Gemericik air, mengalun pelan namun pasti. Suaranya begitu mudah dikenali, apalagi saat polusi suara tidak demikian mengganggu. Suasana ini seperti mengajakku kala kecil dulu, dalam gendongan jarik saat ibu tak henti-hentinya mendendangkan lirih lagu tak lelo-lelo ledhung. Sayup-sayu mata saya pun tanggap akan sikap tersebut.
Memang, modernitas tak dapat dihentikan. Namun bukan berarti tak bisa tanpa siasat. Pun demikian pada tradisional. Ada nilai keakraban yang jadi identitas, yang itu takkan mampu diadu jadi kelebihan "pasar rakyat" ini.
Sedari kecil, saya membayangkan bahwa para pedagang tak sebatas mencari untung. Pula para pembeli, tak hanya mampir beli lalu pulang lagi. Selalu ada tegur sapa minimalnya, mereka yang terlanjur jadi pelanggan tak akan mudah dilepas penjaja pasar. Pun bagi pemburu harga murah, pasar tradisional akan jadi pilihan utama sejak dari pikiran.
Segala aspek positif ini saya pikir akan relevan jika pemerintah ambil bagian sebagai inisiator agar pasar tradisional tetap menjadi opsi kelas wahid saat orang berbelanja. Demikian agaknya yang jadi salah satu potret Pasar Fajar di Wonosari, Gunungkidul. Sisi selatan -- Timur Jogja ini memang identik dengan nilai-nilai tradisional yang tetap komersil. UMKM disana pun tak kalah tenar, banyak yang mencoba peruntungan ambil bagian dalam ranah ini berkolaborasi dengan desa wisata; konsep yang belakangan juga digagas oleh pemerintah terkait.
Ngayomi, Ngayemi, Ngayani
Sudah semestinya pemerintah jemput bola untuk mendengar dan mengerti keluh kesah, kegelisahan serta kebutuhan masyarakat. Sehingga prinsip keterwakilan menjadi kewajiban mutlak sebagai bagian tugas kewajiban yang diemban.
Sebagai pengayom, sebagai pemberi rasa nyaman, serta sebagai pelayan masyarakat; kurang lebih demikian maksud Bambang Soepijanto menggambarkan situasi peran pemerintahan ketika beliau menjabat sebagai wakil rakyat. Ketika situasi demikian yang terjadi, maka bukan tidak mungkin tataran UMKM menjadi satu hal yang diperhitungkan dalam ranah pemberdayaan masyarakat. Hidup!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H