[caption id="attachment_108057" align="alignleft" width="300" caption="www.blogspot.com"][/caption] Dalam ajaran Hindu untuk menuju Tuhan diperlukanlah empat jalan; Pertama, Jalan menuju Tuhan melalui pengetahuan (Jnaya Yoga). Untuk para pencari kehidupan rohani yang mempunyai kecenderungan intelektual yang kuat. Idelah yang paling penting. JIka orang merasa yakin terhadap sesuatu maka keyakinan itu benar-benar membawa perbedaan yang nyata dalam kehidupan mereka karena hidup mereka mengikuti garis pemikirannya. Seperti Buddha, Socrates. Kedua, Jalan menuju Tuhan melalui cinta (Bhakti Yoga). Sumbernya dari cinta yang berada di hati manusia. Bagaikan air gangga tiada putus-putus mengalir ke samudra kata Tuhan dalam Bhagavata Purana. Ketiga, Jalan menuju Tuhan melalui kerja (Karma Yoga). Orang-orang yang berwatak aktif. “Ia yang bekerja tanpa perasaan lekat pada pekerjaannya dan menyerahkannya untuk Tuhan tidak ternola oleh akibatnya. Bagikan daun bunga teratai tidak ternoda oleh air di sekitarnya” Bhagavada-Gita,V:10. Keempat, Jalan menuju Tuhan melalui latihan psikologis (Raja Joga). Membawa orang ketarap yang luar biasa tinggi. Orang yang mempunyai kecenderungan pribadi pada ilmu pengetahuan. Ini merupakan jalan Tuhan melalui latihan-latihan psikologis. Syaratnya memiliki dugaan kuat dari kita yang sesungguhnya jauh mengagumkan yang kita sadari dan hasrat untuk mengalami secara langsung jangkauanya sepenuhnya. Tujuannya untuk membuktikan keabsahan dari pandangan rangkap empat tentang manusia dengan cara membimbing si pencari kebenaran untuk secara pribadi langsung mengalami. Metodenya dengan mawas diri (Huston Smith, 2004:37-59) Sejatinya, apa pun agamanya untuk dapat mencapai Realitas mutlak maka diperlukan enam cara pengalaman beragama. Ini dikemukakan oleh Dale Cannon, pakar Studi Agama dari Amerika Serikat dalam Six Ways of Being Religious; A Framework for Comparative Studies of Religion (Belmont-Washington:Wadsworth, 1996). Edisi Indonesia berjudul Enam Cara Beragama hasil terjemahan Djum’annuri, Sahiron yang diterbitkan oleh Direktorat PT.Agama Islam, 2002. pada tahun 2002. Keenam cara beragama itu; Pertama, Ritus Suci (way of sacred rite). Prospek hidup menghadapai peristiwa-peristiwa penting tanpa pola arketipe yang diikuti, tanpa rasa ketepatan yang mendasar dan mutlak. Memotivasi cara ritus suci. Singkatnya, cara ritus suci berpusat pada pemakaian ritus suci sebagaimana ditunjukan oleh namanya. (h. 48) Kedua, Perbuatan Benar (way of right action). Prospek (aktualisasi) pola-pola tingkahlau yang bertentangan dengan kesadaran tertib kosmik normatif (keadilan). Memotivasi cara perbuatan benar. Singkatnya, cara perbuatan benar ini memusatkan perhatian pada perbuatan, tingkah laku yang benar baik perorangan maupun masyarakat. (h. 54) Ketiga, Cara Ketaatan (way of devotion). Pengalam yang mengancam kemampuan emosional luar biasa seseorang untuk menanggungnya. Memotivasi cata ketaatan. Pendeknya, cara ketaatan dipusatkan pada ketaatan seperti diduga tetapi bukan sembarang ketaatan. (h. 58) Keempat, Mediasi Samanik (way of shamanic mediation). Tanpa bantuan menghadapi krisis yang terjadi, pemecahannya mengatasi mengatasi sumber-sumber duniawi. Memotivasi cara mediassi samanik. Pendeknya, cara mediasi samanik menaruh perhatian pada usaha menghadapi tantangan-tantangan berat yang disebabkan oleh kehidupan. (h. 61) Kelima, Pencarian Mistik (way of mystical). Kegelisahan karena kebaikan yang tidak riil dan tidak subtansial. Memotivasi pencarian mistik. Singkatnya, cara pencarian mistik usaha secara sadar dengan menggunakan disiplin aksetik dan meditatif untuk mengatasi batasan pengalaman kesadaran biasa. (h. 66) Keenam, Penelitian Akal (way of reasoned inquiry). Hal-hal yang dipahami, sehingga jika tidak dijelaskan akan mengurangi kesadaran atas benda-benda keseluruhan. Memotivasi cara pencarian akal. Pendeknya, cara penelitian akal diarahkan pada usaha memahami benda-benda, bagaimana bersesuaian satu sama lain dan mengapa benda-benda itu merupakan cara keberadaannya, terutama untuk kepentingan diri sendiri, tetapi untuk kepentingan pemahaman orang lain. (h. 69) Walhasil, perbuatan besar berpusat pada usaha memahami benda-benda, bagaimana bersesuaian dengan aturan mutlak dan normatif segala benda. Pasalnya, cara ketaatan disibukkan dengan usaha memusatkan apeksi seseorang dalam membentuk penyerahan diri sepenuh cinta kepada realitas mutlak sebagai pemberi rahmat dan kasih sayang. Mediasi samanik berusaha menyatu dengan realitas mutlak sebagai mediator (penghubung) intervensi supranaturalnya dalam urusan dunia dengan jalan masuk ke dalam kesadaran yang sudah diubah. Pencarian mistik berusaha mencari kesatuan seluruh diri secara langsung dan disadari dengan realitas mutlak dengan menggunakan teknik-teknik asketik dan meditatif yang dirancang untuk mengatasi batas-batas yang tidak jelas dan dorongan-dorongan pengalaman biasa yang menggelisahkan dan seakan-akan dikemukakkan di jalan itu. Cara pemeliharaan akal bertujuan menyatukan akal dengan mina mutlak dalam mencari pemahaman yang dapat diterima akal tentang benda-benda dalam perspektif mutlak. (Dale Cannon, 2002; 85-86) [caption id="attachment_108058" align="alignleft" width="300" caption="www.lib.pps.uin-suka.ac.id"][/caption] Dale Connon, berharap dengan enam cara bergama dan wawasan tentang perbedaan di pelbagai tradisi keagamaan, seseorang akan dapat terhindar dari rasa kealfaan dan berada pada posisi nyaman dalam mengapresiasi cara pengalaman beragama antara persamaan dan perbedaan yang mungkin terdapat berbagai praktif penghayatan keagamaan. Kesiapan menemukan persamaan atau perbedaan dalam berkeyakinan agama serta kesiapan mempelajari arti penting ini dari sudut persamaan yang diakui dalam cara-cara beragama akan membuat kemungkinan-kemungkinan dialog konstruktif antar berbagai tradisi keagamaan. (Dale Cannon, 2002; 11-15) Dengan demikian, orang-orang yang berasal dari latar belakang iman yang berbeda dapat belajar satu sama lain apa yang serupa atau apa yang merasa dimiliki bersama dan yang tidak, tanpa kehawatiran terjebak pada praktik penyampuradukan iman atau mengingkari agama orang lain. Ini dapat menolong untuk mengembangkan dialog kontruktif antar subtradisi di satu tradisi keagamaan yang sama. Mari kita menebar petuah Hans Kung, President of Global Ethic Foundation "Semua agama memberikan jawaban terhadap problem makna segala sesuatu mengenai kehidupan dan sejarahnya, dilihat dari realitas mutlak yang memiliki pengaruh kini dan di sini. Apakah ia dideskripsikan sebagai kebangkitan dalam agama Yahudi klasik, kehidupan abadi dalam Kristen, sorga dalam Islam, moksa dalam Hinduisme, nirvana dalam Buddhisme atau dalam Taoisme sebagai keabadian. Tepatnya, berhadapan dengan perasaan frustrasi serta pengalaman kegagalan dan penderitaan, agama-agama dapat membantu memberikan bimbingan melalui pemaknaan di balik peristiwa kematian. Kini dan di sini, sekurang-kurangnya di saat dukung moral mengalami kegagalan" (Hans Kung, 1991:53-60) [Ibn Ghifarie]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H