Mohon tunggu...
gerry setiawan
gerry setiawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

aktivis jaringan epistoholik jakarta (JEJAK) Editor Buku "Internasionalisasi Isu Papua, Aktor, Modus, Motiv" Penerbit: Antara Publishing (2014)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Media dan Aktivis, Siapa Memanfaatkan Siapa?

14 Oktober 2014   21:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:02 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14132697112114032815

[caption id="attachment_328980" align="aligncenter" width="480" caption="Jurnalis Perancis yang tertangkap di Wamena 7 Agustus 2014 (foto:tabloidjubi.com)"][/caption]

Sejumlah aktivis ditangkap pada Senin (13/10/2014) saat sedang berunjuk rasa di Kota Jayapura, Papua. Kapolres Kota Jayapura AKPB Alfred Papare mengatakan, penangkapan dilakukan karena unjuk rasa itu tak memiliki izin.

"Mereka masih dimintai keterangan. Hingga saat ini dari belasan orang tersebut tak ada yang bersedia menjawab pertanyaan penyidik. Kami akan terus kembangkan," kata Kapolresta Jayapura sebagaimana dikutip www.liputan6.com kemarin.

Para pengunjuk rasa adalah para aktivis politik Papua merdeka dari organisasi yang mereka sebut KNPB (Komite Nasional Papua Barat) berjumlah sekitar 17 orang. Aksi unjuk rasa dilakukan terkait masih ditahannya dua jurnalis asal Perancis yang ditangkap di Wamena 7 Agustus 2014 lalu dan hingga saat ini masih berada dalam tanahan Polda Papua dalam rangka menjalani proses hukum. Kedua jurnalis itu adalah Thomas Charles Tendies (40) yang bekerja di ARTE Televisi Perancis dan Louise MarieValentine Burort yang bekerja di Media Online Perancis. Keduanya ditangkap aparat Polres Jayawijaya karena menyalahgunakan visa turis untuk melakukan pekerjaan jurnalistik di wilayah Papua. Para pengunjuk rasa menuntut agar dua jurnalis asing segera dibebaskan.


Itulah fakta yang terjadi di Papua sehari yang lalu. Tapi peristiwa penangkapan itu menimbulkan gaung luar biasa di luar sana. Ia telah menghiasi sejumlah situs berita media asing seperti website Radio New Zealand (www.radionz.co.nz), Pacific.scoop.co.nz, world.einnews.com,workersbushtelegraph.com.au, pidp.eastwestcenter.org, awpasydneynews.blogspot.com, dan entah website apalagi.

Kaca mata Media dan Aktivis

Mari kita simak isi berita versi liputan6.com di atas. Faktanya adalah: (1) ada aksi demonstrasi; (2) demo itu menuntut pembebasan dua jurnalis Perancis yang ditahan Polda Papua; (3) Karena demo itu tidak mengantongi ijin dari aparat keamanan maka demo itu dibubarkan dan sejumlah pengunjuk rasa digiring ke Mapolres Jayapura untuk dimintai keterangan.

Mana yang paling substansi dari rangkaian peristiwa tersebut: aksi demonstrasikah? Pembubaran dan penangkapan oleh polisikah? ataukah tuntutan yang disampaikan dalam aksi demo itu? Jawabannya tergantung dari sisi mana kita melihat.

Dari kacamata media, prinsipnya jelas : bad news is good news. Apalagi tuntutan dalam aksi demonstrasi itu terkait erat dengan upaya membebaskan jurnalis yang ditahan. Bagi media, memberitakan aksi demonstrasi tersebut sekaligus sebagai aksi solidaritas mereka bagi rekan-rekan seprofesi yang sedang ditahan. Soal apakah para pelaku aksi demo itu punya kepentingan lain, itu nomor dua. Yang jelas keinginan para jurnalis agar kedua jurnalis itu dibebaskan, murni datang dari dorongonan solidaritas yang mulia.

Lain lagi kaca mata para aktivis. Pembubaran dan penangkapan oleh polisi itulah yang ditunggu-tunggu. Apa yang dituntut dalam aksi demo juga penting bagi mereka karena nilainya sama-sama strategis dengan pembubaran dan penangkapan pelaku demo. Nilai strategisnya terletak pada pesan bisa disampaikan ke publik, bahkan ke dunia internasional, yaitu adanya pembungkaman demokrasi di Papua. Sementara alasan mengapa polisi membubarkan aksi demo, menangkap para pelaku aksi demo maupun penahanan terhadap kedua jurnalis itu tidaklah penting, bahkan “harus” diabaikan.

Kaca mata Polisi

Sedangkan dari kaca mata Polisi, justru apa yang dinomor-duakan dan yang “harus” diabaikan itu, itulah yang paling penting. Mengapa? Karena itulah tugas mereka dan untuk itulah mereka digaji oleh rakyat.

Dengan membuang jauh-jauh keinginan untuk menyalahkan salah satu pihak, sebuah pertanyaan kritis patut dilayangkan guna mensikapi peristiwa di atas, adalah kepada siapa kita mesti berpihak?

Pertanyaan itu hanya bisa dijawab jika kita punya pegangan yang sama, yakni melihat persoalan secara obyektif atau mendudukan permasalahan pada tempat yang semestinya.

Saya berpendapat, seyogyanya dimulai dari mengkritisi tindakan polisi, karena dalam pemberitaan di atas, Polisi lah yang menjadi subyek atau mungkin juga obyek yang disudutkan. Polisi adalah alat negara, maka tindakan polisi yang berdampak membatasi kebebasan publik “harus” berdasarkan peraturan perundang-undangan. Ketika polisi menangkap dan menahan dua jurnalis Perancis itu, adakah dasarnya? Ternyata ada, yaitu UU Keimigrasian, UU No. 6 Tahun 2011 pasal 122 huruf a tentang penyalahgunaan izin tinggal.

Memang soal identitas kewartawanan keduanya sudah diklarifikasi oleh Pemerintah Perancis, tetapi toh, pelanggaran sudah terjadi sehingga keduanya harus menjalani proses hukum. Status hukum mereka saat ini adalah sudah ditetapkan sebagai Tersangka. Melalui kuasa hukumnya Aristo Pangaribuan, kedua jurnalis itu sudah meminta maaf secara tertulis kepada Pemerintah Indonesia dan berjanji tidak menggunakan informasi apapun yang mereka peroleh di Papua yang berbau propaganda.

Demikianpun pembubaran dan penangkapan terhadap para aktivis papua itu, juga ada dasarnya yaitu UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Dalam undang-undang tersebut memuat pula tata cara pemberitahuan kegiatan secara tertulis kepada Polri setempat selambat-lambatnya 3x24 jam sebelum kegiatan diadakan. Filosofi dari pemberitahuan tersebut semata-mata agar para pelaku aksi unjuk rasa mendapatkan perlindungan keamanan dari Polri serta tidak mengganggu ketertiban umum.

Barangkali benar versi para aktivis KNPB itu bahwa mereka sudah menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Polisi. Tetapi yang pasti Polisi punya catatan sendiri tentang KNPB atas aksi unjuk rasa yang mereka lakukan tanggal 26 November 2013 lalu. Seorang tukang ojek, Syamsul Muarif tewas terkena tusukan benda tajam para pendemo, dan sejumlah orang luka-luka. http://bintangpapua.com/index.php/lain-lain/k2-information/halaman-utama/item/11150-korban-demo-rusuh-knpb-meninggal

16 Oktober 2013 dalam aksi demo KNPB di Yahukimo, satu orang tewas, dua kritis. http://papuapost.com/2013/10/demo-knpb-di-yahukimo-1-tewas-dan-2-kritis/

4 Juni 2012 dalam aksi demo KNPB di Waena, 6 orang luka-luka dan 1 orang pendemo tewas diduga akibat terinjak-injak oleh kelompok massa yang berhamburan ketika dibubarkan aparat. http://www.tribunnews.com/regional/2012/06/05/polisi-amankan-43-massa-knpb-soal-demo-papua-merdeka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun