Mohon tunggu...
Ibn Ghifarie
Ibn Ghifarie Mohon Tunggu... Freelancer - Kandangwesi

Ayah dari 4 anak (Fathia, Faraz, Faqih dan Fariza) yang berasal dari Bungbulang Garut.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Operasi Sajadah dan Siliwangi

7 April 2011   01:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:03 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13021387432013441998

Pasca dikeluarkannya Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat No.12 Tahun 2011 tentang larangan kegiatan jemaat Ahmadiyah di Jawa Barat malah menjadi buah simalakama. Pasalnya, ikhtiar pemerintahan untuk meminimaliris konflik horizontal (antarmanusia) yang kian merebak di Jawa Barat. Parahnya, imbauan dari pamangku kekuasaan kepada seluruh masyarakat untuk tidak melakukan tindakan anarkis (perbuatan melawan hukum) berkaitan dengan aktivitas penganut, anggota atau pengurus jemaat Ahmadiyah yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam menjadi jurus pamungkas dalam membumi hanguskan penganut Mirza Gulam Ahmad di Tanah Pasunda. Apapun alasanya mengumpat, mencaci-maki, membakar (buku, kitab, Al-Quran), menghancurkan tempat ibadah (mesjid Ahmadiyah), hingga menghilangkan nyawa orang lain, tak termasuk dalam kategori perbuatan baik sekaligus tak sejalan dengan semangat aturan Pergub No 12. Ini dialami oleh warga Kampung Cisalada Desa, Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Kab. Bogor, Jumat (3/10); Kampung Cisaar RT02/09, Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haur Wangi, Kabupaten Cianjur, Minggu (13/3). Operasi Sajadah Upaya melakukan pembinaan terhadap Jemaah Ahmadyah di Parahyangan agar kembali ke ajaran Islam, maka Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) menggelar Operasi Sajadah dengan melibatkan TNI (Kodam Siliwangi). Sampai-sampai aparat Koramil (Komando Rayon Militer) meminta data sekaligus memaksa pengikut Ahmadiyah supaya menghadiri penyuluhan dan ikrar pertobatan. Mengerikan. Menurut Menteri Agama Suryadharma Ali menduga Operasi Sajadah yang dilakukan aparat TNI terhadap penganut Ahmadiyah di Jawa Barat hanya bersifat ajakan persuasif bukan sebuah paksaan. (Tribunnews, 15/03) Hasil laporan Imparsial pascaperistiwa Cikeusik telah terjadi 56 kasus  pelanggaran, intimidasi dan pemaksaan yang dilakukan aparat TNI terhadap Ahmadiyah. Rupanya, aparat telah melakukan pelanggaran terhadap UU No 34/2004 Tentang TNI yang bertentangan dengan Pasal 2 huruf c; tentara nasional yang bertugas demi kepentingan Negara di atas kepentingan daerah, suku, golongan atau ras dan huruf d; tentara yang tidak berpolitik  serta mengikuti kebijakan politik Negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, HAM, ketentuan hukun nasional dan internasional yang sudah diratifikasi. Pola keterlinatan TNI dalam urusan keyakinan mencakup; Pertama, TNI aktif untuk meminta data jamaah ahmadiyah, anggota, stuktur kepengurusan dan ajaran. Kedua, TNI aktif untuk mendesak jamaah ahmadiyah keluar dari ahmadiyah dan melakukan ikrar pertaubatan. Ketiga, TNI Bersama kepolisian dan aparatur pemerintah, dan ormas memaksaan untuk menguasai masjid dengan menjadi imam sholat jumat. (Imparsial, 14/03) Meskipun, pihak Pangdam III/Siliwangi Mayjen menampik atas tuduhan keterlibatan TNI dalam melakukan islamisasi warga Ahmadiyah, seperti diungkapkan Kapendam III/Siliwangi Letkol (inf) Isa Haryanto, Operasi Sajadah bertujuan menyadarkan jemaat Ahmadiyah dengan cara berdialog dan tidak boleh melakukan kekerasan. Mayjen TNI Moeldoko memberikan klarifikasi terkait Operasi Sajadah saat pertemuan dengan Imparsial, KontraS, dan HRWG. Pangdam tidak pernah menyebut-nyebut istilah Operasi Sajadah, tetapi Gelar Sajadah. (Tribunnews, 23/03) Kunci Dialog Padahal dialog antar, intra dan seagama sangat diperlu sebagaimana dikatakan Hans Küng, pegiat dialog antaragama dan etika global harus memegang prinsip dialog antar iman tak sebatas bertujuan untuk hidup bersama secara damai dengan membiarkan pemeluk agama lain ada (ko-eksistensi). Melainkan harus berpartisipasi secara aktif mengadakan pemeluk lain itu (pro-eksistensi), sehingga kapasital untuk dialog dan keteguhan iman itu tidak bertentangan. Slogan "Tak ada perdamaian antarbangsa, tanpa perdamaian antaragama. Tidak ada perdamaian antaragama, tanpa dialog  antaragama menjadi kunci dialog lintas iman". (Hans Kung dan Karl Kuschel: 1999 dan Najiyah Martiam [ed], 2010: 19 dan 31). Bagi Raimundo Panikkar menjelaskan dialog antara, inter penganut agama merupakan dialog yang tidak hanya menuntut sikap inklusif, melainkan juga sikap paralelisme. Yaitu sikap saling menghargai tentang agama-agama sebagai jalan-jalan yang sejajar. Maka secara etis, dialog tidak dimaksudkan untuk mencari urusan dan ajaran orang lain. Juga tidak mentobatkan orang lain harus berpaling dari keyakinannya. Melaintakn untuk memperdalam tradisi agama sendiri-sendiri secara lebih kritis. (Raimundo Panikkar, 1994:22-23) Persyarat lain yang mesti kita pegang kuat supaya terjadi dialog antaragama yang dialogis, bukan monologis, apologis apalagi, maka sikap rasa curiga, prasaangka dan kebencian harus kita simpan terlebih dahulu. Ini diingatkan oleh Leonardo Swidler menuturkan kita tidak dapat mengabaikan orang lain dengan menutup mata, pikiran, hati terhadap mereka yang berbeda agama sekalipun. Juga tidak menetap mereka dengan rasa curiga, prasangka dan kebencian yang tak beralasan. Pasalnya, pola ini akan mengantarkan kepada permusuhan yang berakhir pada bentuk monolog daripada dialog. Siapa saja yang akan mengabaikan dialog akan tergerus sendiri. (Leonardo Swidler, 1993:24 ) Namun, apa yang terjadi semuanya dilanggar. Untuk urusan ibadah Imam Shalat dan Khatib Jumat di jemaat Ahmadiyah harus diganti dengan petunjuk dari Gubernur Jawa Barat. Walhasil, pemaksaan menandatangani surat keluar dari Ahmadiyah diikuti oleh pengikraran untuk keluar dari Ahmadiyah. Tercatat, 6 orang (Tasikmalaya), 4 orang (Bandung) 18 orang (Sukabumi), 26 orang (Cianjur), 4 orang (Majalengka), 7 orang (Kuningan), 9 orang (Subang) 13 orang (Bogor) dan 10 orang (Garut). Dalam catanan Gubernur Ahmad Heryawan  sejak diberlakukannya peraturan gubernur tentang pelarangan aktivitas Jemaah Ahmadiyah, sudah 274 penganut Ahmadiyah yang bertobat. “Rata-rata tiap hari ada saja yang kembali (ke ajaran Islam yang benar),”katanya Di antara ratusan orang itu, ada 173 orang yang dilaporkan lengkap dengan nama dan alamatnya. Sisanya masih berupa angka. Gubernur mengatakan pihaknya tidak mematok target untuk urusan itu.”Ini menyangkut keyakinan, sulit kami bikin target,”katanya. (Tempo, 5/04) Harus diakui, Indonesia bukan negara teokrasi dan negara sekuler. Melainkan negara yang pluralistik dan pluralitasnya sangat unik. (Tarmizi Taher, 1998:15). Kondisi ini yang mendorong negara untuk meletakan dasar-dasar pluralisme dalam konstitusi (UUD 1945 dan GBHN) Kebebasan agama yang diterapkan dari UUD 1945 adalah salh satu hak paling dasar yang dimikiki setiap individu. Tetapi negara tidak harus menjadikan salah satu agama sebagai agama negara. Pasalnya, Indonesia bukan negara teokratik, juga sekuler. Sejajar dengan hak asasi yang berupa kebebasan beragama setiap warga negara diwajibkan menghormati hak orang lain untuk memajukan dan menikmati hidup bersama secara damai. (Asep Saefullah, 2007:30-31) Falsafah Siliwangi Ingat, dalam catatan sejarah Pangdam III/Siliwangi tidak pernah berurusan dengan keyakinan, keimanan warga kecuali pemberantasan gerakan separatisme, seperti pemberontakan Darul Islam (NII) di Makasar, G30S/PKI di Madiun. Kiranya, jaminan kebebasan berkumpul, berserikan dan beragama sesuai dengan keyakiannya dan hak kemerdekaan pikiran, nurani dan kepercayaan hanya berhenti pada Pasal-pasal (28 ayat 2, 29 ayat 1 dan 2), Undang-undang (No 1/PNPS/1965) semata. Apalagi masyarakat Sunda sangat memenang teguh prinsip silih asah, asih, asuh. Pasalnya, Siliwangi harus memberikan silih wangian dalam isi hati, ucap, dan perilaku untuk mewujudkan kewelasasihan. Falsafah hidup urang Sunda ini termaktub dalam Sanghyang Siksa Kangdang Karesian. Bila kita kuat memegang prinsip ini maka tak ada lagi upaya menertibkan keyakinan orang lain yang berbeda pendapat di Jawa Barat. Gusti Prabu pernah berpesan “urang sunda teh nyukcruk galur mapaytapak/manusia yang bersih (putih: sunda) adalah manusia yang mengikuti suri tauladan para leluhurnya” Keterlibatan seluruh tatanan masyarakat ki Sunda, mulai dari pemerintah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota, rakyat, pemuka agama, TNI, sampai pegiat kebebasan beragama dan berkeyakinan sangat diperlukan untuk meminimalisir konflik korizontal. Untuk pelaku pembakaran ratusan buku (kitab) dan pembunuh  Jamaah Ahmadiyah harus ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Semoga. [Ibn Ghifarie]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun