Akan tetapi, kekhawatiran mulai menyeruak manakala populasi manusia dari masa ke masa bertambah kian hebatnya tak diiringi dengan pertumbuhan lahan. Hal ini melatarbelakangi ramalan ekonom dunia, Robert Malthus pada tahun 1798 tentang kepunahan ekonomi akibat eksploitasi sumber daya alam terus-menerus hingga tak sanggup lagi mengikuti pertambahan penduduk.Â
Ramalan ini ada benarnya, toh pada akhirnya lahan pertanian mau tak mau harus berbagi dengan lahan permukiman. Bagaimana lahan pertanian yang semakin menyusut harus memproduksi lebih banyak hasil pangan untuk memenuhi kebutuhan populasi yang kian bertambah?
Inilah perlunya strategi intensifikasi. Pertanian difokuskan pada upaya peningkatan produksi tanpa penambahan lahan, atau secara efektif meningkatkan hasil tani di lahan terbatas. Saya kira dari sinilah awal mulanya modernisasi pertanian berangkat.
Modernisasi Pertanian
Modernisasi pertanian dapat menyentuh beberapa unsur seperti kualitas hasil tani, metode penanaman, alat produksi, dan pemasaran.
Dalam peningkatan kualitas hasil tani, dikenal rekayasa genetika untuk menghasilkan bibit unggul yang lebih tahan penyakit melalui perbaikan gen atau penciptaan spesies baru melalui pengawinan gen. Rekayasa genetika dikembangkan untuk berbagai bahan pangan seperti kedelai, beras, jagung, kentang, tebu, dan buah-buahan.
Untuk pemanfaatan lahan terbatas, saat ini sudah banyak usaha-usaha tani yang mengembangkan hidroponik atau sistem penanaman vertikal.
Dari semua opsi yang ada, bentuk modernisasi pertanian yang paling tampak perkembangannya adalah mekanisasi atau pengalihan alat produksi tradisional ke mesin. Jika dahulu petani menggunakan kerbau untuk menyiangi gulma dan menggemburkan tanah, saat ini power weeder atau traktor-traktor pembajak tanah sudah jauh lebih populer penggunaannya.Â
Di perkebunan modern, dapat ditemui lebih banyak variasi teknologi seperti green house, penyiram otomatis menggunakan sensor kelembaban tanah, hingga harvester/plucking machine.
Tak terbatas pada proses produksi, modernisasi juga menyentuh pasca produksi sehingga meningkatkan nilai tambah hasil tani itu sendiri. Perusahaan-perusahaan pemasar makanan olahan mengadakan contract farming dengan para petani penggarap dalam perjanjian kuantitas, kualitas dan harga beli tertentu.Â
Pada tahap selanjutnya, hasil produksi beberapa lahan garapan tersebut dikumpulkan, disaring dan diolah menjadi produk makanan-jadi yang dipasarkan secara luas atas nama perusahaan sponsor.
Dari sisi pemasaran, seiring perkembangan tren e-commerce, pengusaha tani tak mau ketinggalan memanfaatkan peluang. Marketplace penjual hasil tani seperti Brambang.com dan Baktikunegeriku.com mulai menyasar ibu-ibu millenial. Meski keduanya masih harus banyak mengevaluasi sistem pengemasan dan logistik.