perkembangan anak yang tinggal di permukiman kumuh. Menurut data Riskesdas tahun 2013, DKI Jakarta memiliki 20% anak bergizi buruk, gizi buruk akan mengakibatkan stunting sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut Prisca Petty Arfines  dan Fithia Dyah Puspitasari, pada tahun 1996 penelitian yang dilakukan di permukiman kumuh di kawasan jalur kereta dan memiliki sanitasi yang buruk mengenai gizi buruk anak jalanan didapati bahwa 52% anak mengalami kekurangan gizi yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan mereka. Dari kedua penelitian dapat dilihat bahwa lingkungan mempengaruhi perkembangan dan gizi anak. Lingkungan yang kurang sehat karena tercemar limbah rumah tangga, kualitas air yang jelek, dan sanitasi yang buruk menjadi penyebab utama terhambatnya tumbuh kembang anak.

Sebagian besar orang tua di permukiman memiliki tingkat pendidikan yang rendah, akibatnya pengetahuan mereka akan gizi anak cenderung rendah. Dalam buku Prinsip dasar ilmu gizi (2003) anak sekolah memiliki kebutuhan gizi makro yang terdiri dari karbohitrat sebanyak 45-65% dari total energi, protein sebanyak 10-25%, perbandingan hewani dan nabati sebanyak 2:1. Gizi makro yang harus dipenuhi dengan mengkonsumsi vitamin dan mineral. Asupan gizi dapat mempengaruhi prestasi belajar anak karena apabila gizi tidak terpenuhi maka daya tangkap anak terhadap pelajaran menjadi lebih sulit. Data World Food Program (2013) menyebutkan bahwa jajanan anak-anak  Indonesia di sekolah menduduki peringkat paling bawah, untuk mendapatkan jajanan yang sehat anak sekolah harus mengeluarkan uang yang lebih dibanding dengan makanan murah dan lebih gurih, selain itu rendahnya pendapatan orang tua cenderung membuat anak harus sering jajan sembarangan, di daerah permukiman kumuh dengan sanitasi yang buruk tentunya mengancam kesehatan anak, salah satunya penyakit yang sering menyangkit anak di daerah permukiman kumuh adalah cacingan.

Dampak cacingan menurut Journal of Tropical Pediatrics sebanyak 200 anak dari usia 2 tahun sampai 4 tahun  diteliti pertumbuhannya secara 12 bulan hasilnya 100 anak menderita cacingan yang menghambat pertumbuhan mereka, tinggi dan berat badan mereka lebih rendah dibanding 100 anak yang tidak menderita cacingan. Penyakit cacingan sangat rentan menderita anak-anak di daerah tropis khususnya Indonesia berdasarkan data kemenkes tahun 2013 kecenderungan anak Indonesia menderita cacingan mencapai 22,6 % hal ini disebabkan oleh sulitnya mengedukasi para orang tua untuk menjaga kebersihan lingkungan dan ekonomi masyarakat di permukiman kumuh yang rendah. Penyakit cacingan bila tidak diobati dapat menghambat pertumbuhan dan kecerdasan anak, cacing akan menginfeksi manusia melalui usus, melalui usus cacing berkembang biak dengan cara protein dan zat darah akibanya anak yang menderita cacingan akan kekurangan nutrisi dan kekurangan darah, jika berlangsung dalam waktu yang lama tentunya akan menghambat kesehatan fisik dan kecerdasan.

Pada anak remaja permukiman kumuh mempunyai dampak yang besar pada perilaku agresif remaja. Menurut Bandura (1997) rakter seorang anak ditentukan dari didikan orang tua, pertemanan teman sebaya, dan perilaku orang dewasa di sekitarnya. Orang dewasa merupakan role model bagi anak, sehingga apapun yang dilakukan oleh orang dewasa baik dan buruk akan diikuti oleh anak. Permukiman kumuh di Ibukota Jakarta salah satunya terletak di kawasan kumuh Kanal Banjir Barat (KBB), kawasan tersebut tidak ramah anak karena terdapat diskotek dan minuman keras dijual dengan bebas di kawasan itu, anak-anak dapat melihat dan mengamati bahwa perbuatan tersebut merupakan hal yang wajar sehingga kelak mereka kemungkinan besar akan mengikutinya. Tidak hanya di daerah Jakarta, kawasan kumuh di Kota Bandung juga menjadi faktor perilaku agresif pada remaja, menurut Badrun Susatyo remaja di permukiman kumuh cenderung berperilaku agresif dikarenakan pengaruh media massa misalnya menonton sinetron dan film yang mengandung unsur kekerasan, hal ini terjadi karena remaja di permukiman kumuh cenderung menonton tontonan tersebut dengan intensitas yang tinggi sehingga berpengaruh terhadap perilaku mereka hal ini sejalan dengan teori stimulating effect yang menunjukan bahwa tayangan yang mengandung unsur kekerasan akan menimbulkan efek pada seorang yang menonton kekerasan tersebut. Dapat disimpulkan perlunya peran dari pemerintah untuk membangun permukiman kumuh agar lebih ramah anak serta sosialisasi yang dapat mengurangi efek dampak buruk dari lingkungan yang kurang sehat. Selain itu menjadi tugas kita bersama untuk selalu menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan demi masa depan yang lebih baik.

Referensi:

Arfines, P. P., & Puspitasari, F. D. (2017). Hubungan stunting dengan prestasi belajar anak sekolah dasar di daerah kumuh, Kotamadya Jakarta Pusat. Indonesian Bulletin of Health Research, 45(1), 45-52.

Susantyo, B. (2018). Faktor-faktor determinan penyebab perilaku agresif remaja di permukiman kumuh di Kota Bandung. Sosio Konsepsia, 6(1), 1-17.

Rahmawati, E. Q., & Susilowati, E. (2019). PENERAPAN DINAMIKA KELOMPOK SOSIAL DALAM MENURUNKAN INFEKSI KECACINGAN DAN MENINGKATKAN STATUS GIZI, PERKEMBANGAN ANAK TODDLER DI KOTA KEDIRI. Jurnal Ilmu Kesehatan, 7(2), 366-374.

Perkembangan Anak di Permukiman Kumuh Mengkhawatirkan. (2017, November 13). https://www.kpai.go.id/berita/perkembangan-anak-di-permukiman-kumuh-mengkhawatirkan-2 diakses pada December 20, 2020

Dampak Infeksi Cacing pada Kecerdasan Anak. (1970, January 01). https://www.combantrin.co.id/pengobatan/dampak-infeksi-cacing-pada-kecerdasan-anak diakses pada December 20, 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun