Selain angka 1.000T, istilah kebocoran menjadi polemik.Berawal dari orasi dan debat capres, pernyataan Prabowo tentang kebocoran dan menutup kebocoran mengangkat kata tersebut menjadi istilah popular dalam tataran ekonomi politik saat ini. Pengertiannyapun beragam tergantung siapa dan kepentingan apa dalam pengutaraannya.
Polemik muncul karena perspektif yang berbeda akibat Prabowo sendiri tidak member batasan pengertian kebocoran. Karena itu, satu pihakmengartikan kebocoran dalam arti lugas, sementara pihal lainnya menjelaskan dalam pengertian asosiatif. Satu pihak melihat kebocoran dalam keranga APBN,sementara pihak lain melihat dalam kerangka kekayaan alam. Dan yang pasti adalah perdebatan sesuatu dengan perspektif berbeda tidak ada pemenangnya. Dengan demikian menjadi penting untuk meninjau kembali pengertian kebocoran ekonomi.
Tanpa rincian hitunganPrabowo menyebutangka 1.000T. Polemik angka pun muncul . Seiring dengan itu, pimpinan KPK ikut nebeng dalam polemik ini dengan cara pandang berbeda pula. Tentu, istilah kebocoran harus ditarik dari cara pandang awal Prabowo. Kalau kita telisik argumentasi Prabowo yang berkaitan dengan kebocoran, seperti akibat kontrak karya dengan investor luar negeri, ekspor-impor bahan mentah, serta sumber daya lainnya, yang lebih banyak dinikmati asing. Tentu jelas bahwa Kebocoran yang dimaksud bukankebocoran APBN.
Memang, ketika penjelasan campur aduk denganpembiayaan pembangunan dan pelayanan publik, maka serta-merta anggapan kebocoran adalah kebocoran APBN. Demikian juga dengan menghubungkannya pernyataan ketua KPK Abraham Samad sehinga anggapan kebocoransama dengan korupsi. Akibatnya, istilah Kebocoran Kekayaan/Ekonomi tereduksi menjadi Kebocoran Anggaran.
Kebocoran Kekayaan : Bukan Kebocoran Anggaran
Kalau yang dimaksud sebagai kebocoran dalam ekonomi, maka ada beberapa hal yang berkaitan dengan itu, sepertileakage,opportunity lost, opportunity cost, corruption, value reduction, dan lain-lain. . Singkatnya, kebocoran merupakan hilangnya apa yang telah dimiliki ataupun potensi yang bisa diperoleh negara, namun jatuh ke pihak lain baik dalam negeri maupun luar negeri. Kebocoran terjadi dalamkegiatan ekspor-impor,kerjasama pengelolaan sumberdaya alam, pilihan-pilihan ekonomi/bisnis, utang-piutang,eksploitasi sumberdaya maritim yang tidak terkendali
Pasal 33 UUD 45, menjadi acuan utama jika membicarakan kekayaan alam/kekayaan Negara/kekayaan nasional—yang menjadi materi hapalan anak sekolah— yang pada intinya dikuasai Negara untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Tapi, nyatanya tidak demikian karena ada kebocoran.Menurut Prabowo dalam berbagai kesempatan orasi dan debat, kebocoran ini perlu ditutup.
Kebocoran kekayaan ke luar negeri dapat dijelaskan melalui pendekatan data perdagangan internasional dan neraca pembayaran. Tetapi, tentunya untuk kegiatan yang legal/formal. Sementara itupenyelundupan dan eksploitasi sumberdaya alam termasuk pencurian kekayaan maritim tidak terdata. Tentu, ukuran PDB juga hanya merujuk kepada data formal.
Angka 1.000 Triliun : lebih rendah dari Hitungan KPK
Tentu kita sepakat bahwapenyebut angka 1000 Triliun mengandung tanda tanya, dari mana asal-usulnya.Tak bisa dipungkiri ada yang berpendapat sebagai sautu ilusi atau ngawur. Prabowo pun dianggap melakukan kebohongan angka.
Namun, Prabowo berkelik bahwa saya mempercayai Ketua KPK yang berkata, “Dari 45 blok migas yang saat ini beroperasi di Indonesia, sekitar 70 persen di antaranya dikuasai oleh kepemilikan asing. Kondisi semakin parah karena banyak pengusaha tambang di Indonesia yang tak membayar pajak dan royalti kepada negara. Dalam perhitungan KPK, potensi pendapatan negara sebesar Rp7.200 triliun hilang setiap tahun karena penyelewengan tersebut”. Abraham Samad mengutarakannya pada Rakernas PDIP 7 September 2013. Dalam konteks ini bahwa istilah “kebocoran” dalam perspektif Prabowo sama dengan istilah potensi yang tidak diterima dalam perspektif Abraham Samad.
Jadi, angka 1000 triliun jauh lebih kecil dari angka yang disebutkan Abraham Samad. Tentu angka yang disebutkan Prabowo dan Samad menjadi tidak masuk akal jika dikatakan sebagai kebocoran APBN yang hanya 1.800 Triliun. Tetapi, dari pernyataan Abraham dan Prabowo bukan APBN tetapi kekayaan Alam/Negara.
Lalu apakah angka tersebut keliru. Jika angka 1.000T keliru maka pasti angka 7.200T pun keliru. Sebagai ketua KPK yang memiliki wibawa tinggi—yang bisa mengakses semua informasi tentang Negara---tentu ucapannya akan dirujuk. Lalu yang paling fatal adalah kebocoran dalam arti korupsi APBN.
Menghitung angka yang tepat, memang butuh data yang valid. Tapi, setidaknya bahwa polemik kebocoran bukan kebocoran APBN tetapi kebocoran Kekayaan ke luar negeri. Dan tentu berdimensi banyak Pertama. Kekayaan alam yang dikelola asing. Banyak kontrak karya yang memberi keutungan kepada pihak asing yang sangat besar. Termasuk dalam hal ini, tenaga-tenaga ahli dari luar yang menyedot devisa kita. Kedua, Ekspor bahan mentah dan mengimpor bahan jadi yang bahan mentahnya dari dalam negeri kita. Kebocoran ekonomi di sini sangat tinggi. Nilai tambah tereduksi. Ketiga pencurian sumber daya maritim. Keempat, bunga yang harus dibayar pemerintah atas pinjaman Luar Negeri. Akibat utang LN dipakaiuntuk menutup defisit APBN sehingga kita harusmembayar bunga yang sangat besar. Kelima, mengimpor barang-barang yang bias diproduksi di dalam negeri. Sektor pangan misalnya, beberapa produk yang harus diimpor, sehingga nilai tambah produksi dinikmati oleh asing.
Terakhir, polemik istilah kebocoran dan angka tidak akan selesai jika perspektif yang digunakan berbeda dan juga secara sengaja mengganti kebocoran kekayaan menjadi kebocoran anggaran. Sekali lagi, yang pasti adalah perdebatan sesuatu dengan perspektif berbeda tidak ada pemenangnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H