Pada media perjuangan kemerdekaan, mafhum mereka memberikan sentilan kuat atas kolonilisme yang dilakukan oleh penjaja. Jurnalis berperang menggunakan pena. Jurnalisme waktu itu juga ladang tempur ideologis. Misal saja Mas Marco Kartodikromo yang notabene ialah anak didik dari Tirto Adisoerjo dengan judul Awas! Kaom Joernalist, bersuara lantang pada 14 Agustus 1918 terbit di Sinar Hindia, melalui puisi menggelegar untuk memupuk keberanian atas resiko ancaman berujung mati bagi seorang pejuang sejati.
Medan Prijaji gubahan Tirto Adisoerjo jadi penanda pergerakan awal untuk memberikan informasi, pendobrak tabir kolonialisme, sampai pembentuk kesadaran kolektif melalui wadah organisasi. Kepiawaian Tirto Adisoerjo itu pada tahun 1909, lalu membentuk Serikat Dagang Islam dan selanjutnya ia mengirim surat ke Laweyan Surakarta, mengajak borjuis batik H. Samanhudi untuk memperlebar perlawan.
Naas, medio 1912 karena kuatnya Serikat Dagang Islam menjamur di tanah Surakarta, membuat keberadaan organisasi dibabat oleh kolonial belanda, namun nyalanya itu tak pernah terbendung hingga dipegang oleh orator ulung H.O.S Tjokroaminoto. Tak hanya Tirto Adisoerjo, Haji Misbah yang acap kali di kenal sebagai haji merah, punya senjata media cetak bernama (Rakyat Bergerak; 1923), terpantik oleh perkumpulan IJB (Indiers Journalist Bond).
Ketika Martin Heidegger bersua ke Museum Stedelijk (1930) dan melihat sepatu Van Gogh, selanjutnya Martin mengangkat pengalaman tersebut melalui ceramahnya di Kota Freiburg. Secara empiris ialah sepatu, namun secara historis terdapat pemaknaan nilai, pengalaman yang terkandung didalamnya.
Media cetak acap kali dinilai sebagai lembaran kertas yang bergesekan membuai aroma khasnya itu. Bila kita telaah lebih dalam, setiap lembar yang disajikan itu menorehkan telaah filosofis, bagaimana gurata tinta pada kertas itu memiliki pengalam tersendiri dalam membaca Koran berbentuk fisik.
Kegandrungan media cetak mafhum kita ketahui menuai banyak gilang-gemilang. Perubahan zaman tidak bisa kita bendung. Perubahan demi perubahan harus diamati secara lamat-lamat agar tak keblinger memaknainya. Melibatkan masa lalu itu penting untuk penentuan masa depan yang baik.
Sejak ditemukannya konsep Artificial Intelegence (AI), segala bentuk kebutuhan manusia hampir teratasi. Peralihan media cetak menjadi media daring atau online merupakan gejala baru bagi beberapa media cetak untuk menentukan supply and demand terhadap kondisi hari ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H