Awalnya karena resah listrik di tempat saya tinggal sering kali terjadi pemadaman itu di luar pemeliharaan jaringan dan faktor cuaca ekstrem, seperti dalam kurun dua mingguan ini sudah tiga kali mati listrik dini hari hingga subuh. Bukan masalah besar sebenarnya, hanya saja jadi tidak nyaman saat stok lilin tidak ada.
Baca Juga: Selain Subsidi Listrik Gratis dari PLN, Kita Juga Tetap Bisa Berhemat
Akhirnya dari pada nyetok lilin terus mending punya sesuatu yang bisa diandalkan saat terjadi pemadaman listrik, pilihan ada dua kemudian beli atau DIY (do it your self) alias bikin sendiri.
Namun setelah dipikir-pikir, akhirnya saya putuskan mempunyai dua-duanya, jaga-jaga jikalau hasil dari DIY tidak bisa digunakan.Â
Awalnya bingung bagaimana cara membuatnya, karena jujur 'nol putul'Â masalah elektonika, payah di matematika dan dulu benci fisika, untung hari ini ada internet cukup mengetikkan beberapa kata di kolom pencarian pada peramban hasilnya ada ratusan cara.Â
Singkat cerita kita perlu tiga komponen utama, batere sebagai sumber listrik, komponen elektronika, dan lampu, kemudian dirangkai sedemikian rupa sehingga menjadi sumber penerangan mandiri/alternatif.Â
Tapi setelah dipikir-pikir saya tidak jadi memakainya karena takut, tidak adanya pengalaman dibidang elektronika ditambah batre lipo yang gampang melembung, akhirnya pilihan jatuh pada batre lithium-ion, yang berjenis 18650.
Selain membeli, kita bisa dengan mudah menemukan batre 18650 ini, powerbank, battery pack pada laptop maupun powertools yang cordless.
Yang biasanya terjadi adalah, salah satu 18650 memang rusak dan kebetulan berada dalam rangkaian seri, maka BMS(battery management system)nya menganggap semua batre rusak.Â
Kedua, BMSnya rusak karena terjadi situasi tertentu, misalnya jaringan listrik tersambar petir, kebetulan sedang di-charge, atau terjadi short pada laptop. Terakhir, BMS-nya mempunyai sistem hitung mundur sesuai datasheet batre 18650 yang di atas kertas maksimal recycling-nya 500 kali.