Sumbawa Besar merupakan salah satu Kabupaten terbesar wilayahnya di Pulau Sumbawa, sementara penduduknya masih terbilang sedikit. Pulau Sumbawa sendiri ditempati oleh dua etnik besar yaitu Samawa dan Bima (Zulkarnain Aries, 2015). Sumbawa Besar, sebuah daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat, dikenal dengan kekayaan budaya dan tradisinya yang unik, salah satunya adalah Karapan Kerbau. Tradisi ini merupakan bagian integral dari budaya masyarakat agraris Sumbawa yang telah dilestarikan secara turun-temurun sejak masa pemerintahan Sultan Muhammad Kaharuddin III pada awal abad ke-20. Karapan Kerbau tidak hanya berfungsi sebagai bagian dari musim tanam, tetapi juga sebagai sarana memperkuat tali silaturahmi dan ikatan sosial di antara warga. Pelaksanaannya melibatkan banyak pihak dan menciptakan kesempatan untuk berkumpul dan berinteraksi, serta mengandung elemen ritual dengan adanya peran dukun yang memberikan mantra pada kerbau dan peralatan yang digunakan.
Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai kerja sama, gotong royong, sportivitas, dan kekerabatan, sekaligus memiliki nilai ekonomi yang mampu menarik wisatawan dan berkontribusi pada perekonomian lokal. Namun, di tengah arus modernisasi dan globalisasi, Karapan Kerbau menghadapi pengaruh teknologi, media massa, dan perubahan gaya hidup. Teknologi modern menggantikan beberapa teknik tradisional, sementara media massa mempopulerkan tradisi ini meskipun ada risiko komersialisasi. Generasi muda yang lebih terpapar budaya global mungkin kurang tertarik, namun upaya pendidikan dan partisipasi budaya terus dilakukan untuk menjaga kelestarian tradisi ini. Masyarakat lokal telah mengadopsi elemen-elemen modern secara selektif sambil mempertahankan esensi Karapan Kerbau. Festival-festival Karapan Kerbau yang diorganisir secara profesional tetapi tetap menekankan nilai-nilai budaya lokal membantu menjaga relevansi tradisi ini di era modern. Dengan demikian, tradisi Karapan Kerbau tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang, dengan tetap menjaga nilai-nilai dan identitas yang telah menjadi bagian dari warisan budaya Sumbawa.Â
Sumbawa Besar merupakan sebuah daerah yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Sumbawa Besar dikenal dengan kekayaan budaya dan tradisinya yang unik, salah satunya adalah Karapan Kerbau. Karapan Kerbau merupakan permainan tradisional yang berasal dari Sumbawa Besar. Tradisi ini merupakan bagian dari budaya masyarakat agraris Sumbawa yang masih dilestarikan hingga saat ini (Oktaviani, 2019). Sebagai sebuah tradisi, nilai-nilai luhur, dan kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat di Kabupaten Sumbawa Besar dan dihidupi bersama-sama secara turun temurun yang dimaknai sebagai identitas kolektif atau jati diri. Kebudayaan atau Tradisi ini memiliki peran dan fungsi yang sentral dan mendalam sebagai suatu tatanan kehidupannya khususnya masyarakat Sumbawa Besar (Desy Karolina & Randy, 2021). Karapan Kerbau di Sumbawa Besar adalah tradisi warisan leluhur yang dimulai sejak awal abad ke-20 pada masa Sultan Muhammad Kharuddin III. Tradisi ini awalnya terkait dengan sistem bajak sawah menggunakan kerbau dan menjadi bagian integral dari musim tanam, dilaksanakan di persawahan berlumpur. Secara sosial, Karapan Kerbau mempererat tali silaturahmi diantara warga dan melibatkan banyak pihak, dari petani hingga penonton. Ritual ini juga mengandung elemen mistis, dengan peran dukun yang memberikan mantra pada kerbau dan peralatan yang digunakan. Karapan Kerbau menggambarkan nilai budaya seperti kerja sama, gotong royong, dan sportivitas. Tradisi ini memperkuat ikatan kekerabatan dan memiliki nilai ekonomi dengan menarik wisatawan, yang berkontribusi pada perekonomian lokal. Karapan Kerbau bukan hanya permainan rakyat, tetapi juga manifestasi identitas budaya, sosial, dan ekonomi masyarakat Sumbawa, mengajarkan pentingnya kerja sama, sportivitas, dan menghargai warisan budaya yang telah ada sejak lama. (Yuliana, 2021).Â
Dalam menghadapi arus modernisasi dan globalisasi, tradisi Karapan Kerbau di Sumbawa tidak lepas dari dampak teknologi, media massa, dan perubahan gaya hidup. Teknologi modern telah membawa perubahan besar dalam pelaksanaan Karapan Kerbau. Penggunaan alat-alat modern untuk membajak sawah telah menggantikan beberapa teknik tradisional, meskipun unsur-unsur tradisional masih dipertahankan dalam acara-acara tertentu. Media massa berperan penting dalam mempopulerkan tradisi ini, baik di tingkat lokal maupun nasional. Dengan bantuan televisi, media sosial, dan internet, Karapan Kerbau sekarang lebih dikenal luas dan menarik wisatawan. Namun, ada kekhawatiran bahwa eksposur media massa dapat mengkomersialisasikan tradisi ini, memindahkan fokus dari nilai-nilai budaya dan spiritual ke hiburan semata.Â
Perubahan gaya hidup masyarakat, terutama di kalangan generasi muda, juga mempengaruhi pelaksanaan Karapan Kerbau. Generasi muda yang lebih terpapar budaya global mungkin kurang tertarik atau merasa tradisi ini kurang relevan. Namun, upaya untuk melibatkan mereka melalui pendidikan dan partisipasi dalam acara budaya telah dilakukan untuk menjaga agar tradisi ini tetap hidup dan dihargai. Masyarakat lokal telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan esensi Karapan Kerbau sambil mengadopsi elemen-elemen modern. Salah satu caranya adalah dengan mengintegrasikan teknologi modern secara selektif, seperti penggunaan alat-alat pertanian yang lebih efisien, tanpa menghilangkan aspek tradisional yang penting. Selain itu, penyelenggaraan festival-festival Karapan Kerbau yang diorganisir secara profesional tetapi tetap menekankan nilai-nilai budaya lokal membantu menjaga relevansi tradisi ini di era modern. Dengan demikian, meskipun teknologi dan perubahan gaya hidup membawa tantangan tersendiri, upaya masyarakat lokal untuk mempertahankan esensi Karapan Kerbau menunjukkan ketahanan budaya yang kuat. Tradisi ini tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang, dengan tetap menjaga nilai-nilai dan identitas yang telah menjadi bagian dari warisan budaya Sumbawa (Endah Pertiwi, 2007).
Berdasarkan penjelasan di atas, Esai ini akan menganalisis terkait dinamika antara tradisi Karapan Kerbau dan Modernitas di Sumbawa Besar dengan menggunakan perspektif Sosiologi Kebudayaan Pierre Bourdieu, Khususnya pada konsep Habitus, Modal Budaya, dan Arena Sosial. Konsep ini sangat penting dalam memahami dinamika praktik sosial dan struktur kekuasaan, dengan menggunakan konsep dari Bourdieu, kita bisa memahami terkait dinamika antara Tradisi Karapan Kerbau dan Modernitas. Dalam Hal konteks Karapan Kerbau yang Tradisional dan pengaruh Modern, Habitus menunjukkan bagaimana praktik tradisional Karapan Kerbau yang berakar dalam kehidupan serta kebiasaan masyarakat Sumbawa Besar kini menghadapi tantangan dari nilai-nilai dan praktik modern. Pertentangan ini mencerminkan bagaimana struktur eksternal yang berbeda diinternalisasi antara adat istiadat tradisional dan pengaruh modern. Modal budaya yang terkandung dalam pengetahuan dan keterampilan seputar Karapan Kerbau kini mengalami penurunan nilai demi pendidikan dan keterampilan ekonomi modern. Generasi muda mungkin akan lebih diuntungkan dengan memperoleh modal budaya modern yang lebih diakui dan dihargai dalam konteks sosial dan ekonomi yang lebih luas. Arena sosial di Sumbawa Besar mengalami pergeseran seiring meningkatnya pentingnya bentuk-bentuk modal baru. Hierarki sosial tradisional yang didasarkan pada modal budaya dan simbolik terkait Karapan Kerbau sedang diubah seiring dengan meningkatnya dominasi modal ekonomi dan pendidikan. Perubahan ini menyebabkan munculnya posisi sosial baru dan dinamika kekuasaan dalam masyarakat. Dengan menggunakan kerangka kerja Bourdieu, kita bisa memahami lebih dalam bagaimana praktik budaya dipertahankan, diubah, dan kadang diperebutkan dalam sebuah komunitas, yang mencerminkan perubahan sosial dan ekonomi yang lebih luas (Bourdieu, Pierre, and Jean-Claude Passeron, 1990).
Kesimpulan
Transformasi budaya di Sumbawa Besar, terutama pada tradisi Karapan Kerbau, bisa dianalisis menggunakan perspektif sosiologi kebudayaan Pierre Bourdieu. Praktik tradisional Karapan Kerbau yang telah lama berakar dalam habitus masyarakat Sumbawa Besar kini dihadapkan pada tantangan dari nilai-nilai dan praktik modern. Penurunan nilai modal budaya dalam tradisi ini terjadi seiring dengan meningkatnya pendidikan dan keterampilan ekonomi modern, yang lebih diakui dalam konteks sosial yang lebih luas. Pergeseran dalam arena sosial di Sumbawa Besar disebabkan oleh dominasi modal ekonomi dan pendidikan yang meningkat, mengakibatkan perubahan dalam hierarki sosial tradisional. Dengan menggunakan kerangka kerja Bourdieu, kita bisa lebih memahami bagaimana praktik budaya dipertahankan, diubah, dan diperebutkan, yang mencerminkan perubahan sosial dan ekonomi yang lebih luas. Tradisi Karapan Kerbau tidak hanya mampu bertahan tetapi juga berkembang, menunjukkan ketahanan budaya yang kuat sambil mengadopsi aspek-aspek modern.
Refrensi
Aries Zulkarnain, 2015. Buku Teks Tradisi dan Adat Istiadat SAMAWA, Yogyakarta (Ombak, 2015).
Bourdieu, Pierre, and Jean-Claude Passeron. Reproduction in education, society and culture. Vol. 4. Sage, 1990.