(Chapter 2)
Oleh:
Gerry Nugraha, S.Si., M.Sc*
Mahasiswa Prodi S2 Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Indonesia kaya dengan tumbuhan tanaman obat, namun hal tersebut belum dibarengi dengan pemanfaatannya dalam pengobatan. Tingginya biaya penelitan menemukan senyawa obat baru khususnya yang berbasis senyawa bahan alam, panjangnya tahapan dan waktu yang diperlukan, ditambah alat dan infrastruktur yang kurang mendukung, menjadi alasan utama terhambatnya penelitian-penelitian di bidang penemuan obat baru.
Metode in silico yaitu Kimia Komputasi atau juga dikenal sebagai Komputasi Medisinal, hadir dan berkembang pesat sejak tahun 1980 untuk membantu mengurangi masalah-masalah tersebut.
Kimia Komputasi digunakan dalam simulasi sistem kimia dan biologi untuk memahami dan memprediksi perilaku senyawa pada tingkat molekuler (1), menggunakan hasil kajian kimia teori yang diterjemahkan ke dalam program bahasa komputer untuk menentukan sifat-sifat partikel dan perubahannya (2).Â
Menurut Jensen (2017), Kimia Komputasi difokuskan untuk mendapatkan hasil yang relevan terhadap masalah di bidang kimia. Kajian terhadap suatu sistem kimia diawali dengan pemodelan sistem yang akan dikaji, dilanjutkan dengan perhitungan sifat fisikokimia, diakhiri dengan analisis data yang dihasilkan dari perhitungan.
Pendekatan in silico dalam desain obat baru merupakan sarana penelitian pendahuluan, membantu dalam skrining kandidat obat dan memangkas kuantitasnya secara signifikan (4).Â
Menurut Vilar dkk. (2008), dua strategi utama yang umum diterapkan dalam penemuan obat berbantuan komputer adalah structure based virtual screening (SBVS). Tan dkk. (2008) mengemukakan, SBVS telah terbukti efektif dan efisien dalam menghasilkan arahan untuk pengembangan kimia obat lebih lanjut tanpa memerlukan infrastruktur yang kompleks.
SBVS merupakan tahap awal proses penemuan obat baru (7), faktor yang menentukan ligan dan protein diterima sebagai protokol SBVS apabila dapat menghasilkan mode ikatan yang reprodusibel (8). Selain itu, protokol dapat diterima apabila menghasilkan nilai Root-Mean-Square Deviation (RMSD) tidak lebih dari 2,0 (9).Â