Membaca Laporan Akhir Tahun Pikiran Rakyat edisi 20 Desember 2010 tentang Kerukunan Beragama; Menghidupkan Kembali Toleransi; Kembali ke Jati Diri, Bangsa Akan Rukun; Kerukunan Membaik Pascaperang Melawan Terorisme. Harus diakui, kerukunan umat beragama di Indonesia selama 2010 menurun sekaligus terjadi peningkatan tindakan pelanggaran kebebasan beragama selama 2007 hingga 2009, seperti hasil penelitian Setara Institute. Parahnya, pelanggaran dan ketegangan sosial yang diakibatkan atas nama agama ini sebagian besar terjadi di Provinsi Jawa Barat dan Jakarta. Ingat, laporan akhir tahun 2009 Setara Institute melansir Jawa Barat (73 peristiwa) menempati urutan pertama atas segala bentuk pelanggaran kebebasan beragam dan berkeyakinan di Indonesia. Kedua Sumatra Barat (56 peristiwa) dan ketiga Jakarta (45 peristiwa). Sebanyak 265 peristiwa itu menghasilkan 376 tindak pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, ungkap Hendardi, Ketua Badan Pengurus Setara Institute. Tentunya, kondisi ketidakharmonisan ini dipengaruhi oleh situasi global, khususnya perang melawan terorisme. Setelah Amerika Serikat dan sekutunya mundur dari Irak dan Afganistan, diharapkan, situasi semakin kondusif bagi kerukunan kehidupan beragama. Maraknya aksi tak terpuji yang menimpa Gereja HKBP Desa Rancaekek Wetan; Gereja HKBP Pondok Timur, Desa Ciketing, Bekasi; gedung pertemuan menjadi gereja yang dilakukan Yayasan Timur di Karangtengah, Kecamatan Cileduk, Provinsi Banten.Ini menunjukan hubungan antarumat beragama (Islam-Kristen) mengalami penurunan. Pasalnya, toleransi tidak lagi menjadi pandangan hidup (way of life) umat beragama. Penurunan toleransi ini dikeluhkan Frans Magnis Suseno. Harus diakui, dengan adanya perubahan budaya masyarakat dari model gotong royong ke model kompetisi.Dari kota sampai ke desa, semua orang terindividualisasi, terkotak dalam mayoritas-minoritas, "Sekarang, orang atau kelompok hidup dalam prasangka, curiga terhadap orang lain atau kelompok lain. Dulu, toleransi umat beragama menjadi way of life, sekarang tidak," katanya. Ketidaktulusan dalam membangun komunikasi antarumat beragama semakin memperburuk toleransi. Apalagi ada faktor kompetisi individual dan kelompok, munculnya kelompok agama berideologi ekstrem (Islam dan Kristen) "Salah satu crisis center mengeluarkan hasil penelitian, yang mengungkapkan agresivitas kelompok Islam dan Kristen tertentu meningkat. Orang Islam takut setengah mati dengan kristenisasi, orang Kristen takut dengan Islamisasi," ujarnya Upaya menciptakan keharmonisan antaraumat beragama negara Indonesia, menurut Ahmad Syafi'i Ma'arif harus memperkuat nilai-nilai pluralisme Bhineka Tunggal Ika dan lintas agama sekaligus menjamin kebebasan beragam dan berkeyakinan. Pun pemerintah tidak boleh ada pendiskriminasian terhadap suatu agama lain. Pada saat kerukunan mulai terusik, para tokoh beragama selalu merujuk kepada kerukunan yang tercipta di masa lalu. Sebab, kerukunan memang tak mudah tercipta, tanpa toleransi di antara para pemeluk agama itu. Kenyataannya, kultur setiap daerah di Indonesia cenderung menjunjung tinggi toleransi di antara para pemeluk agama. Ini terekam jelas saat satu pemeluk agama dengan pemeluk agama yang lain saling membantu secara gotong royong. Mari kita mulai membangun kerukunan antarumat beragama dari dalam diri, keluarga, lingkungan sampai masyarakat lintas agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H