Mohon tunggu...
Getta Adinda Kusumaningtyas
Getta Adinda Kusumaningtyas Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Alumni Columbia University in The City of New York, USA

Infrastructure, project management, business development, organizational behavior, global economy, entrepreneurship, and waste management.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

BRICS, Tiket Indonesia Menuju Negara Maju?

22 Januari 2025   12:34 Diperbarui: 6 Februari 2025   14:47 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Diawali pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS yang diadakan di Kazan, Rusia di akhir Oktober tahun 2024 lalu, Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono menyuarakan minat Indonesia untuk bergabung dengan BRICS, yang merupakan organisasi kerja sama antara negara - negara berkembang di dunia, yang beranggotakan negara - negara yang diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi utama dunia pada tahun 2050 mendatang, diantaranya adalah negara Brasil, Rusia, India, dan Cina. Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, Indonesia secara resmi dinyatakan sebagai mitra aliansi BRICS per 1 Januari 2025.
Sedikit kilas balik ke tahun 2020, Amerika Serikat mengeluarkan Indonesia dari daftar Negara Berkembang di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang diputuskan demi kepentingan politis sehingga Indonesia tidak lagi berhak mendapatkan keistimewaan bea masuk dan kompensasi lain dalam pelaksanaan ekspor dan impor. Selain Indonesia, anggota BRICS seperti Brasil, India, dan Cina turut dikeluarkan dari daftar tersebut. Dari hal tersebut, dapat kita lihat bahwa Amerika Serikat turut menilai "kapasitas" Indonesia cukup besar dan kuat sejajar dengan anggota negara BRICS lainnya. Indonesia sendiri sejak bertahun - tahun yang lalu diperkirakan akan menjadi salah satu dari ekonomi terbesar di dunia di masa mendatang, salah satunya berdasarkan perkiraan Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi Negara - negara Maju (OECD) yang memprediksi Indonesia akan menduduki peringkat keempat sebagai ekonomi terbesar dunia pada tahun 2045.
Mempertimbangkan tujuan BRICS untuk menguatkan pengaruh dan posisi negara - negara berkembang di kancah global melalui peningkatan kerjasama di berbagai bidang, seperti bidang keuangan, budaya, politik, dan keamanan, serta afirmasi positif dari berbagai lembaga dunia mengenai potensi Indonesia untuk menjadi kekuatan ekonomi dunia, akankah BRICS menjadi tiket bagi Indonesia menjadi negara maju di masa mendatang?
Pada titik tertentu, jawaban atas pertanyaan tersebut dapat menjadi "ya". Sebagai salah satu upaya untuk memperkuat perekonomian, anggota BRICS telah berupaya untuk mulai menanggalkan mata uang Amerika Serikat sebagai alat transaksi. Selama ini, dolar Amerika Serikat menjadi salah satu alat untuk menjaga stabilitas perekonomian termasuk di negara - negara berkembang. Selain Indonesia, semakin banyak negara turut bergabung dan menyampaikan minatnya untuk bergabung dengan BRICS, bahkan Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Mesir telah resmi menjadi mitra aliansi BRICS. Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump mengeluarkan ancaman pada bulan Desember tahun 2024 untuk menerapkan tarif impor seratus persen bagi negara - negara BRICS bila berupaya menggantikan dolar Amerika.
Bila suatu negara banyak memiliki hutang dalam denominasi dolar Amerika Serikat, maka akan rentan dipengaruhi oleh pergerakan The Federal (Fed) Funds Rate. The Fed Funds Rate akan menjadi acuan bagi suku bunga kredit dan pinjaman lainnya, serta memengaruhi suku bunga simpanan, mata uang Amerika Serikat, tingkat inflasi, dan bahkan harga komoditas. Selama ini The Fed Funds Rate dianggap sangat penting, tidak hanya untuk perekonomian Amerika Serikat, namun juga untuk perekonomian negara berkembang.
The Fed Funds Rate dan mata uang Amerika Serikat cenderung bergerak searah. Ketika The Fed Funds Rate bergerak naik menjelang era 80-an, dolar Amerika Serikat turut melonjak. Saat The Fed Funds Rate bergerak turun dari era 80 ke 90-an, dolar Amerika Serikat juga demikian. Ketika The Fed Funds Rate bergerak turun dan naik kembali di tahun 2010-an, dolar Amerika Serikat menunjukkan pergerakan yang serupa.
Untuk melihat dampak dari pergerakan The Fed Funds Rate terhadap perekonomian negara - negara BRICS yang memiliki utang lebih banyak dalam denominasi dolar atau sovereign debt, berikut penjelasannya: dilansir dari data yang dirilis oleh Bank Dunia, di antara negara BRICS, Cina memiliki hutang luar negeri tertinggi yang mencapai USD 2.72 Triliun pada tahun 2021, USD 2.45 Triliun pada tahun 2022, dan USD 2.42 Triliun pada tahun 2023. Namun Cina memiliki ukuran pasar dan tingkat ekspor yang besar, serta cadangan devisa yang signifikan, utamanya dalam mata uang US Dolar, bahkan terbesar di antara negara - negara anggota BRICS lainnya, yang dapat membantu Cina untuk tidak terlalu terpengaruh oleh pergerakan suku bunga Amerika Serikat. Hutang luar negeri tertinggi selanjutnya diikuti oleh India yang mencapai USD 611.99 Miliar pada tahun 2021, USD 615.52 Miliar pada tahun 2022, USD 646.79 Miliar pada tahun 2023, serta Brasil yang mencapai USD 571.53 Miliar pada tahun 2021, USD 579.47 Miliar pada tahun 2022, dan USD 607.12 Miliar pada tahun 2023. Sehingga resistensi Cina juga tercermin dalam inflasi, karena inflasi dapat menjadi indikator untuk mengukur dampak dari suku bunga Amerika Serikat. Inflasi juga dapat memengaruhi ketidakstabilan politik serta respons kebijakan moneter dan fiskal domestik. Meskipun tingkat inflasi, baik di Cina cenderung turut naik ketika The Fed Funds Rate naik, namun selama ini tingkat inflasi di Cina masih lebih rendah dibandingkan dengan Brasil, India, Rusia, dan Afrika Selatan.
Capital inflow atau arus masuk modal juga merupakan hal penting selanjutnya bagi negara berkembang. Ketika The Fed Funds Rate naik, para investor cenderung menarik uang mereka dari pasar negara berkembang, terutama dari Cina karena Cina merupakan tujuan paling menarik bagi investasi asing.
Selain itu juga terdapat current account (neraca transaksi berjalan) yang mencatat nilai ekspor - impor barang dan jasa, serta transfer modal internasional, yang dapat juga menjadi indikator selanjutnya untuk mengukur seberapa rentan suatu negara jika The Fed Funds Rate mengalami kenaikan. Defisit current account yang besar dapat menempatkan negara tersebut dalam risiko ketika negara tersebut mendapatkan tekanan dari utang yang berdenominasi dalam mata uang Amerika Serikat. Defisit current account yang besar juga akan membuat investor kehilangan kepercayaan untuk berinvestasi dan menyebabkan arus keluar modal dari negara tersebut. Brasil, India, dan Afrika Selatan memiliki current account yang defisit sehingga beresiko tinggi terhadap kenaikan The Fed Funds Rate, dibandingkan dengan Cina dan Rusia yang memiliki current account yang positif akibat tingginya aktivitas ekspor di negara - negara tersebut.
Melihat perjalanan negara - negara anggota BRICS sebelumnya dalam menerjang fluktuasi The Fed Funds Rate dan nilai mata uang Amerika Serikat, maka dengan menguatnya kolaborasi antar negara - negara berkembang yang tergabung dalam BRICS serta upaya - upayanya dalam memperkuat fundamental masing - masing negara anggota untuk menghadapi pengaruh negara maju terutama Amerika Serikat, menjadi sebuah harapan untuk negara - negara berkembang tersebut saling bahu membahu mengubah status menjadi negara maju.
Namun tidak serta merta penguatan ekonomi menjadi penentu dapat atau tidaknya Indonesia, sebagai negara aliansi BRICS menjadi negara maju. Terdapat sepuluh bidang dimana negara dengan ekonomi berkembang tertinggal dari negara dengan ekonomi maju.
Hal yang pertama adalah kurangnya supremasi hukum. Sebagai contoh, di sebagian besar negara dengan ekonomi berkembang, hak kepemilikan sering kali kurang jelas, contohnya di Peru dan Filipina. Hal ini menyulitkan dan menghalangi investor asing untuk memulai dan mengembangkan bisnis, serta mendorong adanya praktik korupsi.
Hal yang kedua adalah masih lemahnya tata kelola perusahaan. Tata kelola perusahaan mendefinisikan hubungan antara pemangku kepetingan. Tata kelola perusahaan yang lemah memperburuk Agency Problem atau konflik kepentingan yang muncul antara pihak yang diberi tugas selaku agen, seperti pengurus perusahaan dan pihak yang mempekerjakan atau memberikan wewenang selaku prinsipal seperti pemegang saham atau pemilik perusahaan. Lemahnya tata kelola perusahaan juga mengancam efisiensi dan daya saing, serta tidak menguntungkan pemegang saham minoritas. Potensi tata kelola perusahaan yang lemah juga disebabkan banyaknya perusahaan besar di negara berkembang yang dikendalikan oleh keluarga (oligarki) dan serikat pekerja.
Hal yang ketiga adalah aturan dan prosedur akuntansi yang kerap tidak terdefinisi dengan baik sehingga pembukuan perusahaan kurang dapat dipercaya. Salah satu penyebab dari masalah ini adalah kurang jelasnya aturan perpajakan. Masalah ini turut disebutkan sebagai salah satu masalah terbesar dalam daya saing oleh Forum Ekonomi Dunia.
Hal yang keempat adalah korupsi dan nepotisme. Masalah ini menyebabkan terciptanya monopoli swasta dan negara yang membatasi inovasi dan kemampuan berkompetisi. Selain itu dapat meningkatkan biaya hidup, meningkatkan ketimpangan pendapatan dan ketegangan sosial, membunuh kemajuan ekonomi, serta menyebabkan keresahan sosial, bahkan revolusi di suatu negara.
Hal yang kelima adalah sistem perbankan. Perbankan di negara berkembang dimiliki atau dikendalikan oleh bisnis keluarga dan pemerintah. Jika negara sangat bergantung pada bank milik pemerintah untuk pembiayaan, perbankan berpotensi untuk lebih condong pada kepentingan politik atau tujuan tertentu, sehingga alokasi mayoritas pendanaan dapat berpotensi jatuh pada proyek atau sektor yang beresiko tinggi bahkan kurang produktif, dan menyebabkan gelembung aset serta krisis keuangan.
Hal yang keenam adalah eskpor sebagai mesin utama pertumbuhan. Bagi sebagian besar negara berkembang, seperti Cina dan Afrika Selatan, eskpor menjadi mesin utama pertumbuhan yang membuat negara - negara tersebut bergantung pada keinginan dan permintaan pasar global, serta kebijakan yang diterapkan di negara maju. Ketergantungan terhadap ekspor turut menyebabkan negara berkembang mengesampingkan permintaan dalam negeri, sedangkan permintaan dalam negeri turut mendukung pertumbuhan dalam jangka panjang.
Hal yang ketujuh adalah hubungan antara pasar dan pemerintah yang tidak berjalan optimal dan tidak mengikuti prinsip - prinsip ekonomi yang modern dan efisien. Seperti misalnya ketika Pemerintah terlalu mengontrol pasar dengan cara yang tidak efektif dan tidak fleksibel yang merugikan dinamika pasar dan inovasi, sehingga berujung pada subsidi yang tidak produktif (subsidi yang besar pada industri spesifik sehingga industri yang terlindungi menjadi tidak perlu berinovasi dan meningkatkan efisiensi karena tidak menghadapi kompetisi dari pasar), monopoli, korupsi, serta distribusi sumber daya yang tidak adil. Masalah ini juga dapat terjadi ketika sistem hukum abu - abu, ketinggalan zaman, regulasi pemerintah kaku, lambat, dan korup.
Hal yang kedelapan adalah infrastruktur yang buruk. Di sebagian negara berkembang, proyek infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan, dan bandara tidak pernah selesai, seperti beberapa proyek di Brasil dan Filipina. Padahal infrastruktur merupakan penyambung vital bagi mobililitas manusia dan komoditas, yang dapat menurunkan biaya produk, meningkatkan produktivitas, dan menunjang daya saing.
Hal yang kesembilan adalah ketimpangan pendapatan antara golongan kaya dan miskin dalam masyarakat yang tinggi, sehingga menimbulkan masalah struktural dalam perekonomian negara, seperti masalah akses terhadap pendidikan yang berkualitas dan layanan kesehatan, akses terhadap pekerjaan yang lebih baik dan kesempatan berinvestasi individu, serta ketegangan sosial yang dapat memicu ketidakstabilan sosial dan politik.
Hal yang kesepuluh adalah keterbatasan inovasi. Negara - negara dengan ekonomi yang berkembang menduduki peringkat yang rendah dalam peringkat inovasi global. Seperti pada laporan yang dirilis dalam Global Innovation Index 2023, negara - negara dengan peringkat teratas dalam berinovasi diantaranya adalah Swiss, Swedia, Amerika Serikat, Belanda, Finlandia, Singapura, Inggris, Denmark, Jerman, dan Korea Selatan.
Sehingga negara - negara berkembang, termasuk Indonesia masih memiliki tugas rumah untuk mampu bersaing dalam hal - hal, seperti membuka pasar domestik untuk menghadapi persaingan domestik dan asing, dengan bijak mempertimbangkan hal - hal yang dapat diprivatisasi, memperkuat kondisi perekonomian sehingga lebih kuat terhadap guncangan eksternal seperti kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, menerapkan tata kelola perusahaan yang lebih baik, transparasi pasar yang meminimalisir risiko adanya insider trading, serta penegakan hukum yang lebih baik. Sebagian besar negara berkembang tidak dapat menjadi negara maju akibat terhambat oleh korupsi, inflasi, dan revolusi yang menyebabkan ketidakstabilan kondisi dalam negeri. Sehingga dengan "lulusnya" negara berkembang terhadap ujian - ujian tersebut dapat turut memecahkan jeratan middle income trap atau kondisi ketika suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi yang masif dan mencapai tingkat pendapatan menengah, namun pada akhirnya kesulitan untuk lanjut bertumbuh menuju pendapatan tinggi, sehingga terperangkap antara tahapan negara berkembang dan negara maju. Serta terbebas dari jeratan lewis point atau titik dimana perekonomian beralih dari ketergantungan terhadap tenaga kerja murah pada sektor pertanian ke sektor industri yang dinilai lebih efisien, namun sektor industri kemudian kesulitan dalam menyerap tenaga kerja.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun