Berkelana pada jalan-jalan Yogyakarta selalu saja seru. Tiap sudut kotanya seperti menawarkan ciri khas-nya masing-masing. Tak terkecuali pada lampu merah yang kerap menjadi 'penghambat' saat kita diburu agar sampai tujuan tepat waktu. Jalanan Jogja juga kian ramai pengguna kendaraan bermotornya. Hingga kadang penat ditempat kerja ataupun hari-hari kuliah yang berat menjadi 'komplit' lantaran jalan pulang yang padat.
Namun ada yang menarik dibeberapa lokasi lampu merah; seperti diperempatan dari Jalan Kaliurang menuju kawasan Terban atau juga kantong parkir Ngabean. Saat lampu merah menyala, para musisi yang sudah berjajar lantas memainkan lagunya.Â
Pilihan lagu ringan seperti dangdut koplo kerap menjadi alunan yang diperdengarkan. Lagunya mungkin biasa kita lihat dengar ditelevisi atau jadi pilihan gitaran bersama teman-teman.Â
Akan tetapi yang berbeda adalah alat musiknya, menggunakan bambu lantas menyuguhkan aransemen yang nyeleneh namun membuat kepala memanggut. Oleh sebab menggunakan headset saat naik motor kerap ada himbauan untuk dihentikan, maka sajian musik bambu menjadi alternatif kala menikmat perjalanan.
Jogja memang tempatnya manusia berkesenian, sebab memang demikian sesuai predikatnya sebagai sebagai pewaris kebudayaan. Sebagai bagian dari world heritage, Yogyakarta akan selalu dijaga identitasnya.Â
Demikian pula menjadi komitmen seorang Bambang Soepijanto, yang lama meniti sepak terjangnya di Jogja. Agar warga Jogja semakin bangga wilayahnya selalu mendapat apresiasi positif baik dari mancanegara maupun domestik.
Jadi bagaimana? Siap menikmat penawar jengah kala lampu merah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H