Bunga itu kau selipkan di lingkar telinga kirimu
Empat kelopaknya kau sebut empat arah mata angin
Sehari-hari menemanimu duduk di bawah pohon ceri
Menantiku kembali dari medan perang katamu..
Mari duduk bertanya antara hati
Sudah kupinjam payung tuk menantang mentari di atas
Mengapa menantiku bila hari itu..
Hujan bukan air melainkan ledakan memenuhi desa..
Kau tak berlari pun menghilang..
Memilih menyelamatkan seorang gadis kecil..
Yang telinga kirinya tersemat bunga sepertimu..
Selanjutnya gelap menguasai empat arah mata angin..
(Hening)
Bunga itu masih terselip di lingkar telinga kirimu..
Kuambil sesaat sebelum mengantarmu ke ibu pertiwi..
Kutaburkan ia bersama puluhan keluarganya..
Dan di atas makammu..
Kusiram mereka dengan air mataku..
Bersama gadis kecil itu..
Yang kehilangan dua bola matanya..
Sstt.. kau tau ?
Di telinga kirinya, masih tersemat bunga itu..
(Y.G.S 18 Jan 2015)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H