Perjalanan ini diawali dengan deg-degan di gate boarding ke pesawat RyanAir FR 2054 Manc - Lisbon pada Senin (15/12) sekitar pukul 9pm (UK time) . Pasalnya, kami belum melakukan cek dokumen di check in desk. Kami tidak tahu menahu jika harus melakukan hal itu, hehe, mentang-mentang pakai service passport, jadi setelah lolos dari security scanning sudah merasa aman sentosa hingga duduk manis di pesawat. Ternyata, kami harus deg-degan pada saat petugas bilang, “you may not be allowed to board” sambil meminta tiket dan passport kami. Seketika raut muka langsung ditekuk dong, sambil dalam hati teriak, “whaaat… are you kidding me?” meski sisi hati yang lain juga mengakui kesalahan dan kekurangcermatan kami dalam melihat tiket dan peringatan “All non EU/EEA passenger must (bold) go to the bag drop/visa check desk before going through security to have their travel document checked and boarding pass stamped or travel will be refused”. Begitulah, peringatan sejelas itu kok ya bisa-bisanya kami abaikan, haha, saking excitednya mau ke Lisbon (ndeso mode on)…
Meski menekuk muka dan hati berteriak pasrah pasrah, ikhlas ikhlas jika pun harus puter balik badan dan melangkah keluar bandara, tapi sisi hati yang lain sedang berdoa dengan khusu’ agar ada tangan Tuhan yang bekerja untuk memberangkatkan kami. Daaan, doa kami dijawabNya, alhamdulillah… Dramatis deh pokoknya, sampai kami tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih ke petugas itu… Dan tentunya ini menjadi pelajaran berharga bagi para pemegang service passport, meskipun sudah free visa entry di beberapa negara EU tapi harus tetap harus teliti dengan segala bentuk peringatan yang tertera di tiket, ya…
——
Nama penginapan di Lisbon enggak banget deh, masa Unreal Hostel (tapi ini beneran real lho hostelnya), haha, tapi fasilitas minim sekali, masih mending hotel bintang 2 di Bali yang aku pernah nginep dulu tahun 2007 (saat membantu Tim Kritis Prima Tani), disediakan sabun dan handuk, sprei juga sudah terpasang rapi di kasur. Lha si Unreal Hostel ini… kayak kita tuh pulang ke kamar sendiri di rumah orangtua, sprei disiapkan di kasur, kita yang harus memasangnya sendiri (ini kasuistik ding, kalau orangtuanya berbaik hati memasangkannya sebelum kita sampai di rumah, maka contoh kasus tidak berlaku). Eh beda ding dengan pulang ke rumah sendiri, kalau ke rumah sendiri, handuk siap, sabun juga… Tapi di si Unreal ini mesti bayar jaminan dulu baru dipinjemin handuk, boro-boro kalau ukuran handuknya bisa menutup sepanjang kaki, ini mah kayak handuknya Kiakiokiko_0+ (hihihi…).
——
Untuk menghemat energi dan emosi, maka kami memutuskan untuk membeli paket wisata City Gold seharga 40 euro. Fasilitas yang kami dapatkan adalah one day sightseeing in Lisbon (1st day) + shuttle bus + one day sightseeing in Sintra (2nd day), katanya brosur sih dengan mengambil paket itu kami hemat 17%. Ya wis lah, percaya aja…
Day 1: @Lisbon
Paket itu menyediakan dua rute yang bisa kami explore seharian, red line dan blue line. Awalnya kami menikmati blue line. Sepanjang jalan bunyi shutter kamera hape (i wish i bring my canopi) terdengar bersahut-sahutan sambil sesekali kami berlontaran (eh ada ga ya kata imbuhan ini di KBBI? hihihi) komentar tentang pemandangan baru yang kami lihat. Aku personally, terpana dengan kereta kuno, disebutnya TRAM 28 (entah apa makna di balik angka 28, ga nemu penjelasannya). Hanya disebutkan begini yang kutemukan di brosur, 'Tram 28 is the most distinguishing of Lisbon. In its wake, whch passes by Baixa, by Se and Alfama, by Graca and by Chiado and Bica, and spreads to Estrela and Campo de Ourique, it is possible to watch an old charming and stylish Lisbon' (anonim, no year, no page).
Blue line mendamparkan kami di Baixa/Chiado. Di sini kami menikmati suasana seaside dengan ombak yang teduh, karena meskipun laut ini adalah samudra Atlantik, tapi bukan yang laut lepas, karena di ujung seberang sana adalah Benua Afrika, dan sepertinya kelihatannya tidak terlalu jauh, entah berapa km jarak yang terbentang, aku belum sempat nyari literaturnya, nanti ye setelah note catper ini jadi mungkin akan ku-riset meski lewat wikipedia, hahah. Selain itu, di Baixa ini kami juga menikmati kunonya bangunan gedung-gedung kementerian, city hall, pusat perbelanjaan (Rua do Comercio), pedestrian… dan hampir 100% (hampir ya, hampir) menggunakan bahan porselen (tile), dinding gedung, lantai, bahkan paving block-nya juga.
Di brosur promosi yang kuambil dari meja resepsionis si Unreal, tertulis begini, 'The Baixa it’s the heart of Lisboa, rebuilt after 1755 earthquake, by the lead of the Marques de Pombal…. Baixa is Lisboa’s symbol, all full of history. The area of Chiado is another of Lisboa’s symbols. …. In 1988, after a terrible fire that almost burnt the quarter of the ground, the Chiado area was rebuilt by architect Siza Viera. Extremely lively and commercial, it is quite district, a place where writers and artist meet in cafes' (anonim, no year, no page). Dan memang, karya seni itu terlihat nyata disini, seperti misalnya seni menata paving block menjadi sebuah bentuk bunga (atau semacam bentuk ukir-ukiran gitu deh, kagak tahu gue apa ya namanya).
Rute blue line tidak sempat kami jelajahi sampai tuntas, karena waktu terasa berlari cepat. One day trip in Lisbon berakhir pada pukul 5pm, jadi kami pun memutuskan untuk menjelajahi rute red line secara tuntas. Maka sekitar kurleb 45 menitan (kira-kira kasar, lupa waktu pokok men kalau sudah terbengong-bengong dan ceklak ceklek hape, haha), kami hanya duduk manis di bus Hop On Hop Off. Yang terlihat di map, red line memang lebih panjang rutenya, meskipun jika di list destinasi dan dibandingkan dengan blue line, keduanya sama-sama punya 23 list lokasi (jadi total ada 46 tempat). Naah kan sangat tidak mungkin kalau dalam sehari itu kami bisa mengabadikan semuanya dalam rekaman gambar di hape. Maka biarkan aku menuliskan ini untuk juga menjadi penjaga kisah perjalanan keliling Lisbon, ibukota Portugal, negara yang pernah menggoreskan sejarah kelam di Bumi Pertiwi, terutama di Maluku Utara (colek ah mas bro penghuni Ternate dan Kusu, hihihi) dan di pulau-pulau lainnya (hahah takut salah sebut gue, nilai pelajaran Geografiku payah tenan).
Oh ya, cerita kulinernya skip aja ya.. Sudah terwakili oleh postingan foto menu lunch dan dinner di FB aku, live report sebelum menu itu tandas mengenyangkan perutku, hehe… Oh yang belum kuposting adalah street-food yang juga menggunakan gerobak, seperti penjual kacang rebus di pasar malam, dengan asap yang mengepul-ngepul… Seorang teman membeli secontong, dan makanan itu adalah walnut bakar. Enak juga rasanya...
——
Day 2: @Sintra
Jika kaset perjalanan kemarin itu ada tombol rewind, aku pengen sekali menekannya, dan aku ingin kembali ke saat-saat menginjakkan kaki di Sintra. Aku ngga bisa nulis banyak tentang Sintra. Unfortunately, I did not find any brochure of Sintra; I just have a map of Parque de Pena in Portugese, so… Give up deh kalau disuruh nanya mbah Google tentang arti dari keterangan di map itu, banyak buuuk.... Yang jelas, Sintra ini lebih punya kekuatan magis yang menarikku untuk betah berlama-lama di kota ini, sampai aku berucap janji seperti janjiku pada Bromo dulu (hahah, disini kuucap janji itu, klik dong); "Sintra, aku akan datang lagi padamu di suatu saat nanti, amiiin…” (Hanifah, 2014).
Kalau Lisbon adalah kota pinggir laut yang menghadap ke Benua Afrika, nah Sintra ini kota pinggir laut yang langsung berhadapan dengan Samudra Atlantik. Wooaaaa… Cool huh?!
Perjalanan Lisbon—Sintra sangat cepat, tak lebih dari 40 menit. Jalanan beraspal yang nyaman; akses informasi lengkap yang dapat dinikmati dari headset - kalau ngga mau ndengerin ya tinggal copot aja headsetnya; pemandangan kanan kiri yang sangat berbeda dari yang pernah kunikmati saat ikut trip-nya international society ke Whitby seaside, UK. Dalam perjalanan itu, kami disinggahkan ke lokasi yang terlewati, aku lupa namanya, yang kuingat dari siaran via headset adalah lokasi ini dibangun dengan mengadaptasi bentuk penjara Bastille di Paris. Di sini hanya 10 menit, dan kami pun melanjutkan lagi perjalanan ke Sintra.
Sebenarnya waktu di Sintra itu kami merasa agak kurang nyaman, mengingat flight ke MCR di hari itu juga pukul 6pm. Jadi praktis kami seperti dikejar waktu saat menikmati keindahan lokasi yang dikunjungi. Seperti rute di Lisbon, di Sintra juga ada red line dan blue line; red line juga punya jangkauan yang lebih panjang daripada blue line. Kami tak punya pilihan, maka kami naik Hop On Hop Off yang sudah siap tersedia, dan itu ternyata adalah red line. Baiklaaah… Mari mengeksplore Sintra sesuai waktu yang tersedia...
Tujuan pertama, kesini nih, Cabo da Roca, dimana sebagian besar waktu kami habiskan disini. Cabo da Roca adalah destinasi pinggir laut Atlantik dengan deretan bukit hijau di sisi yang lain, dan karang terjal di sisi yang lainnya lagi. Angin bertiup sangat kencang, suara gemuruhnya terdengar kencang dan bahkan bisa saja menumbangkan berdiriku jika aku tidak menyadarkan diri dengan kekuatan berpijak di bumi, walah, lebay, eh tapi temenan lho iki. Awalnya aku mencoba bertahan tanpa jaket musim dingin, tapi itu tak berlangsung lama, hanya setelah puas mendokumentasikan pose pose tanpa jaket, cepat-cepat kukenakan lagi jaket plus hoodie penutup kepala, biar ngga masuk angin buuuk…
Sambil menunggu bus datang untuk melanjutkan ke lokasi berikutnya, kami berselancar oleh-oleh, dan lagi-lagi post-card yang selalu kami beli. Aku juga sempat menikmati es krim rasa walnut, eh enak gile… masih kebayang pas nulis ini juga, hahaha…
Bus datang. Kali ini ada yang menarik hati kami, para wanita, hahah wajar, siapa lagi kalau bukan driver busnya. Baru deh ngerasa ketemu orang Portugal seperti yang banyak diperbincangkan orang-orang, hahah… Ada kok dokumentasinya, dengan kacamata ribbon di atas kepalanya, hadeeeh, gegara njepret nih jadi bisa nulis gini, hahah… Sudah ah, abaikan paragraf ini….
Tujuan kedua, adalah Istana Pena (Palacio da Pena). Tapi sayang, waktu kami menginjakkan kaki disini, jam sudah menunjukkan pukul 2pm. Hanya tersisa 1 jam dari jadwal kami harus cabut dari Sintra dan menuju airport. Selain itu, untuk masuk Park atau Istana ini, ada HTM 11.5 euro. Maka hitungan matematika dengan prinsip efisiensi pun beraksi. Kami berhitung cepat… Dengan nominal segitu, dengan waktu 1 jam, berapa banyak spot menarik yang bisa kami kunjungi? belum lagi hati dag dig dug menunggu taxi yang akan membawa kami ke airport. Maka, kami pun bertanya ke penjaga gerbang masuk. Apakah waktu 1 jam cukup untuk berkeliling taman/istana? Dan jawabnya adalah, "you need at least 2-3 hours”. Baiklaaah… Dan kami pun memutar haluan ke Castle yang tak jauh dari Istana itu (jalan kaki menurun sekitar 15 menit kecepatanku, kata penjaga gerbang itu 10 menit). Lagi-lagi karena dikejar waktu, Castle pun tak jadi kami jelajahi. Kemudian kami kembali ke point meeting dengan taxi yang sudah kami pesan lewat si driver yang menarik hati tadi, hahaha…
Jadi, sebenarnya di Sintra ini, kami hanya menjelajah Cabo da Roca saja. Hiks hiks… Padahal masih buanyak sekali spot destinasi yang obligatory lhooo… Ada 29 locais de interesse… Nah kaaan… Siapa coba yang ngga mau kesini lagi? Aku mauuuu….
And finally...
Time to say Goodbye Lisbon, Goodbye Sintra… I keep my promise for you, Sintra!
——
Manchester City, 19 Dec 2014: 1.02am
(unforgettable trip, 15-17 Dec 2014) - Foto dokumentasi menyusul untuk diupload.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H