Mohon tunggu...
Ghibran Asseghaf Al Farisi
Ghibran Asseghaf Al Farisi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Al Azhar Indonesia

Saya adalah mahasiswa S1 di Universitas Al Azhar Indonesia, dengan fokus studi pada Bahasa Arab dan Kebudayaan. Pengalaman belajar bahasa di Yordania dan Sudan telah memperkaya pemahaman saya tentang budaya Arab. Selain itu, saya juga memiliki pengalaman dalam pengelolaan informasi dan pengeditan naskah, termasuk sebagai pustakawan magang di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan editor untuk Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemahaman Konsep "Hamba Yang Hina" dalam Naskah Kuno Ahmad Khatib Ibn 'Abd Al-Latif

24 Januari 2024   22:53 Diperbarui: 29 Januari 2024   09:59 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
hmmlcloud.org/dreamsea

Dalam pemahaman agama, konsep hamba yang hina sering menyentuh dimensi spiritual dan hubungan yang erat antara hamba dengan Sang Pencipta. Dalam berbagai tradisi keagamaan, manusia dianggap sebagai hamba Tuhan, yang diwajibkan untuk tunduk dan patuh terhadap kehendak-Nya. Namun, terkadang, pemahaman yang keliru atau penerapan ajaran agama secara ekstrem dapat menghasilkan interpretasi yang menyebut individu sebagai 'hamba yang hina,' di mana mereka merasa rendah diri atau merendahkan diri di hadapan Sang Pencipta.

Penting untuk menyadari bahwa konsep ini dapat memiliki variasi dalam setiap tradisi keagamaan, dan interpretasinya dipengaruhi oleh budaya serta konteks sekitarnya. Sebagian melihat 'hamba yang hina' sebagai sikap rendah diri yang positif, sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan. Namun, ada pula yang melihatnya sebagai hasil dari pemahaman yang keliru atau interpretasi yang ekstrem terhadap ajaran agama.

Inilah mengapa penting bagi setiap individu untuk merenung dan memahami konsep ini sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya masing-masing. Hamba yang sejati adalah mereka yang tunduk dengan rendah hati, tanpa harus merendahkan martabat diri secara berlebihan atau salah mengartikan ajaran agama yang dianutnya

Naskah kuno yang dihasilkan oleh Ahmad Khatib ibn 'Abd al-Latif Khatib membahas konsep 'hamba yang hina' dalam pemahaman agama. Konsep ini seringkali mencakup dimensi spiritual dan hubungan antara hamba dengan Sang Pencipta. Manusia dianggap sebagai hamba Tuhan yang diwajibkan untuk tunduk dan patuh terhadap kehendak-Nya, namun penerapan ajaran agama secara keliru dapat menghasilkan interpretasi yang menyebut individu sebagai 'hamba yang hina.'

Naskah ini berasal dari provinsi Sumatra Selatan, Ogan Komering Ilir, dan memiliki karakteristik unik, seperti penulisan dari kanan ke kiri dengan aksara Jawi Malay. Meskipun memiliki kondisi yang kurang baik, naskah ini memiliki dimensi kertas sekitar 26x20cm, dengan blok teks berukuran sekitar 16x15cm, dan terdiri dari dua halaman.

Dalam paragraf kedua bagian pertama, naskah menggambarkan "bahwa jiwa yang memerintah dalam tubuh kita bukanlah hanya nama Muhammad atau Roh Kudus, tetapi hati yang bertaubat bagi umat manusia di dalam jantung kita."

Penelitian ini memberikan gambaran singkat tentang alur naskah kuno tersebut, dengan penulisannya oleh Ahmad Khatib ibn 'Abd al-Latif Khatib. Akhirnya, manuskrip dianggap sebagai warisan budaya dan hadiah dari masa lalu yang perlu dijaga melalui preservasi dan penelitian aktif.

Ghibran Asseghaf Al Farisi, Dr. Iin Suryaningsih, M.A.

Bahasa dan Kebudayaan Arab
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Al-Azhar Indonesia

2024

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun