Mohon tunggu...
Getha Dianari
Getha Dianari Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Swasta

Tunggu sesaat lagi, saya akan menulis lagi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dalam Pertanian Modern, Petani Sejahtera Masih Menunggu Giliran

18 Mei 2019   09:42 Diperbarui: 18 Mei 2019   09:56 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam obrolan singkat saya minggu lalu dengan beberapa kerabat yang berlangganan, mereka sangat antusias membeli produk dari kedua marketplace tersebut karena menawarkan daging dan buah yang jarang ditemui di pasar tradisional atau swalayan. 

Namun pada beberapa kasus, ada jenis sayur dan buah tertentu yang tak bisa tahan lama, alhasil begitu barang diterima sayur dan buah sudah membusuk. Pelanggan berharap dapat disediakan jalur pengiriman ekspres 1 hari karena saat ini lama pengiriman masih di kisaran 3-4 hari. Begitu pula dengan teknik pengemasan vakum maupun wrapping, diharapkan dapat dirancang lebih baik lagi.

Tentang Kesejahteraan Petani

Suatu pagi hari yang cerah tanggal 13 Agustus 2015 bersama sebuah komunitas kecil, SSPROJECT Indonesia, saya berkunjung ke sebuah perkebunan teh di kawasan Ciater, Lembang. Sepanjang mata memandang hanya ada dedaunan teh menghampar luas, sama sekali tak ditemui petani-petani pemetik teh yang dalam bayangan kami menggunakan caping dan memanggul keranjang di punggung. 

Setelah menanyai sorang pemilik warung di pinggir jalan, ia menyampaikan bahwa kami seharusnya datang lebih awal. Lantas kami mencari tahu dimana kami bisa menemui para petani dan ia menunjuk sebuah permukiman tak jauh dari areal perkebunan, Kampung Dawuan.

Kami tertegun dengan pemandangan saat memasuki kampung. Susunan rumah dan setapak jalan di antaranya tertata rapi dalam desain serupa sehingga tak satupun mencolok, meski hanya terbuat dari bilik bambu. Kedatangan kami disambut hangat oleh ketua rumah tangga setempat, Bapak Wiyan. Selaku Ketua RT 16 Kampung Dawuan, Bapak Wiyan membenarkan sebagian besar warganya berprofesi sebagai petani pemetik teh lepasan di areal perkebunan teh kelolaan PTPN Ciater, kurang lebih sebanyak enam puluh kepala keluarga bergantung hidup dari memetik teh.

Namun belakangan, banyak warga yang harus kehilangan pekerjaan karena perusahaan memberlakukan kebijakan mekanisasi. Saat ini PTPN sudah mengganti fungsi pemetik teh dengan plucking machine. Perusahaan tidak lagi membutuhkan banyak tenaga kerja, hanya menghadirkan dua teknisi sebagai gantinya, bertempat tinggal agak jauh dari Kampung Dawuan.

Para eks pemetik teh lepasan kini hanya bergantung pada kebun-kebun kecil di depan rumah mereka sendiri. Tak banyak yang bisa mereka lakukan selain menanam kol atau sawi di atas sepetak tanah pribadi karena sejak bertahun-tahun lamanya mereka tak mempelajari keterampilan lain. 

Permodalan dan akses menuju pasar pun menjadi suatu permasalahan tersendiri. Sehingga dalam perbincangan yang lalu, Bapak Wiyan berharap perusahaan dapat mempertimbangkan kembali keputusannya atau jika tidak pemerintah dapat memberi perhatian kepada nasib warga kampungnya yang kini kesulitan mencari pekerjaan.

Di belahan lain tanah Jawa, pada awal Ramadhan 6 Mei 2019, saya berkesempatan mendengar kesaksian soal contract farming dari seorang pemilik 60 hektare lahan agribisnis Totalindo Gemilang Group, Ibu Sri Ratnawati. Perkebunannya berada di Magelang, lahan yang strategis untuk bercocok tanam karena dikelilingi gunung-gunung api seperti Merapi, Merbabu dan Sumbing. 

Abu vulkanik dari gunung api menggemburkan tanah secara alami. Oleh karena itu, banyak perusahaan sponsor melirik perkebunan TGG karena apapun jenis tanamannya pasti berkualitas bagus.

Perkebunan Totalindo Gemilang Group di Magelang | Dokumentasi Pribadi
Perkebunan Totalindo Gemilang Group di Magelang | Dokumentasi Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun