Mohon tunggu...
Ghery Helwinanto
Ghery Helwinanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca memiliki banyak tujuan seperti mencari arah ke tempat tujuan, mencari arti dari suatu kata, mencari penjelasan dari suatu kejadian, dan lain-lain. Membaca juga tidak melulu soal buku, bisa juga koran, majalah, artikel ilmiah, artikel berita, peta, kamus, hingga bibliografi.

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

5 Tipe "Red Herrings" yang Perlu Kamu Ketahui dalam Cerita Misteri

11 September 2023   13:40 Diperbarui: 11 September 2023   18:32 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pixabay.com

Ketika menonton film misteri atau membaca buku dengan genre misteri, kamu akan mendapati yang namanya plot twist. Beberapa orang seringkali salah menafsirkan apa itu plot twist. Oleh sebab itu, aku menulisnya di salah satu artikel yang kamu bisa cari di sekitar artikel ini. Plot twist pada dasarnya muncul berkat dukungan dari banyak elemen dan salah satunya adalah dengan eksistensi red herrings. Jadi, apa itu red herrings?

Istilah red herrings sudah dikenal sejak awal tahun 1800-an. Ikan herring merah awalnya digunakan untuk melatih anjing pemburu dalam memburu seekor rubah. Ikan herring merah dipakai untuk menyesatkan penciuman anjing dari jejak rubah sehingga anjing secara tidak sadar akan mengikuti ke mana bau ikan itu. Pelatihan anjing pemburu akan berhasil jika anjing tidak terkecoh dengan jejak ikan herring merah itu. Dalam sebuah cerita, red herrings atau ikan herring merah bentuknya bermacam-macam, mulai petunjuk kecil, tokoh, hingga keseluruhan plot itu sendiri.

Menurut Studiobinder, red herrings atau ikan hering merah adalah unsur naratif yang dimasukkan ke dalam cerita oleh penulis untuk menyesatkan pembaca. Bukan menyesatkan dalam artian yang serius dan dilarang secara hukum atau agama, melainkan menyesatkan pembaca dari petunjuk yang sebenarnya atau dalam hal ini breadcrumbs atau "remah-remah roti" yang menjadi petunjuk yang mengarahkan pada plot twist. Jadi, plot twist pada dasarnya terjadi akibat dari pembaca atau pemirsa yang kehilangan jejak dari petunjuk yang sebenarnya. Bukan hanya sebuah objek, seorang karakter pun dapat menjadi red herrings pula. Menarik, bukan?

https://www.todayifoundout.com/wp-content/uploads/2016/05/herring.pngInput sumber gambar
https://www.todayifoundout.com/wp-content/uploads/2016/05/herring.pngInput sumber gambar

Hal ini sejalan dengan prinsip senjata Chekov, yang mana bila terdapat senjata yang digantung, mengapa tidak digunakan saja alih-alih dijadikan pajangan?

Mengapa red herrings ini sangat penting? Hal ini karena pembaca atau pemirsa akan dengan segera mengetahui siapa dalang di balik pembunuhan (jika itu tentang kasus pembunuhan) atau pelaku kejahatan. Tentunya, pembaca akan berhenti membaca sebelum pertengahan cerita jika tidak ada petunjuk yang menyesatkan mereka dalam cerita. Jadi, perlu diperhatikan dengan saksama penggunaan red herrings untuk menyesatkan pembaca dari petunjuk yang sebenarnya. Red herrings pada dasarnya cukup sulit untuk dibuat karena jika terlalu jelas, red herrings tidak akan banyak berguna.

Berikut adalah tipe-tipe "red herrings".

1. Who Done It

Red herrings tipe ini cukup sering digunakan sejak lama. Cerita misteri klasik tentang siapa dalang di balik sebuah peristiwa merupakan contoh akurat mengenai red herrings tipe ini. Cerita misteri akan berpusat pada siapa yang melakukannya sebab pelakunya tidak diketahui dan semua orang adalah tersangka. Penulis cerita yang baik akan menyesatkan pembaca dengan petunjuk-petunjuk palsu yang menjauhkan mereka dari petunjuk yang sebenarnya tepat di depan mata mereka. Lha, baru setelah pembunuhnya terungkap, tersangka-tersangka lainnya adalah red herrings yang dimaksud. Inilah yang diekspektasikan cerita misteri. Namun, ekspektasi itu sendiri juga bisa menjadi red herrings itu sendiri. 

Contoh, dalam film Murder On The Orient Express, semua tersangka merupakan pembunuhnya. Contoh tersebut juga merupakan "ekspektasi pembaca terhadap red herrings" yang menjadi red herrings karena pada dasarnya tipikal cerita who done it akan menjerumuskan kepada satu orang tersangka yang akan menjadi pelaku kejahatannya, namun ini tidak dan semua tersangka ternyata berpartisipasi dalam pembunuhan tersebut. Ide tentang who done it bisa bermacam-macam dan bergantung pada kreativitas penulisnya.

2. Unreliable Narrator

Unreliable narrator diterjemahkan menjadi narator yang tidak bisa diandalkan. Salah satu cara untuk mewujudkan tipikal cerita misteri dengan red herrings ini adalah menggunakan sudut pandang orang pertama. Sudut pandang orang ketiga juga dapat digunakan, namun tentunya harus mengandalkan bagaimana tokoh utama memandang dunia (POV) untuk memberikan peluang memutarbalikkan fakta tentang kebenaran yang sebenarnya terjadi. Dengan kata lain, seolah-olah tokoh utama atau narator menceritakan kejadian yang benar (menurut versinya) kepada penonton atau pembaca dan ternyata semua itu tidak benar-benar terjadi. 

Meski begitu, sangat penting untuk meletakkan petunjuk asli mengenai kebenaran yang terjadi di beberapa bagian cerita sebelum peristiwa asli dimunculkan. Hal ini memberikan kesempatan pada cerita agar tidak terlihat seperti penggunaan Deus Ex Machina yang malas pada penulisan cerita.

3. Emotional Effect

Meski terlihat mirip dengan unreliable narator, keduanya cukup berbeda. Emotional effect memungkinkan pembaca atau pemirsa untuk berekspektasi mengenai peristiwa yang terjadi di awal-awal cerita hingga ditemuinya peristiwa yang sebenarnya sebagai ending cerita tersebut. Penyesatan petunjuk ini memunculkan efek emosional sebagai bayaran pada penyelesaian cerita. Sebenarnya, cerita dapat berlangsung tanpa red herrings ini, tetapi dengan tambahan dari penyesatan petunjuk dalam cerita, efek emosional dapat ditingkatkan dibandingkan tanpa penggunaan red herrings tipe ini.

4. Historical Subversion

Pengetahuan tentang dunia nyata juga dapat menjadi red herrings. Unik, kan? Peristiwa yang kita tahu (berdasarkan peristiwa di dunia nyata) dapat menjadi petunjuk yang salah. Bukan berarti peristiwa tersebut (di dunia nyata) adalah salah. Namun, di dalam cerita, peristiwa tersebut dijadikan referensi cerita untuk menciptakan kesan documentary film tetapi dengan unsur rekaan atau fiksi atau karangan terlepas dari peristiwa apa yang terjadi "sebenarnya" di dunia nyata.

Kita tahu apa yang sebenarnya terjadi di dunia nyata. Namun di dalam film, hal itu bisa saja menjadi petunjuk yang salah dalam cerita. Seperti, jika seorang tokoh seharusnya mati di dunia nyata karena suatu peristiwa, di dalam cerita karakter tersebut berhasil selamat dari peristiwa tersebut dan hidup dengan identitas baru misalnya. Katakanlah Michael Jackson yang seharusnya meninggal di dunia nyata karena penyakitnya, ternyata berhasil menjalani operasi dan hidup dengan identitas baru sebagai orang biasa di sebuah negara misalnya (terlepas dari bagaimana penulis membuat cerita, baik tentang konflik cerita dan drama di dalamnya). 

Kejadian itu (di dalam cerita) akan mengubah sejarah (masih di dalam cerita). Mungkin dengan cara penceritaan ini akan menghasilkan realitas alternatif yang lebih memuaskan daripada peristiwa yang terjadi di dunia nyata, yang mana kesalahan di masa lalu dapat diperbaiki (dalam cerita, bukan di dunia nyata).

5. Casting And Marketing (CAM)

Casting dan marketing mungkin terdengar sangat bisnis, namun bukan itu maksudnya. Casting and marketing (CAM) ditujukan untuk penggantian karakter guna kebutuhan cerita. Misalnya, dalam sebuah cerita kita dapat membuat seseorang menjadi seorang tersangka. Tetapi dalam jalannya cerita, tersangka itu bukanlah tersangka yang sebenarnya karena dia tiba-tiba saja ditemukan mati dan peristiwa pembunuhan masih saja terjadi. Lantas siapa pelaku sebenarnya? 

Dalam casting and marketing (CAM), tersangka berikutnya atau orang yang dicurigai sebagai pembunuhnya kembali ditemukan mati dan tentu saja hal ini semakin sulit ditebak siapa pembunuh yang sebenarnya di awal cerita. Inilah casting and marketing, pemilihan cast atau tokoh untuk mengisi cast yang dibutuhkan selama cerita berlangsung. Meski terlihat seperti dadakan atau terlalu dipaksa, penulis masih perlu meletakkan petunjuk tentang siapa dalangnya di beberapa bagian. Namun, dengan jeli pula penulis harus mengalihkan perhatian pembaca dengan red herrings tipe ini.

Tak hanya tentang pemilihan tokoh atau casting, red herrings tipe ini juga dapat memanfaatkan gangguan kepribadian pada tokoh sehingga seolah-olah tokoh yang tidak akan terpikirkan untuk melakukan kejahatan ternyata adalah dalang di balik semuanya. Hal ini karena casting and marketing digunakan untuk menjauhkan tokoh atau dalang peristiwa dari kecurigaan penonton. Tetapi, perlu diingat kembali untuk memberikan petunjuk asli yang memiliki hubungan dengan peristiwa nyata yang akan dimunculkan itu di awal cerita sehingga masih masuk akal untuk terjadi.

Jadi, jika mau mulai menulis cerita dengan genre misteri thriller, kamu mungkin sangat perlu mempertimbangkan eksistensi red herrings dalam ceritamu. Taruh kecurigaan pada tokoh yang tidak bersalah, menggunakan sejarah nyata untuk mengguncang ekspektasi pembaca/penonton, atau kamu juga bisa mengandalkan narator yang sebenarnya tidak dapat diandalkan tentang kebenaran yang disampaikannya. Apa pun red herrings yang dipakai, penting juga untuk meletakkan remah-remah roti/ breadcrumbs/petunjuk asli di dalam cerita sehingga plot twist yang muncul masih masuk akal terjadi.

Begitulah akhir artikel ini. Jika tertarik dengan elemen-elemen dalam menulis, kamu bisa menekan dashboard-ku untuk melihat artikel-artikel lainnya yang masih berhubungan dengan tema menulis cerita. Jika ingin bertanya atau memberikan ide, kamu bisa melakukannya di kolom komentar di bawah ini. Adios!!

Referensi

https://www.studiobinder.com/blog/what-is-a-red-herring-definition/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun