Memasuki tahun 2024, Indonesia menghadapi perubahan besar dalam kebijakan perpajakan dengan  kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Arahan yang tertuang dalam UU HPP menimbulkan reaksi beragam dari para pemangku kepentingan perekonomian, khususnya sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang merupakan tulang punggung perekonomian nasional.
Dampak Langsung Terhadap UMKM
Kenaikan PPN sebesar 1% akan berdampak cascading pada rantai bisnis UMKM. Berdasarkan survei Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2023), sekitar 64,2% Â UMKM mengalami peningkatan biaya operasional akibat kenaikan PPN. Hal ini mempengaruhi harga jual produk dan harus disesuaikan untuk menjaga margin keuntungan.
Kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) pada tahun 2022 menemukan bahwa kenaikan pajak pertambahan nilai dapat menurunkan daya beli masyarakat sebesar 2,3%. Penurunan tersebut tentu menjadi tantangan  bagi UMKM dalam mempertahankan omzetnya.
Peluang di balik tantangan tersebut
Meski terkesan berat, kenaikan PPN memberikan sejumlah peluang bagi UMKM yang adaptif:
Digitalisasi perekonomian
Data  Kementerian Komunikasi dan Informatika (2023) menunjukkan  UMKM yang sudah mengalami digitalisasi transformasi telah dicatat. Penjualan 26% lebih tinggi dari sebelumnya. Kenaikan PPN mendorong lebih banyak UMKM untuk mengoptimalkan platform digitalnya guna menekan biaya operasional dan memperluas jangkauan pasar.
Inovasi Produk dan Layanan
Studi Bank Indonesia (2023) menemukan bahwa 47% UMKM yang mengembangkan produk inovatif mampu mempertahankan pertumbuhan bisnis meskipun ada tekanan ekonomi. Kenaikan PPN akan memberikan peluang bagi UMKM untuk meningkatkan nilai tambah melalui diferensiasi produk.
Efisiensi Operasional