Mohon tunggu...
raditio ghifiardi
raditio ghifiardi Mohon Tunggu... -

I am glad that I have wonderful friends around me who always make me smile and accept me with warm heart. But my family is the reason that I am here, My wife and my daughter are the most important people in my life. I hope that friends will make me rich in life and they are always there for me when I need them.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

"Pantang Mati Sebelum Ajal Tiba" Anak Penderita Multiple Sclerosis dan…

20 Desember 2013   22:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:41 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sebuah perjalanan hidup mengharukan saya tidak pernah sangka akan saya ceritakan.  Cerita ini adalah cerita seorang anak gadis miskin yang tinggal di pinggiran kota di Solo Jawa Tengah, nama anak gadis itu 'Murnie'.  Mungkin nasib Murnie agak berbeda dibandingkan dengan anak-anak sebayanya, dia datang dari keluarga miskin dan sempat tidak lulus sekolah, dan dalam keterpurakannya sebenarnya Murnie merasa bahagia bisa menulis. Murnie menderita penyakit yang sangat jarang diderita di negara tropis seperti Indonesia disebut dengan penyakit Multiple Sclerosis. Beberapa tanda-tandanya yang tampak nyata, yaitu penderita kesulitan untuk berjalan, atau kehilangan keseimbangan, mudah lelah, sangat kesakitan di sekujur tubuhnya, sehingga menyebabkan penderita mudah depresi. Penyakit ini menyerang secara perlahan tapi pasti pada otot dan syaraf penderitanya sehingga pada akhirnya berujung kepada kelumpuhan dari ujung kaki hingga dada bahkan berakibat kematian.  Ditambah lagi Murnie saat ini mengalami gagal ginjal dan serangan jantung.

Masuk keluar rawat inap di rumah sakit sudah biasa, penyakit datang dan pergi.  Murnie bercerita kalau dulu sempat mengkonsumsi hingga 50 butir obat-obatan, namun dengan berjalannya waktu serta mendapatkan nasehat dari Ibu saya akhirnya obat yang dikonsumsi hanya tinggal 17 butir saja; dan seumur hidup saya, minum 5 butir supplement sehari sudah berasa terlalu banyak, apalagi 17 butir! Saya bahkan tidak bisa membayangkan kalau Murnie pernah mengkonsumsi sampai 50 butir obat-obatan.

Kemudian, tiba-tiba Murnie mengirimkan pesan pendek kalau dia bilang kondisinya memburuk, mengalami gagal ginjal (ukuran kreatinin nya 15.2, padahal ukuran kreatinina pada ginjal normal adalah sekitar 0,5-1,1  atau kurang dari 2).  Ditambah dengan pembengkakan jantung dan penumpukan cairan di paru-paru.  Terus terang saya tidak terbayang, terakhir saya menemui kondisi seperti itu adalah ketika saya menemui seorang anak yang terkena penyakit kanker dan dalam kondisi kritis.  Pengalaman saya pada waktu itu adalah saya sudah pasrah tak tahu harus bicara apa, dan serahkan saja kepada Allah Swt., karena di sisi-Nya lah yang menentukan  kesembuhan atau kematian, serta jalan keluar terbaik. Pengalaman itu seolah mengajari saya untuk ikhlas dan pasrah apapun yang terjadi.

Singkat cerita, saya meninggalkan pesan singkat kepada Ibu saya karena Beliau tinggal di Solo dan sudah sering berinteraksi dengan Murnie. Nama Ibu Saya Dr. Indah Julianto, Ibu saya adalah seorang peneliti ahli terapi stem cell untuk aplikasi klinis, karena kecintaannya terhadap ilmu Biologi molekular. Beliau merintis penelitian biologi molekular sejak tahun 2006 pada bidang kedokteran regeneratif.  Singkat cerita, Beliau langsung mengirim anak buahnya yaitu seorang suster untuk menemui Murnie di rumahnya, untuk kemudian memberikan terapi stem cell (karena barangkali inilah amanat yang dititipkan oleh Allah Swt. untuk bisa memberikan manfaat kepada masyarakat luas di Indonesia khususnya, saya sering sebut serum ajaib, Ibu saya sering sebut 'miracle') dan tak lupa Beliau mensedekahkan sedikit uang kepada Murnie supaya bisa digunakan berobat.

Kabar berikutnya Murnie memberitahu saya bahwa Dia baru saja keluar dari Unit Gawat Darurat di sebuah rumah sakit, mungkin habis menjalani transfusi darah karena Hbnya rendah, dan dia bercerita kalau kondisinya berangsur membaik.  Saya cuma bisa bernafas lega, karena terus terang tidak ada lagi yang bisa saya katakan, kalau ingat dia harus konsumsi obat sampai 17 butir per hari, apapun yang saya katakan tidak boleh menyinggung tentang obat-obatan, paling saya hanya berdoa supaya Murnie tetap semangat dalam menjalanan kehidupannya yang penuh dengan liku-liku cobaan.

Entah bagaimana, Murnie si gadis miskin umur 21 tahun selalu bercerita tentang dirinya, karena sepertinya hobinya bercerita.  Dia sudah sempat les jahit supaya bisa menyalurkan hobinya untuk menjahit.

Saya dengar dari salah satu mentornya kalau dia suka sekali menulis novel. Mentor Murnie sebenarnya juga salah seorang penderita penyakit Multiple Sclerosis, Beliau tak lain dan tak bukan adalah Firrasta Soebardi atau sering dipanggil Pepeng, selebriti  sekaligus komedian yang dulu dikenal sebagai salah seorang anggota grup Sersan Prambos. Di dalam setiap kesempatan Mas Pepeng dikenal punya sebuah slogan, yaitu “pantang mati sebelum ajal.”

Karena kebanyakan penderita Multiple Sclerosis sudah tertanam di pikirannya kalau penyakitnya tidak akan sembuh. Sangat berbeda dengan Mas Pepeng, slogan selebritis ini sangat menginspirasi hidup Murnie, anak gadis ini tetap semangat untuk bertahan hidup dan berusaha produktif. Dia bercerita kondisinya dengan ringan, lepas, tidak ada beban yang terkadang sebagai orang biasa saya cuma bisa bergumam 'WOW'.  Yang mungkin saya pahami adalah bahwa Allah Swt. Adalah maha Kuasa dan Maha Penyayang, kalau Dia berkehendak jadi pastilah jadi.

Terakhir Murnie mengabarkan melalui pesan pendek bahwa Kesehatan dirinya berangsur membaik, ukuran kreatinina sudah jauh membaik ukurannya menjadi 2,1 dari yang ukuran tadinya 15,2 sehingga belum diperlukan cuci darah lanjutan, sungguh sebuah kabar mengejutkan. Dia juga bercerita kalau sedikit demi sedikit Murnie sudah bisa jalan.  Saya tidak tahu musti berkata apa kecuali berdoa agar Murnie selalu diberikan yang terbaik oleh-Nya di manapun dia berada, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.


P.S.: Saya menulis cerita ini karena saya takut saya tidak bisa mendengar celoteh lagi dari Murnie, dan saya ingin warisannya menjadi pelajaran bagi kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun