[caption id="attachment_170857" align="aligncenter" width="490" caption="Gambar : 1.bp.blogspot.com"][/caption]
*) Tanggapan atas artikel “Kasus Papua: Mau Diselesaikan Kapan?”
Saya terdorong memberikan catatan kritis atas postingan seorang Kompasianer Gema Bastari (mahasiswa Paramadina) pada Minggu, 8 April 2012 dengan judul sebagaimana tersebut di atas. http://politik.kompasiana.com/2012/04/08/kasus-papua-mau-diselesaikan-kapan/
Catatan kritis ini bermaksud memberikan ‘pencerahan’ kepada agar generasi muda bangsa, khususnya kaum muda Papua agar tidak semakin jauh mengalami “sesat pikir” lantaran dengan sengaja “disesatkan” melalui penafsiran sejarah secara sempit dan sepihak.
sdr. Gema Bastari melalui postingannya itu telah berusaha keras untuk meyakinkan publik bahwa proses integrasi Papua ke dalam NKRI sarat dengan kecurangan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia di masa lalu.
Kecurangan yang dimaksud adalah perundingan New York merupakan penyerahan penjajahan atas Irian dari Belanda ke Indonesia. Disebut curang, karena dalam perundingan itu tidak melibatkan rakyat Papua. New York Agreement dinilai telah mengabaikan eksistensi rakyat Irian (lihat postingan dimaksud, paragraf pertama dan ketiga).
Jika benar perundingan New York adalah penyerahan penjajahan, untuk apa Indonesia harus berdarah-darah bertarung melawan Belanda selama bertahun-tahun? Atau setidaknya ada “sesuatu” yang Indonesia berikan kepada Belanda sebagai kompensasi untuk mendapatkan wilayah Papua. Tapi fakta sejarah membuktikan Belanda harus angkat kaki tanpa syarat setelah satu demi satu wilayah kekuasaannya dilucuti.
One people one vote
Sedangkan pelanggaran versi sdr. Gema Bastari adalah sistem perwalian dalam pelaksanaan PEPERA tidak sesuai dengan ketentuan New York Agreement yakni one people one vote. (lihat paragraf keempat).
Dalil ini bisa dibenarkan jika dan hanya jika proses integrasi Papua ke dalam NKRI dimulai dari New York Agreement tahun 1962 dan berhenti pada PEPERA tahun 1969. Tetapi fakta sejarah membuktikan bahwa PEPERA bukanlah titik akhir. Karena hasil PEPERA masih harus dibawa ke Sidang Umum PBB ke-24 yang kemudian menghasilkan Resolusi Majelis Umum PBB nomor 2504 tanggal 19 November 1969.
Menggugat Resolusi PBB 2504