Ini hari, anda memandang saya dengan bosan.
Ini hari, anda benar-benar meninggalkan saya di tengah-tengah kaum adam yang bergelayut dalam bis yang berderak-derak. Jika memang itu karena ucapan saya, maka memang anda sungguh tega. Jika anda merasa telah melakukan segalanya untuk saya, maka memang benar adanya.
Dan ini hari, anda benar-benar meninggalkan saya, tanpa menoleh ke belakang. Sedikitpun.
Saya tidak lebih dari seekor nyamuk yang anda tepuk dan meninggalkan noda di kulit anda. Bukan, bukan kulit tangan anda, mungkin kulit sepatu anda.
Keheningan anda itu sungguh membuat nyeri.
Tapi saya tahu, saya akan kuat melawan nyeri ini. Saya perempuan desa yang kuat, saya kokoh, saya sanggup berdiri sendiri tanpa uluran tangan anda. Dan janganlah anda mengasihani saya karena saya tidak butuh itu.
Anda mungkin sudah tidak sabar lagi dalam menghadapi saya, dan tidak mengharap saya lagi. Tentu anda sudah lelah mengingat saya selalu menggantung keinginan-keinginan anda. Ya sudah, jika anda tidak menerima keadaan saya lagi, ya sudah. Ya sudah. Ya sudah. Mau apalagi saya?
Percuma.
Anda hanya akan memaki sunyi, memukul tembok, melampiaskan amarah anda yang menyebabkan saya makin nyeri.
Tak bisakah, anda menunggu? Tolonglah. Anda adalah alasan saya bertahan, namun saya hanya butuh waktu. Itu saja, waktu.
Tentu tidak. Untuk apa seorang seperti anda menunggui rakyat jelata seperti saya.