Dari sekian ratus percakapan di grup ada yang menarik bagi saya, saat salah satu member yang baru masuk menuliskan komen;
“Tulung-tulung, kok foto-fotonya jelek semua? Banyak yang goyang, belakang kabur, ama ini foto banyak yang kadang gelap kadang terang banget gambarnya. Bagusan galnot aku ya!”
Orang ini baru saja dibelikan DSLR ayahnya sebagai hadiah, karena lulus dengan hasil memuaskan dan sepertinya kali pertama pegang DSLR. Saya cuma jawab,
“kirim aja fotonya di grup apa email, nanti kita lihat bareng-bareng“, dan memang hasilnya seperti yang dikeluhkan.
Dari hasil itu saya cuma ingin menuliskan sesuatu untuk kawan saya di grup itu, tapi daripada nulis di message kepanjangan coba sekalian tulis disini, bagi kebanyakan orang mungkin ini tulisan basi, soalnya hanya dasar-dasar banget. Ini tentang bagaimana kita memulai sebuah petualangan yang seru bersama sekotak alat bernama DLSR.
Setelah selesai membaca, kemudian baru kita coba kembali satu demi satu tombol-tombol yang ada, setiap tombol dan dial tentu memiliki fungsi tersendiri, cobalah satu-satu. Jika sudah lancar mengoperasikannya, saya punya satu rapalan dari ‘eyang master’ dulu, untuk kita bisa melangkah lebih jauh dan memulai mengambil gambar. Jangan tanya saya sekarang namun simpanlah gambar dibawah ini, kelak di kemudian hari kamu akan mengerti apa ini, dan maknanya.
Selanjutnya, masih kata ‘eyang master’ ada tiga hal penting kedua yang akan selalu bersinggungan secara langsung dalam fotografi, satu sama lain akan saling berpengaruh untuk hasil akhir foto kita, namanya exposure triangle atau segitiga eksposur, mereka terdiri atas ISO, shutter speed, dan aperture.
Shutter speed adalah seberapa lama jendela rana pada kamera kita terbuka hingga cahaya mencapai bidang penangkap gambar, hitungannya dalam satuan detik, mulai dari satu per delapan ribu detik sampai 30 detik, namun ada satu kondisi khusus dimana kita bisa memaksa jendela rana untuk tetap terbuka selama yang kita mau, dikenal dengan bulb mode.
Aperture adalah sekat/tingkap atau bilah rana yang berada pada lensa untuk mengatur besarnya lubang yang dapat dimasuki cahaya melalui lensa. Makin besar(angka kecil) akan semakin sedikit cahaya yang bisa masuk, sebaliknya semakin kecil(angka besar) akan semakin banyak cahaya yang bisa masuk.
Kembali ke contoh diatas, agar foto dapat terexpose tengah benar maka kita akan menaikkan 1 stop salah satu atau gabungan ketiganya menjadi, f/ 4, SS 1/60, ISO 800 bila hanya mengubah aperture, f/ 8, SS 1/30, ISO 800 bila mengubah shutter speed, dan f/ 8, SS 1/60, dan ISO 1600 bila ingin mengubah ISOnya saja.
Masalahnya kemudian ialah, saya menggunakan pilihan f/ 8 untuk menangkap butir-butir air hujan yang turun di depan subjek, ss 1/60 adalah batas minimal shutter speed yang memungkinkan saya mengambil gambar secara handheld, karena fl lensa memakai 50mm, dan ISO 800 menurut pengalaman adalah batas atas kamera saya untuk bisa menghasilkan foto yang lumayan bersih dari noise. Maka dalam hal ini saya menggunakan gabungan ketiganya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, f/ 7.1, SS 50, dan ISO 1000, naiknya masing-masing 1/3 stop, maka gabungan ketiganya akan tetap menjadi 1 stop, dengan hasil yang masih bisa di terima dengan baik.
Contoh seperti diatas ini, pada penggunaan filter merah pada foto payung merah dan langit biru, warna merah akan berubah menjadi putih, kebalikannya warna biru akan menjadi gelap/hitam. Kemudian bila kita memakai filter biru, payung merah akan berubah menjadi gelap, sedangkan warna langit akan menjadi terang/putih.
Sekarang kita kembali sedikit ke fungsi kamera, ini tentang Light Meter terintegrasi dalam kamera kita, pastikan indikatornya pas berada pada garis dibawah angka nol, untuk bisa memperoleh pencahayaan yang tepat.
Sedangkan untuk gelap-terang dan warna, sebaiknya kita berlatih untuk membaca histogram. Histogram akan jauh lebih akurat dari apa yang terlihat pada LCD. Sudah, kira-kira itu semua yang penting buat kita siap mengambil gambar selanjutnya kita siap hunting.
Mari Kita Hunting
Bila objek foto kita kemudian memasukkan unsur manusia, diatas ini adalah pakem untuk memasukkan manusia kedalam frame.
Pertama adalah ELS (Extreme Long Shot), dibanyak tempat seperti pada cinematography, news gathering, ataupun photo essay juga dikenal sebagai establishing shot.
Kemudian ada VLS (very long shot) subjek manusia utuh, besarnya 1/3 dari frame.
Ketiga ada FS (full shot)/LS (long shot), pengambilan gambarnya memasukkan secara utuh manusia dari kaki hingga head room (ruang kosong diatas kepala).
Keempat, MLS(medium long shot) juga dikenal dengan istilah three-quarters shot, disini gambar mulai terpotong diatas lutut hingga head room.
Kelima, MS(medium shot), atau dikenal juga dengan istilah waist shot cirinya adalah mulai dari pinggul keatas hingga head room.
Keenam, MCU (medium close up), cirinya, pengambilan gambar mulai dari dada hingga head room.
Ketujuh, pada beberapa tempat CS (close shot) dan CU (close up) adalah sama, namun sesuai ‘eyang master’ ada sedikit perbedaaan pada CS mulai dari leher hingga head room, sedangkan pada CU mulai dari leher hingga dahi.
Kedelapan, BCU (big close up) pengambilan gambar mulai dari dagu hingga dahi.
Kesembilan, ECU (extreme close up), pengambilan gambar hanya pada bagian tubuh tertentu saja, seperti mata contohnya.
Tinggal kita mengasah apa yang telah diberikan suhu kita nanti.
Kalo mau sedikit contoh beberapa foto boleh ke sini, flickr punya saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H