Mohon tunggu...
Ghaisyani HaibahNur
Ghaisyani HaibahNur Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa Universitas Jember

...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ekternalitas Negatif yang Ditimbulkan Eks PT Kertas Leces

6 April 2023   01:53 Diperbarui: 6 April 2023   15:38 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PT. Kertas Leces mungkin terdengar cukup asing di telinga kalian. Namun, pabrik kertas ini merupakan salah satu pabrik kertas terbesar pada zamannya. PT. Kertas Leces merupakan pabrik penghasil kertas yang telah didirikan sebelum kemerdekaan. Pabrik kertas Leces didirikan pada tahun 1939. Pabrik ini merupakan pabrik kedua yang didirikan di Indonesia setelah PT. Kertas Padalarang di Jawa Barat. Pabrik Kertas Padalarang didirikan berkaitan dengan adanya Perang Dunia I (1914-1919). Awalnya, Belanda selalu mendistribusikan kertas untuk keperluan administrasi di Indonesia. Karena adanya Perang Dunia I, Belanda tidak lagi dapat mendistribusikan kertas ke Indonesia. Oleh karena itu, kertas di Indonesia menjadi langka dan segala urusan administrasi pun menjadi terhambat.  Akhirnya, pada 22 Mei 1922, Belanda pun mendirikan pabrik kertas pertama di Indonesia yaitu N.V Papieren Fabriek (sekarang ganti nama menjadi PT. Kertas Padalarang) yang terletak di Padalarang, Jawa Barat. Pabrik kertas ini mampu memproduksi kertas sebesar 9 ton per harinya. 

Semakin kesini, semakin besar permintaan kertas di pabrik kertas pertama ini. Oleh karena itu, didirikanlah pabrik kertas kedua pada tahun 1939. Pabrik kertas kedua ini diberi nama N.V Papier Fabriek Letjes yang berlokasi di Leces, Probolinggo, Jawa Timur. Meskipun didirikan pada tahun 1939, pabrik kertas ini baru dioperasikan pada tahun 1940. Di awal didirikannya, pabrik ini sudah mampu memproduksi kertas sebanyak belasan ton. Pabrik yang memiliki luas sekitar 10 hektar dengan gedung yang memiliki 2 tingkat ini menjadi pabrik terbesar di Jawa pada masa itu. Mesin-mesin di pabrik ini juga dikirim langsung dari Eropa. Bahan kertasnya sendiri merupakan jerami. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kertas baik secara domestik maupun internasional. Saat itu, pabrik kertas Leces menjadi andalan para Pemerintah Belanda. Banyaknya permintaan membuat omset dari penjualan kertas ini membludak. 

Setelah kemerdekaan, pabrik kertas ini diganti namanya menjadi PT. Kertas Leces. Setelah itu pula, permintaan kepada perusahaan semakin meningkat karena adanya koran atau surat kabar. PT. Kertas Leces mampu berjaya hingga 50 tahun setelah didirikannya. Tidak hanya memberi dampak positif bagi perusahaan saja, dengan berjayanya pabrik ini, masyarakat yang tinggal di sekitarnya juga hidup sejahtera karena adanya lowongan pekerjaan maupun hal lain.

Setelah berjaya, bukannya semakin baik, namun perusahaan ini justru memiliki masalah di bagian keuangannya. Manajemen perusahaan yang kurang dikelola dengan baik menyebabkan PT. Kertas Leces terlilit hutang yang banyak. Hutang dari pabrik kertas ini tersebar dimana-mana. Gaji para karyawan pun tidak dibayarkan.

Karena hal itu, pada 25 September 2018, pabrik ini diputuskan pailit atau bangkrut oleh Pengadilan Niaga Surabaya. Setelah diputuskan pailit, perusahaan juga harus menjual asetnya untuk membayar hutang kepada kreditur sebesar 1 triliun rupiah. Saat ini, PT. Kertas Leces sudah resmi dibubarkan oleh Jokowi.

Untuk membayarkan hak karyawan yang dirumahkan, PT. Kertas Leces melelang asetnya. Mulai dari tanah, bangunan, alat berat, mobil, hingga motor. PT. Kertas Leces sudah beberapa kali melakukan lelang asetnya tersebut.

Pada Kamis, 19 Januari kemarin, Komunitas Peduli Lingkungan Alam Hijau ditemani dengan Serikat Paguyuban Pekerja (Pakar) melakukan aksi demo terhadap pemenang lelang eks PT. Kertas Leces. Aksi demo dilakukan karena mereka menuntut pertanggung jawaban dari pemenang lelang eks PT. Kertas Leces sebab pembuangan limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya) jenis black liquor yang dilakukan secara sembarangan. 

Asmawi sebagai penasihat Komunitas Peduli Lingkungan Alam Hijau mengatakan jika pihaknya menemukan adanya pelanggaran pencemaran lingkungan yang dilakukan pemenang lelang sebab melakukan pembuangan limbah B3 black liquor secara sembarangan. Diperkirakan, pembuangan limbah B3 secara sembarangan sudah dilakukan sejak setahun lalu.

"Padahal kami telah mengingatkan kepada mereka agar mengelola limbah sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun, kenyataanya sering tidak diterapkan," ucap Asmawi sebagai penasihat Komunitas Peduli Lingkungan Alam Hijau.

Asmawi mengatakan total limbah B3 black liquor yang ada di sana seberat 20 ribu ton. Limbah sampah B3 tersebut dibuang ke dalam bekas tempat pengolahan air limbah di pabrik tersebut. Karena sudah tidak dapat berfungsi, limbah B3 black liquor yang dibuang ke dalam bekas tempat pengolahan air limbah tersebut meresap ke dalam tanah dan mengalir ke sungai yang terletak di dekat eks PT. Kertas Leces tersebut.

"Memang dampaknya tak bisa dirasakan instan. Jika dibiarkan tentunya bisa membahayakan warga sekitar dan biota yang hidup di sungai," ucap Asmawi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun