Bagi saya, yang paling utama dalam mencari sesuatu dalam jagad world wide web adalah mengetikkan keyword pada kolom search bar di browser. Kemudian jika sudah muncul laman pada mesin pencari Google, hal selanjutnya yang saya kerjakan adalah mengeklik tab image, setelah menemukan konten visual yang saya rasa tepat barulah klik view page. Jadi, yang utama adalah image dulu baru konten tulisannya.
Begitu juga jika saya menuliskan sesuatu di sini, jarang sekali tanpa konten visual, baik itu ilustrasi ataupun visual penguat dan pendukung tulisan. Dalam pemahaman sederhana saya, konten visual adalah ruh dari konten tulisan, dia akan merepresentasikan isi tulisan itu sendiri.
Manusia adalah makhluk visual. Wajar saja ketika kita dihadapkan pada suatu artikel, pada akhirnya mata ini mencoba mencari sesuatu yang berbeda di antara barisan teks. Visual bisa sebagai oase bagi mata di antara padang pasir tulisan.
Ternyata ada penelitiannya
Kenapa visual itu menyenangkan? Karena memang otak kita lebih cepat memproses visual dari pada sederetan teks, menurut penelitian hingga 60.000 kali lebih cepat. Kemudian visual akan lebih diingat, presentasenya ialah 10% suara, 20% buat teks, dan sisanya adalah visual.
Seperti yang telah kita ketahui, visual bisa berupa foto, gambar atau grafik dan audio visual. foto dan audio visual tentu kita sudah tahu persisnya, dan tulisan kali ini ingin menyinggung sedikit tentang grafis sebagai penguat konten tulisan.
Sebagai sesuatu yang dirancang untuk diciptakan, grafis sebagai karya tentu memiliki unsur/elemen, susunan dua atau lebih unsur/elemen ini yang akhirnya memiliki bentuk, arti dan makna.
Fotografi sebenarnya juga ikut menggunakan elemen saudara tuanya ini.
Sebagai orang yang awam tentang seluk-beluk grafis hanya menyenangi, dan tidak pernah mendapatkan teori yang mendalam tentang grafis, seperti teman-teman di jurusan desain grafis (dulu), sekarang mungkin namanya desain komunikasi visual, saya melihat ada sebuah tren terutama dalam konteks digital. Tren yang dulu pernah ada di sekitar tahun enam puluhan, yaitu
flat design. Desain grafis yang sangat sederhana, tidak ada
shadow,
bevel, ataupun gradasi, sekilas mirip
vector dari pada gambar
raster. Tren ini diawali Windows 8 dengan
metro design-nya (yang kemudian diberi nama
modern design, istilah pada windows 10), walaupun sebenarnya berbeda kemiripan ini yang membuat
flat design tahun jadul itu kembali bersemi, CLBKmungkin yah.
Sampel metro design, dan color palette-nya
contoh flat design, dan color palette-nya
Hari ini, Google juga tidak ingin ketinggalan membuat sebuah gaya sendiri, namanya
material design. Pembedanya dengan
flat design adalah kembali aktifnya sumbu z, setelah pada flat design hanya sumbu x, dan sumbu y. Berarti ada ruang, setelah hanya bidang, ada kedalaman tentu saja kembalinya bayangan (
shadow) dan
bevel.
Mterial design dan color palette-nya
Sebenarnya ada satu tren sebelum tiga desain ini booming, yaitu skeuomorphic. Tren desain ini amat terasa pada ios 6, di mana desain ini mengikuti atau dibuat berdasarkan bentuk-bentuk pada dunia nyata, namun fungsi bentuk aslinya tidak mengikuti.
Fungsi aslinya yang tidak mengikuti
Lihat Inovasi Selengkapnya
Jalan Braga Bandung, Ketika Bebas Kendaraan!
6 bulan yang lalu