Star Weekly dan Keng po yang awal mulanya dikomandoi oleh Khoe Whon Sioe dan Injo alhasil dipaksa tutup buku pada 11 Oktober 1961, persis semester keempat Orde Lama berhelat. Ojong tetap optimis. Dibalik kabut hitam yang menghadang, ada secercah cahaya yang menggantikannya. Adalah optimisme dalam diri yang membangun untuk hengkang dari keterpurukan.
Dalam buku Syukur Tiada Akhir; Jejak Langkah Jakoeb Oetama (Penerbit Kompas, 2011) menjabarkan dari peristiwa ke peristiwa, proses lahirnya Kompas yang muncul dari komunikasi lugas antara P.K Ojong dan beberapa Menteri Orde Lama waktu itu, antara lain; Soebandrio, Ahmad Yani dan Ir. Soekarno.
Dekrit 5 Juli 1959 ialah titik kunci mengapa Star Weekly dan Keng Po kudu tutup buku. Selanjutnya, Menteri I Subandrio menjelaskan. Bahwasannya pemberedelan itu disebabkan oleh penyeringan secara revolusioner, siapa kawan dan siapa lawan. Tak dinaya, mereka semua menerka, apa maksud siapa kawan dan lawan? Mafhum mereka pun alhasil memahaminya.
Tokoh kunci selanjutnya Frans Seda dimana juga berkecimpung dalam Partai Katolik. Frans Seda duduk sebagai Menteri Perkebunan. Ia berpengaruh ketika menyampaikan keluh kesah Ahmad Yani, untuk dapat dengan segera membentuk media agar menandingi agitasi yang dilakukan oleh Partai Komunis pada waktu itu.
Keluh kesahnya pun, alhasil direkam dan disampaikan ke beberapa kawan, termasuk; P.K Ojong, I.J Kasimo, dan Frans Seda untuk membicarakan pembuatan media cetak. Nama Bentara Rakyat muncul sebagai opsi untuk menjadi nama yang akan ditawarkan sebagai solusi keresahan Ahmad Yani.
Nama Bentara diambil dari tokoh Kanis Pari (tokoh katolik Flores) yang membuat lentera media cetak, di tanah Flores. Sontak, mereka sepakat untuk menggunakan nama "Bentara", ditambahi "Rakyat". Nama rakyat sendiri diambil untuk mengimbangi Harian Rakjat, milik golongan komunis waktu itu.
Frans Seda, dengan beberapa kepiawaiannya untuk komunikasi dengan Soekarno alhasil berlangsung. Soekarno, menyepakati tekad para pemuda untuk membuat sebuah Koran berita. Soekarno nyeletuk untuk mengganti namanya menjadi "Kompas". Alasannya ialah kompas sebagai penunjuk arah rakyat ketika mereka membacanya.
Kompasiana hari ini menjadi ruang blogging ratusan penulis yang terhimpun di dalamnya. Setelah Kompas diresmikan pada 28 Juni 1965, Kompas resmi menyigi pelbagai informasi yang bertebaran di Indonesia.
Kompasiana ialah ruang khusus Petrus Kanisius Ojong untuk menyampaikan gagasannya, seperti halnya Catatan Pinggiran yang ada di Majalah Tempo dari satu sampai dua belas, selalu diisi oleh Goenawan Mohammad.