[caption id="attachment_182030" align="aligncenter" width="552" caption="ilustrasi : http://fariedrj.blogspot.com"][/caption]
Penembakan misterius di Papua masih terus berlangsung. Tadi malam (10/6/2012) sekitar pukul 21:15 WIT seorang petugas satuan pengamanan (satpam) di pertokoan Saga Mall Abepura yang juga berprofesi sampingan sebagai tukang ojek, ditembak orang tidak dikenal dikenal di halaman FKIP Uncen, Abepura, kota Jayapura. Satpam naas itu bernama Tri Surono (35), asal Ngawi, Jawa Timur. Ia ditembak usai mengantar seseorang ke kampus tersebut.
Dalam sebuah jumpa pers di kantor Imparsial, Jakarta pekan lalu, Koordinator Riset Imparsial, Ghufron mengatakan, rentetan peristiwa penembakan misterius dan semakin meningkatnya kekerasan di Papua menurut, bukan dilatarbelakangi faktor ekonomi. Imparsial menduga peristiwa tersebut bermotif politik yang sangat kuat.
Pelaku penembakan misterius di Papua, kata Ghufron jelas ingin menciptakan situasi chaos dan ketakutan masyarakat terhadap orang yang terlibat dalam konflik tersebut.
http://www.tribunnews.com/2012/06/07/penembakan-di-papua-sengaja-dibuat-agar-kondisi-chaos Sinyalemen yang diungkap Ghufron di atas, menurut saya tidak seluruhnya benar.Saya setuju bahwa meningkatnya kekerasan di Papua belakangan ini bermotif politik. Namun motif politik itu punya kaitan yang sangat kuat dengan motif ekonomi. 1. Motif Politik :
Sudah lama para aktivis Papua menyerukan kehadiran Dewan Keamanan PBB di Papua. Karena menurut mereka, situasi Papua sudah masuk kategori darurat, dan Pemerintah Indonesia dinilai telah gagal menciptakan kedamaian di Tanah Papua.
Anehnya, kasus-kasus kekerasan dan penembakan itu meningkat sangat tajam seiring dengan makin fokusnya perhatian pemerintah mensejahterakan masyarakat Papua. Dalam logika sederhana, berarti ada kelompok kepentingan tertentu yang menginginkan masyarakat Papua tidak sejahtera, tidak maju, tidak damai, tidak aman. Supaya ada cukup alasan bagi mereka untuk mengundang intervensi negara lain melalui PBB. Inilah jawabannya, apakah situasi chaos di Papua itu disengaja atau tidak. Ingat, sudah ada kelompok yang menyerukan pemberlakuan darurat sipil di Papua.
http://hukum.kompasiana.com/2012/06/09/sensasi-darurat-sipil-di-papua/
2. Motif ekonomi.
Jika PBB berhasil mengintervensi Papua, langkah berikutnya apa? Banyak contoh dimana negara-negara kuat “menumpang” missi kemanusiaan PBBuntuk kepentingan nasional mereka. Lebih khusus lagi, kepentingan ekonomi dan supermasi kedigdayaan.
Lihat saja British Petroleum dan Shell milik Inggris serta Total (Perancis) kini bercokol di Libya melalui misi NATO yang mengintervensi negara kaya minyak itu. Perancis dan Inggris kini telah menguasai sejumlah ladang minyak di Libya. Mereka membutuhkan stabilitas di Libya untuk kepentingan suplai minyak ini.
Modus yang sama bisa saja dilakukan di Indonesia. Negara-negara kuat yang selama ini mengincar kekayaan sumber alam kita, bisa saja mengintervensi Indonesia untuk stabilitas kemanan di Papua. Ingat,pangkalan militer AS sudah ditempatkan di Darwin akhir tahun lalu dengan 2.500 pasukannya. Dan jarak Darwin-Timika hanya sekitar 1.000 km. Ini adalah signal bahwakepentingan nasional AS dengan PT Freeport yang sedang menambang emas dan tembaga di Timika harus dikawal ketat dari tangan-tangan usil negara sekitarnya, termasuk Indonesia sendiri, serta dari fenomena kebangkitan China.
Saya kira, masih terlalu dini untuk meminta intervensi PBB ke Papua, apalagi missi kemanusiaan PBB selalui berpotensi ditumpangi kepentingan negara adidaya.Karenanya, sebagai negara yang berdaulat, kita optimis masih mampu mengatasi konflik internal di Papua. Tinggal political will pemerintah kita, untuk menyelesaikan semua sumber konflik Papua ini dengan cara-cara yang bermartabat....semoga!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H