Mohon tunggu...
Gevan Mars Geraldo
Gevan Mars Geraldo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Tanjungpura

Penulis ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bantuan yang Menjadi Harapan di Tengah Keterbatasan

26 April 2024   00:25 Diperbarui: 26 April 2024   00:26 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah suasana senja yang mulai merambat di langit Pontianak Barat, Sumiana duduk di beranda rumah sederhana yang menjadi tempat tinggalnya. Rumah itu adalah segalanya baginya, tempat di mana kenangan manis bersama suaminya masih terasa meski telah lama berlalu. Hari ini, seiring dengan semilir angin, pikirannya melayang ke masa lalu, saat suaminya masih bersamanya, menggantungkan cita-cita dan harapan pada pertanian kecil yang mereka kelola bersama.

Namun, kini sumiana harus menjalani hidup dengan kekuatan sendiri. Di rumah kecil berukuran 5m x 15m itu, dia hidup bersama empat anggota keluarga lainnya: dua putrinya yang telah beranjak dewasa, cucu perempuannya yang lucu, dan ibunya yang renta. Rumah itu, warisan dari orangtuanya, adalah satu-satunya kekayaan yang mereka miliki.

Dinding tembok rumah itu berdiri kokoh, menahan segala rintangan dari cuaca. Atap seng melindungi mereka dari guyuran hujan dan panas terik. Di dalam, lantai kayu memberi kesan hangat dan nyaman. Meskipun sederhana, rumah itu adalah dunia mereka, tempat berlindung dari segala hal.

Sumiana tidak memiliki pekerjaan tetap, namun dia berusaha keras memastikan keluarganya memiliki cukup makanan setiap hari. Penghasilan yang tidak pasti, berkisar antara 2-3 juta per bulan, menjadi sumber penghidupan bagi mereka. Mereka makan 2-3 kali sehari, bergantung pada rezeki yang datang.

Air hujan mereka manfaatkan sebagai sumber air minum, sementara untuk mandi dan mencuci, mereka bergantung pada air sumur yang terdapat di halaman belakang rumah. Meskipun sederhana, mereka bersyukur memiliki WC sendiri, menjadi kemewahan yang tidak bisa dianggap sepele.

Setiap hari, Sumiana memasak dengan gas, menyalakan lampu listrik ketika senja menjelang, dan mengandalkan Puskesmas sebagai tempat berobat. Meskipun tidak memiliki barang elektronik selain handphone yang menjadi alat komunikasi penting bagi mereka, Sumiana dan keluarganya bersyukur atas apa yang mereka miliki.

Namun, ada satu hal yang menjadi penopang utama kehidupan mereka: bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). Setiap bulannya, mereka menerima uang tunai sekitar 600 ribu rupiah. Meskipun jumlahnya tidak besar, bantuan itu sangat berarti bagi Sumiana dan keluarganya. Bantuan itu memberi mereka harapan akan masa depan yang lebih baik, menjadi penunjang dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup mereka, Sumiana dan keluarganya berharap agar bantuan PKH terus diberikan. Setiap kali mereka pergi ke bank atau kantor pos untuk mengambil bantuan, mereka membawa Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk, dengan harapan bahwa bantuan itu akan membawa perubahan yang positif bagi masa depan mereka. Bagi Sumiana, PKH bukan sekadar bantuan, melainkan sebuah jalan untuk meraih impian yang sempat sirna di masa lalu.

Wawancara mendalam dan observasi dilakukan pada Februari 2024

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun