Membaca silang pendapat mengenai rumah DP nol rupiah atau 0 %,  cukup menarik.  Mungkin teman seperti saya yang  terjun langsung dalam "jual beli" properti. . Bagi saya yang bukan warga Jakarta,  bukan tertarik pada  kampanye Pilgubnya  tetapi  pada  berbagai "argumen"  yang meihat  DP nol rupiah sebagai sekedar retorika, atau sesuatu yang tidak masuk akal, melanggar aturan Bank Indonesia.  Â
Secara matematis, DP rumah nol%  dan nol rupiah itu sama. Namun bila diurai lagi dari perspektif pembiayaan bank dan perspektif pembeli properti keduanya bisa  berbeda. Berdasar ketentuan, baik untuk kepentingan modal usaha maupun untuk pembelian properti,   tiidak mungkin Bank membiayai  100% dari nilai aset yang dijaminkan.  Namun, dalam prakteknya,  seringkali  terjadi beberapa tindakan manipulatif-spekulatif dalam penilaian aset yang dibuat lebih tinggi  dari harga pasar sesungguhnya.  Â
Mungkin lebih simpel jika memperhatikan ilustrasi sebagai berikut :Â
- Dalam praktek  jual beli rumah tapak ataupun rusun, kadangkala  biaya-biaya  non properti seperti pajak, notaris, administrasi,  dimasukkan dalam harga jual. Pembeli juga tidak pusing lagi dengan biaya-biaya tambahan tersebut. Dan angka itu bisa mencapai 20% dari harga  rumah.  Untuk kasus seperti ini, bila pembeli hanya  membayar 20% dari harga jual berarti pembeli tidak membayar DP rumah sesungguhnya.
- Kasus lain adalah  Seorang membeli rumah,  katakan  Budi dan Ana) tidak punya kemampun membayar DP 15%, Lalu dibayarkan oleh orang tuanya. Artinya  Budi-Ana tidak mengeluarkan uang untuk membayar DP (Nol Rupiah). Â
- Lalu, mari kita lihat ilustrasi sebagai mana yg terjadi pada jual beli rumah KPR Subsidi,  (a) Harga Rumah Tapak  Rp 141 Juta. DP 1%,  Bunga 5%/tahun. Berarti,  pembeli hanya membayar DP Rp 1,4 Juta dan Angsuran  Rp 1 juta/bulan selama 15 tahun. (b) Rumah susun,  Harga Rp 250 juta DP 1%, Bunga 5%. Berarti  pembeli hanya  membayar DP Rp 2,5juta dan angsuran Rp  2 juta/bulan selama 15 tahun
Tentu bagi DKI Jakarta tidak memingkinkan rumah tapak. Tapi, ilustrasi tersebut tampak bahwa  pertama, dari  segi perbankan  tidak  membiayai  100%  dalam jual beli beli properti ,  Berarti tidak ada DP Nol Persen.   Kedua, Pembeli  bisa saja membayar DP sangat kecil atau tidak membayar DP sama sekali karena ada yang memberi bantuan/talangan.  Bagi pembeli  memungkinkan  membeli rumah  tanpa  DP atau  DP Nol Rupih.  Jadi , dari sisi Pembeli DP Nol Rupiah sementara sisi  Perbankan tidak membiayai 100% (bukan Nol Persen).Â
Lalu bagaimana membuat  DP Nol Rupiah tapi bukan Nol Persen?  Pertama, dengan program/kebijakan Pemda  menambahkan kebijakan pemerintah  yang telah ada  sebagai  suatu  afirmasi  terhadap warganya. yakni  DP Rumah ditalangi oleh Pemda.  Misalnya,  Bantuan Uang Muka KPR bagi warga DKI sebesar Rp 2.5 juta bagi yg belum memiliki rumah dan berpenghasilan maksimal Rp 7 jt/bulan.
 Kedua, Pemda DKI,  Bank DKI, dan Developer   melakukan kerjasama  pengadaan rumah bagi warga DKI .  Bagi warga  DKI  yg ingin membeli rumah,  disyaratkan menabung selama minimal 6 bulan, dan atau memiliki  saldo yg tdk boleh dicairkan selama 5 tahun  minimal dalam jumlah tertentu.  DP rumah akan dibayarkan oleh Bank DKI ke Developer dengan nilai tertentu. Â
Sekali lagi, membeli rumah dengan DP Nol Rupiah bagi warga pasti bisa.  Hanya perlu  goodwill, terutama yang melihat warga terancam  hanya sebagai  penyewa di daerah  sendiri. Paling elok, pemilik aset warga setempat, penyewa adalah warga luar. Di Jakarta dan beberapa Kota,  trend  pemilik aset  orang luar makin besar.  Perlu dihentikan bro.... jangan terusir dari daerah sendiri, terusir  dari "kekejaman modal", sehingga tersingkir jauh dari tanah sendiri. Jangan Terjajah Bro..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H