Mohon tunggu...
Gerry Gratias
Gerry Gratias Mohon Tunggu... Karyawan Swasta II Penikmat Jogja -

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Musik Bambu, Penawar Jengah Kala Lampu Merah

2 Desember 2018   01:00 Diperbarui: 2 Desember 2018   01:21 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: jatiasih.my.id

Berkelana pada jalan-jalan Yogyakarta selalu saja seru. Tiap sudut kotanya seperti menawarkan ciri khas-nya masing-masing. Tak terkecuali pada lampu merah yang kerap menjadi 'penghambat' saat kita diburu agar sampai tujuan tepat waktu. Jalanan Jogja juga kian ramai pengguna kendaraan bermotornya. Hingga kadang penat ditempat kerja ataupun hari-hari kuliah yang berat menjadi 'komplit' lantaran jalan pulang yang padat.

Namun ada yang menarik dibeberapa lokasi lampu merah; seperti diperempatan dari Jalan Kaliurang menuju kawasan Terban atau juga kantong parkir Ngabean. Saat lampu merah menyala, para musisi yang sudah berjajar lantas memainkan lagunya. 

Pilihan lagu ringan seperti dangdut koplo kerap menjadi alunan yang diperdengarkan. Lagunya mungkin biasa kita lihat dengar ditelevisi atau jadi pilihan gitaran bersama teman-teman. 

Akan tetapi yang berbeda adalah alat musiknya, menggunakan bambu lantas menyuguhkan aransemen yang nyeleneh namun membuat kepala memanggut. Oleh sebab menggunakan headset saat naik motor kerap ada himbauan untuk dihentikan, maka sajian musik bambu menjadi alternatif kala menikmat perjalanan.

Sumber Foto: lampung.tribunnews.com
Sumber Foto: lampung.tribunnews.com
Satu yang saya amati menjadi ciri khan musik bambu, tak peduli lagu yang dimainkan itu tentang bahagia maupun tentang duka; musik yang dimainkan selalu berkesan riang. Seperti persuasi bagi para penunggang kendaraan bermotor. Bahwa sejengah apapun perjalanan akan tetap dapat dinikmati, tohh baik melalui dengan 'ikhlas' maupun menggerutu tetap saja lengang-padat dan lampu merah jadi paket jalanan Jogja khususnya.

Jogja memang tempatnya manusia berkesenian, sebab memang demikian sesuai predikatnya sebagai sebagai pewaris kebudayaan. Sebagai bagian dari world heritage, Yogyakarta akan selalu dijaga identitasnya. 

Demikian pula menjadi komitmen seorang Bambang Soepijanto, yang lama meniti sepak terjangnya di Jogja. Agar warga Jogja semakin bangga wilayahnya selalu mendapat apresiasi positif baik dari mancanegara maupun domestik.

Jadi bagaimana? Siap menikmat penawar jengah kala lampu merah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun