Nama Banten, sudah tidak asing ditelinga masyarakat dunia. Provinsi yang berdiri lewat Undang-undang Nomor  23 tahun 2000 di masa pemerintahan Presiden Gusdur ini, telah memberikan warna baru bagi masyarakat Banten.
Masyarakat Banten pada waktu itu, jika ada keperluan terkait dengan tanggung jawab sebagai warga negara, harus pergi ke Bandung, Ibu Kota Provinsi Jawa Barat. Kini, masyarakat Banten sudah mandiri setelah Banten menjadi Provinsi yang terpisah dari Jawa Barat.
Dalam tahap perkembangannya, Banten yang mempunyai 4 Kabupaten dan 4 Kota, terus berbenah membangun infrastruktur untuk menjadi Provinsi yang diperhitungkan di pentas nasional.
Pembangunan infrastruktur bukan hanya di Pemerintahan Provinsi, ditiap tiap Pemerintahan daerah dan pemerintahan Kota pun terus digalakkan.
Salahsatunya Pemda Lebak dan masyarakat membangun Museum Multatuli. Museum yang diresmikan (11/2/2018) ini, telah menyapa masyarakat Raskasbitung khususnya dan  Indonesia pada umumnya.
Deskripsi Museum
Museum Multatuli berdiri di bangunan bekas Kewedanaan (dibangun tahun 1920-an) Rangkasbitung di Alun-Alun Timur No. 8 Rangkasbitung, Lebak, Banten. Bangunanan mungil ini, persis berdampingan dengan Perpustakaan Saidjah Adinda, yang dibangun oleh Pemerintah setempat.
Berdasarkan pengamatan penulis dan hasil wawancara kemarin (20/2/2018) dengan salahsatu staf Museum, Bapak Afif. Museum dengan desaign interior cukup menarik ini. Dihari kerja, pengunjung terlihat sepi. Hanya puluhan saja pengungjung yang datang. Dihari weekend cukup ramai pengungjung, baik dari dalam maupun dari luar Kabupaten Lebak.
Ketika masuk ke pintu gerbang, kita akan disapa dengan tulisan berbahasa Sunda "wilujeng sumping" atau selamat datang.
Dihalaman paling depan pintu masuk museum, nampak pendopo bangunan tua. pihak pengelola juga menempatkan patung Multatuli dan patung Saijah dan Adinda-dua tokoh dalam novel Max Havelaar- karya pematung Dolorosa Sinaga.
Museum dengan luas 1.842 meter persegi ini, sebagaimana dilansir di laman Kompas (13/2/2018) terdapat banyak barang bersejarah milik Edward Dowes Dekker, pemilik nama asli Multatuli.