Oleh : LUKMANUDIN
Bandung adalah salah satu kota yang penuh dengan keunikan, keanehan serta penuh dengan kreasi (ide-ide) yang tidak akan ada habisnya, kreasi makanan dari kue “surabi” yang trdisional sampai kue yang moderen bandunglah tempatnya, selain dari itu kreasi pakaianpun dari yang biasa hingga yang nyentrik ada disana (Bandung) lebih jauh lagi Bandung adalah kota kembang. Kembang identik dengan keharumannya, semerbaknya, indahnya sampai-sampai kembang dijadikan simbol tanda cinta kasih sayang bagi seseorang yang sedang memadu kasih, serta sering dipakai untuk lambang perdamaian.
Bandung bukan hanya sebagai kota yang penuh kreasi dengan makanan dan kota pusat mode, kota Bandung juga tempatnya kulliner serta tempat menimba ilmu dari tingkat pendidikan yang paling bawah sampai perguruan tinggi yang polpulerpun ada. Dinamakan kota pendidikan memang tidak terlepas dari Bandung pusatnya percetakan dan penerbit buku atau lebih dikenal dengan nama Bandung kota pelajar (kota intelek)
Siapapun orangnya apabila mendengar kota bandung sudah tidak asing lagi ditelinga, lingkungan kota bandung adalah kota yang nyaman, dingin, sejuk serta terkenal dengan keramahtamahannya sampai-sampai Bandung menjadi tujuan akhir pekan bagi masyarakat Jakarta khususnya, masyarakat daerah lain pada umumnya hanyalah untuk menikmati keanekaragaman makanan khas kota Parahiyangan.
Memang pada awalnya dimasa penjajahan Belanda “Paris Van Java” (kini Bandung) dirancang sedemikian rupa untuk menjadi salah satu tempat peristirahatan namun kini Bandung telah menjadi sebuah kota Metropolitan dan menjadi kota yang penuh dengan gedung-gedung bertingkat misalnya Mall, Hotel, Plaza dan lain-lain yang telah menggusur ruang terbuka hijau (RTH). Gubernur Jawa Barat H. Ahmad Heryawan dalam pencanangan musin tanam di akhir tahun 2008 nanti mengatakan bahwa yang mengalihfungsikan lahan pertanian dan sumber cadangan/resapan air diwilayahnya terancan hukuman penjara lima tahun walau perdanya dalam proses penysunan (PR 19 Nopember 2008). Kalau kita cermati ada dua persoalan yang harus segera mendapat tanggapan atau respon dari pihak terkait. Pertama, jangan terlalu mudah untuk memberikan ijin pengguna lahan pertanian untuk kegiatan pembangunan fisik. Kedua, pihak pemerintah daerah dalam hal ini UNPAD jangan terlalu mudah memberikan ijin untuk berjualan kepada para pedagang di lokasi kampus.
Diperkirakan lima belas tahun sudah lokasi kampus UNPAD di Jatinangor bukanlah waktu yang cukup singkat, dengan mudahnya pihak UNPAD memberikan lapak untuk berjualan di lokasi sarana pendidikan kepada para pedagang musiman yang digelar tiap hari minggu (PaUn), hal ini dikhawatirkan akan menjadi alih fungsi dari lokasi yanag semestinya tempat menimba ilmu menjadi lokasi tempat berkumpulnya para pedagang (pasar kaget).
Pengalaman adalah guru yang paling baik
Dengan melihat kepada pengalaman yang sudah ada misalnya di daerah kawasan Jatinegara Timur tepatnya di depan lapangan “Oerip Soemohardjo” Jakarta Timur pemerintah setempat merasa kewalahan untuk menertibkan para PKL dan merasa sulit untuk mengusir mereka (para pedagang) dan sudah berpuluh-puluh tahun mereka menjajakan dagangannya ditempat itu,
Lain dengan yang ada di komplek perumahan Binong Permai, Karawaci Tangerang – Banten, pada awalnya satu orang pedagang sayur setiap pagi sebelum berangkat untuk menjajakan sayurannya disekitar komplek para pembeli selalu berdatangan ke tempat tukang sayuran tersebut, lama kelamaan tukang sayuran bertambah dan pembelipun semakin ramai, pada akhirnya bukan hanya tukang sayuran yang berjualan melainkan tukang ikan, tukang daging dan lain-lain, sampai kebutuhan rumah tanggapun tercukupi (komplit) sebagaimana layaknya pasar Inpres maka jadilah pasa kaget, pihak RW mencoba untuk memberi penjelasan bahwa didalam komplek tidak diperkenan ada pasar, selain terkesan kumuh juga kotor dengan sampah-sampah. Namun sudah terlajur menjamurnya para pedagang pasar kaget, akhirnya sulit juga untuk diusir karena mereka sudah mempunyai lapak masing-masing dan selalu membayar iuran kepada petugas yang tidak diketahui dari instansi mana (Kelurahan atau Kecamatan). Fenomena ini dapat kita jumpai dimana-mana bukan hanya di Jakarta, Bandung, Surabaya, Banten saja, di daerah-daerah lainpun semacam ini pasti ada.
Demikian pula seperti halnya yang selama ini pihak UNPAD yang berlokasi di Jatinagor telah memberikan kelonggaran kepada para pedagang musiman, hal ini dikhawatirkan akan mengakibatkan Pertama, para pedagang akan sulit diusir karena merasa telah membayar iuran kebersihan. Kedua, lama kelamaan lokasi yang mereka tempati karena tidak merasa nyaman mungkin becek karena adanya hujan apalagi bagi pedagang ikan, sayuran akan menyemen (mengecor) disekitar area dagangannya, ini baru satu, dikalikan saja berapa ratus pedagang yang tiap hari minggu berjualan disana (pasar PaUn) dipastikan akan mengakibatkan hilangnnya lahan resapan air dilokasi kampus (UNPAD). Ketiga, Pemandangan disekitar Kampus tidak lagi menjadi asri, hijau, teduh dan nyaman namun jika itu dibiarkan dengan sendirinya suasana akan menjadi rumit dan menjadi persoalan antara para pedagang dengan pihak UNPAD. Keempat, untuk mengembalikan kenyamanan dilingkungan kampus agar pihak UNPAD berani memprioritaskan pengembalian lokasi kampus sebagai tempat yang nyaman, indah dipandang mata, PTN dan para pedagang harus duduk bersama membicarakan permasalahnya untuk jangka waktu yang akan datang demi menyelamatkan lokasi yang asri dilingkungan PTN UNPAD, bahwa sesungguhnya daya tarik mahasiswa adalah kenyamanan dan kesejukan dalam belajar, kalau kampus semerawut dengan pasar, bau sampah yang menyengat, lingkungan menjadi kumuh insya allah tidak akan ada lagi calon mahasiswa yang ingin mendaftarkan/melanjutkan ke PTN tersebut.
Pada akhirnya saya hanya bisa merasa prihatin terhadap tindakan apa yang dilakukan oleh kalangan pejabat UNPAD (rektor/dosen) bisa memberikan fasilitas kepada para pedagang untuk berjualan di area lingkungan pendidikan tersebut yang hanya sekedar untuk meramaikan suasana dipagi hari, demikian pula bagi para mahasiswanya belum ada tindakan yang bisa memberi masukan kepada pihak rektorat, lain dari pada itu imbasnya jalur lalu lintas terhambat (macet), numpuknya sampah dipintu gerbang yang tidak sedap dipandang mata. Demikian apa yang saya tulis semoga menjadi bahan pertimbangan bagi kalangan rektorat atau pejabat pemerintah kota Bandung (Pemkot) untuk menertibkannya.