Mohon tunggu...
Ghiffari Achmad Gibran
Ghiffari Achmad Gibran Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Tulisanku adalah Perjalananku

Selanjutnya

Tutup

Roman

Permata Impian di Dataran Tinggi - Chapter II

29 Juni 2024   03:16 Diperbarui: 30 Juni 2024   15:03 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Udara sejuk tak lagi menyelimuti diriku, setelah kami memutuskan untuk meninggalkan negeri dataran tinggi yang sudah membuatku penasaran, karena sosok permata tersebut. Akhirnya di malam yang sungguh berkabut itu, diriku mulai memikirkan bagaimana aku dapat menaklukkan sang permata. Apakah aku harus kembali ke tempat tersebut, ataupun menunggu keajaiban sehingga ia dapat mengingat diriku yang pernah terlintas di matanya.

Hari demi hari, minggu demi minggu, sejak saat itupun aku tak merasakan lagi keberadaan permata impianku, seakan sudah ditelan waktu dan takkan lagi kembali di kedua belah mataku. Bahkan diriku sampai lupa dengan paras permata yang sudah lama tidak aku lihat dan temui. Namun saat aku sedang duduk, di suatu ruangan yang berada di salah satu tempat di kota pusaka. Diriku pun dikejutkan dan bingung, dengan seorang wanita yang tiba-tiba menanyakan sebuah foto, yang ada di salah satu aplikasi di handphone genggamannya.

Ternyata dalam foto itu terlihat diriku dan temanku pada saat di dataran tinggi, tepatnya di salah satu coffee shop. "ini betulan kamu yang saat itu pernah duduk di coffee shop bersama temanmu dan diriku?", wanita itu bertanya dengan nada yang pasti kepadaku mengenai foto tersebut. "iya itu aku dan teman-temanku, bagaimana bisa kamu mendapatkan foto itu?", tanyaku kepadanya. Kemudian wanita itu menjawab "kebetulan aja lewat di guliran beranda aplikasiku ini, dan hanya ingin kupastikan apakah ini beneran kamu", sahutnya.

Kemudian, saat itu aku masih belum percaya dia pernah duduk bersama kami. Walaupun wanita itu berusaha menceritakannya, namun aku masih tetap belum percaya, sehingga sahut salah satu temanku yang pernah berbicara dengannya "iya dia itu pernah duduk sama kita, kok kamu ga ingat? Kan ada kita, dia, dan teman nya di saat itu". lantas perlahan-lahan pikiranku mulai mengingat memori tersebut, sehingga aku mendapatkan memori itu lalu berusaha untuk merespon dan menanyakannya kembali "oh ternyata itu kamu, yang malu-malu pendiam sama kami itu ya?", lalu jawabnya dengan senyuman khas pemalunya "iya betul".

Semenjak itulah rasa penasaranku yang sangat besar akan wanita itu, akhirnya bisa terpecahkan dengan percakapanku yang pertama kali dengannya. Disaat itu juga aku kembali mengingatnya secara sempurna tanpa ada lagi jejak keburaman di pikiranku. Dan ternyata aku berhasil menafsirkan rasa penasaranku yang sangat lama berteduh di pikiranku lewat pertemuan tak dijanjikan itu. sehingga semenjak itu aku mempercayai dan menyebutnya  sebagai Permata Impianku dari Dataran Tinggi. Lantas apakah aku dapat menciptakan pertemuan selanjutnya dengan Permata itu?.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun