/1/
Beberapa malam terakhir
entah oleh sebab apa ia terbangun, melihat
sosok-sosok yang telah menjadi patungÂ
saling kunjung
oh, itu bukan patung-patungÂ
mereka manusiaÂ
atau yang sekali waktuÂ
pernah menjadi manusia
seperti dirinya?
Ia bertanya entah tentang siapa
/2/
Ia telah membeli kaca mata untuk berjaga-jaga
bila terbangun lagi malam ini
ia akan mampu membedakan patung-patung
dari manusia,
dari dirinya
tapi ia tak melihat (si)apa-(si)apa
hanya suara-suara berkisah tentang kemarau  panjang
yang membakar ladang-ladang jagung
seperti kabar kematian yang dekat meski tetap asing
/3/
Aku bosan menjadi patung, ia mendengar sebuah suara
Oh, aku sudah lelah menjadi manusia,
Lalu kisah-kisah mengalir lewat sepasang mulut yang
bertukar suara.
Malam basah, rupanya di luar sedang gerimis
dia takut pada gelap, juga lelap
dibiarkan telinganya terbuka,
menangkap suara-suara
/4/
Jadi apakah patung ini harus dirobohkan juga?
Ya. Kasihan. Ini patung paling indah di kota kering ini.
Ia mendengar mesin-mesin bekerja
/5/
Tubuhnya rubuh, hancur berkeping-keping
Oh, aku hanya sebuah patung!
Ia berseru, entah kepada (si)apa.
Kupang, 17-19
Gusty Fahik -Komunitas Penulis Kompasiana Kupang-NTT (Kampung NTT)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H