Mohon tunggu...
Getha Dianari
Getha Dianari Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Swasta

Tunggu sesaat lagi, saya akan menulis lagi.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Halo, 2021!

23 Januari 2021   09:40 Diperbarui: 23 Januari 2021   14:20 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gunung Putri Lembang, pemandangan pertama yang saya lihat di tahun 2021 (Dokpri)

Bagi kamu, apa yang tersisa dari 2020? Kesedihan, kekhawatiran, kebahagiaan, atau harapan?

Dahulu kita memasuki tahun 2020 dengan beragam list resolusi dan tanpa praduga pandemi akan datang.

Kalau kamu penggemar film zombie, ya saya pikir situasi itu persis seperti yang digambarkan dalam film-film zombie. Sampai pada pagi hari semua aktivitas dan set masih tampak normal, namun siang hari set mendadak jadi berantakan dipenuhi mayat-mayat hidup yang terjangkit virus. Tokoh-tokoh yang masih selamat berusaha bertahan hidup dan mendobrak ketakutan mencari jalan keluar.

Pandemi yang berlangsung hampir sepanjang tahun 2020 mungkin membuat kita mesti menghadapi pengalaman-pengalaman yang janggal dan tidak menyenangkan.

Banyak sekali orang yang terpapar virus Covid-19, dari ringan sampai berat, dari stranger sampai saudara sendiri, dari yang selamat sampai wafat. Kekecewaan mungkin lebih dirasakan oleh orang-orang yang ditinggalkan karena tidak bisa mendampingi pasien Covid-19 dengan maksimal dan melalui prosesi pemakaman yang dilangsungkan secara khusus. Juga tidak terbatas pada kasus Covid-19 saja, kemalangan menimpa ibu saya sendiri yang tidak bisa menghadiri pemakaman embah kung di luar kota karena PSBB.

Kebijakan pembatasan sosial sempat mengharuskan semua perusahaan tutup operasional secara tiba-tiba. Saat itu lah gelombang pemutusan kerja karyawan terjadi karena sebagian perusahaan tidak kuat menanggung beban operasionalnya.

Pandemi yang berlangsung berkepanjangan juga akhirnya berdampak lebih luas terhadap ekonomi masyarakat, entah penurunan daya beli atau konsumsi. Menyebabkan perusahaan-perusahaan down, beradaptasi dengan business model baru, hingga membatasi penerimaan tenaga kerja. Kebangkrutan, kehilangan pekerjaan, atau kesulitan mencari kerja merupakan salah satu pengalaman paling pahit di masa pandemi ini.

Dalam sebuah hubungan, pandemi juga menjadi tantangan karena pasangan tidak bisa bebas keluyuran dan para single yang terjebak di rumah juga terbatas menemukan calon pasangan. Hehehe...

Namun, adakah dari kita yang merasa 2020 adalah tahun yang membahagiakan? Ya, sangat mungkin.

Banyak perusahaan yang tetap beroperasi stabil meskipun karyawan-karyawannya work from home (WFH). Sejak Maret 2020, sebagian dari mereka melaksanakan WFH selama 3 bulan, 6 bulan, hingga saat ini, atau bahkan sampai pertengahan atau penghujung tahun 2021 nanti. Karyawan bisa pulang kampung, berkumpul sepanjang hari dengan keluarga meskipun sambil bekerja.

Karena lebih banyak waktu di rumah, banyak orang memanfaatkannya untuk menggeluti hobi, mengasah skill dan kompetensi baru, menciptakan karya-karya baru, hingga nyambi bisnis online.

Masyarakat semakin pintar menggunakan teknologi karena semua hal didorong ke platform digital. Memesan makanan, belanja pakaian dan kebutuhan sehari-hari, sekolah, bekerja, menikmati film dan musik live, hingga merayakan wisuda atau pernikahan, semuanya dilakukan virtual. Silaturahmi dengan keluarga besar yang tersebar di berbagai kota saat lebaran juga dilakukan dengan video call. Euforianya memang berbeda dari biasanya, tapi pengalaman itu malah menimbulkan kesan tersendiri.

Ya begitulah tahun 2020... kita bingung untuk memilih suka atau tidak suka. Tapi yang jelas, tahun 2020 membuat kita belajar menyesuaikan diri. Tahun 2020 membuat kita belajar bersabar, belajar ikhlas, belajar dewasa, belajar membuat aksi di tengah keterbatasan, belajar berkembang meskipun pelan-pelan.

Tahun 2021, vaksin mulai dipublikasi meski tidak lantas mengembalikan keadaan dengan cepat, atau bahkan keadaan memang tidak akan kembali seperti semula, new normal. Namun berarti ada harapan. Harapan untuk menyambut masa depan dengan kebiasaan-kebiasaan baru, keberuntungan-keberuntungan baru, dan versi diri kita yang baru dan lebih kuat.

Kita sudah cukup lama terkepung dalam kekhawatiran namun berusaha untuk tetap bersikap positif, sambil menggantung impian dan harapan kita di langit-langit rumah. Saya penasaran, bagaimana harapan-harapan itu nanti akan berhamburan setelah pandemi berlalu? Itu juga kalau kesampaian di dua ribu dua puluh satu. Aamiin...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun