Inilah beberapa komentar para pegiat lintas agama tentang kematian Gus Dur; Todung Mulya Lubis, Aktivis Forum Demokrasi ”Kita kehilangan sosok Negarawan yang memperjuangkan pluralitas bangsa. Seorang yang berjuang untuk moderasi dan toleransi sosial, beragama, dan berbangsa. Gus Dur adalah pilar pluralisme dan benteng bangsa melawan fundamentalisme. Gus Dur adalah seorang demokrat sejati yang menghormati lawan politiknya.” Mudji Sutrisno SJ, Rohaniwan berkomentar Gus Dur merupakan Bapak Bangsa, peneguh kemajemukan Indonesia, dan pembela kaum minoritas yang dizalimi atas nama agama untuk menampilkan wajah Indonesia yang humanis. Pendeta AO Supit, Ketua Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa menuturkan umat Kristen Sulawesi Utara kehilangan atas wafatnya Gus Dur. ”Ia adalah tokoh perdamaian dan ’pahlawan’ minoritas. Kami benar-benar kehilangan. Belum ada tokoh setara Gus Dur,” katanya. Bhikku Sri Pannyavaro Mahathera, Kepala Sangha Theravada Indonesia, merasakan kehilangan yang besar dengan wafatnya Gus Dur. ”Saya merasakan ketulusan hati Gus Dur dalam setiap kesempatan bertemu dan berdiskusi dengannya. Bagi saya, ketulusan itu sesuatu yang teramat mulia dari Gus Dur,” ungkapnya. Gus Dur adalah pribadi yang sangat menghargai setiap orang. Bagi Gus Dur, yang layak menjadi Bapak Bangsa, perbedaan adalah denyut kehidupannya. ”Kebajikan dan kearifan Gus Dur akan tetap bersama kita,” ujarnya. AA Yewangoe, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gus Dur adalah tokoh bangsa yang tidak tergantikan. ”Beliau sangat memerhatikan kerukunan umat beragama di Indonesia,” katanya. Saat terjadi pencabutan izin Gereja oleh wali kota. ”Beliau datang ke Kantor PGI untuk memberikan dukungan. Itu adalah salah satu bukti, beliau menginginkan semua orang di Indonesia memperoleh haknya, hak beribadah,” kenangnya Romo A Benny Susetyo, Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Ketua Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama menjelaskan Gus Dur adalah tokoh yang sangat menghargai pluralisme dan kesatuan Indonesia. ”Terakhir, ia memesankan, fundamentalisme itu jangan dimusuhi, tetapi harus dicintai. Ini jelas menunjukkan kecintaannya pada kesatuan Indonesia,” katanya Menjaga keIndonesiaan dan pluralisme sebagai harga mati bagi Indonesia begitu pesan Gus Dur kepadanya. Din Syamsuddin, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengakui, kendati banyak ide dan sikapnya yang kontroversial, tapi banyak pula idenya yang bermanfaat, seperti tentang pengembangan kemajemukan dan penguatan demokrasi. ”Saya berharap hilangnya seorang tokoh umat dan bangsa segera tergantikan dengan tokoh lain,” harapnya. KH Hasyim Muzadi, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengatakan, wafatnya Gus Dur merupakan kehilangan besar bagi warga NU dan bangsa. Gus Dur, yang merupakan mantan Ketua Umum PBNU, dinilai sebagai tokoh besar dalam NU. ”Dalam dekade terakhir ini, belum ada gantinya orang yang sekelas Gus Dur,” katanya. Bangsa Indonesia, lanjutnya, kehilangan dua hal besar dan mahal dengan meninggalnya Gus Dur, yaitu demokrasi dan humanisme. Humanisme Gus Dur benar-benar berangkat dari nilai-nilai Islam yang paling dalam. Tetapi, humanismenya itu melintasi agama, etnis, teritorial, dan negara (Kompas, 31/12) Ling Ing Liong, Ketua Makin (Majelis Agama Kong Hu Cu Indonesia) Tegal, Gus Dur adalah tokoh demokratis yang konsisten terhadap pluralitas dan pembela kaum minoritas. Atas jasa Gus Dur-lah, penganut agama Kong Hu Cu di seluruh Indonesia bisa beribadat dan menggelar berbagai seni budaya asli Tionghoa dengan leluasa dan terbuka seperti saat ini. (Liputan6, 31/12) Budi Santoso Tanuwibowo, Ketua Matakin, menilai Gus Dur adalah tokoh yang selalu tampil di depan untuk pasang badan ketika ada ketidakadilan dan sangat menghargai kemanusiaan serta menjadi pendekar penegakan hak asasi manusia. ''Beliau tidak pernah melihat latar belakang etnis, suku bangsa, agama, atau gender. Pokoknya, kalau ada ketidakadilan, beliau akan pasang badan, menjadi pendekar pembela kepentingan rakyat. Karena itu, bukan hanya kalangan Tionghoa yang kehilangan, tapi bangsa ini yang kehilangan tokoh besar," katanya. Michael Utama Purnama, pendiri Perhimpunan Indonesia-Tionghoa (INTI), Gus Dur adalah satu-satunya tokoh yang selalu berdiri dan membela hak-hak etnis Tionghoa di Indonesia yang kerap mendapat perlakuan diskriminatif. ''Bahkan, nama INTI itu juga atas usul beliau. Meningkatnya penghargaan bangsa Indonesia terhadap warga keturunan Tionghoa itu adalah prakarsa almarhum,'' tegasnya. Gus Dur adalah orang pertama yang mendeklarasikan diri sebagai anggota INTI. Karena berutang budi yang tak terkira kepada Gus Dur, Michael bahkan telah merekomendasikan imbauan kepada semua warga Tionghoa di tanah air untuk membatalkan rencana pesta tahun baru. ''Keturunan Tionghoa punya utang budi kepada Gus Dur. Pengakuan Tionghoa bisa diterima adalah peran Gus Dur. Apalagi beliau adalah anggota kehormatan INTI. Kami, terlebih saya, telah kehilangan salah satu rekan perjuangan melawan diskriminasi dan minoritas,'' paparnya (Jawa Pos, 31/12) Bagaimana menurut anda? [Ibn Ghifarie]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H