Siapa sangka hari ini koperasi bisa ngelakuin hal lain selain jadi pondansi ekonomi masyarakat. Koperasi yang biasanya cuman bisa simpan pinjam ternyata justru bisa punya manfaat lain diluar fungsinya yang sama-sama berguna buat masyarakat.
Di Jakarta contohnya, lebih tepatnya di Kampung Kebun Sayur, Ciracas, Jakarta Timur. Dimana kampung ini memiliki hampir lebih dari 300 Kartu Keluarga (KK) yang punya taraf hidup menengah kebawah. Punya sejarah panjang, Kampung Kebun Sayur dulunya ditinggali sama orang-orang yang kerjanya sehari-hari memang berkebun, bahkan sampai bisa memenuhi kebutuhan pasar induk.
Tapi sekarang kondisinya beda nih. Udah banyak rumah warga yang dibangun, tapi banyak dari mereka yang tidak punya surat-surat (Izin Mendirikan Bangunan). Sehingga rawan dimanfaatkan banyak institusi yang tidak bertanggungjawab, salah satunya Perum Perhubungan Djakarta (PDD). Bahkan warga diancam gusur paksa dengan dalih PP No. 42 Tahun 2003.
Warga dengan gotong royong merasa koperasi jadi jawaban buat melawan klaim-klaim itu. Berdasarkan cerita Ketua Umum Koperasi Kebun Sayur, Aris menceritakan kalau semua warga berbondong-bondong jadi anggota, ikut iuran, bahkan aktif buat kegiatan buat nunjukkin bahwa Kampung Kebun Sayur beneran ada dan eksis. Output-nya Kampung Kebun Sayur diperhatikan sama pemerintah setempat. Istilah kata Kampung Kebun Sayur lahir karena koperasi.Â
Tapi prestasi itu tidak bisa bertahan lama. Setelah wawancara beberapa warga kampung, ada beberapa faktor nih yang bikin performa Koperasi Kampung Kebun Sayur lama kelamaan kian menurun. Pertama, harga nya kurang bersaing, dalam arti lebih mahal dari warung-warung competitor. Kedua, soal urusan keuangan, pengurus lama-lama tertutup dan malah kurang transparan. Ala, seorang warga kampung situ mengaku tiap bulan bayar iuran, tapi lama kelamaan manfaatnya malah tidak dapat dirasakan. Sama juga pengakuan Kastono tentang kondisi pengurus yang kurang bisa menjalankan dasar-dasar ekonomi.
Belum lagi menurut pengakuan salah satu pengurus, waktu pagelaran Pemilu, ada pengurus yang mencalonkan diri jadi caleg. Hal itu berimbas perbedaan pandangan politik yang bikin hubungan antar pengurus jadi renggang. Ditambah, ketika Koperasi mencoba bikin program simpan pinjam, program ini justru kacau dan bikin rugi. Pengakuan Kastono, warga yang minjam uang banyak yang nggak ngembalikan, sementara pengurus juga "sungkan" buat nagih karena tetangga sendiri.
Kondisi penurunan kinerja dan profit Koperasi Kampung Kebun Sayur yang kian lama kian menurun inilah yang bikin koperasi ini mati suri. Hal ini juga diikuti sama kepercayaan masyarakat yang menurun, lebih-lebih lagi masyarakat sudah difase "bodo amat" sama keberlangsungan koperasi.
Sebagai mahasiswa, solusi menurut penulis adalah perlu dilakukannya restrukturasi dan reformasi koperasi Kampung Kebun Sayur. Hal itu dapat dilakukan melalui beberapa langkah. Pertama, rapat tahunan organisasi harus dan perlu dilakukan buat menyusun ulang struktur, evaluasi, bahkan menyusun program jangka pendek sampai jangka panjang. Kedua, perlu Kerjasama dengan pihak eksternal (NGO, Mahasiswa, Pemerhati Koperasi) buat memperbesar peluang dan membuka pasar lebih luas. Terakhir, pengawalan dan pembinaan secara rutin dan berkala dari pemerintah setempat (kelurahan) dan dinas terkait. Dengan car aini setidaknya ada harapan baru bagi Koperasi Kampung kebun Sayur.
 Kampung Kebun Sayur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H