[caption id="attachment_254166" align="aligncenter" width="478" caption="Danny Kogoya says the Indonesians amputated his leg without his permission. (www.radioaustralia.net.au) "][/caption]
Salah satu media Australia yang paling intens memberitakan tentang Papua adalah ABC News. Media ini juga memiliki situs dalam versi bahasa Indonesia, yaitu [http://www.radioaustralia.net.au].
Rabu, 10 Juli 2013 headline media ini menulis tentang himbauan salah seorang tokoh OPM, Danny Kogoya yang bermarkas di salah satu tempat di wilayah PNG, agar para tokoh OPM berkumpul di tempatnya (Camp Viktoria) untuk melanjutkan perjuangan Papua merdeka dari Indonesia. Berita yang sama di situs ABC News judulnya sedikit lebih ‘menggigit’, yaitu “Papuan rebel leader Danny Kogoya vows to keep fighting Indonesia despite amputated leg”. (sumber)
Saya lebih tertarik pada judul berita berbahasa Inggris itu, karena disitulah misi berita ini disembunyikan. Mengapa? Karena sudah menjadi rahasia bersama bahwa media massa tak bisa lepas dari tujuan mengusung kepentingan pemilik atau pengelolanya.
Misinya semakin tampak karena berita utama itu dilengkapi foto (bahkan video) tentang Dany Kogoya tengah menunjukkan kaki kanannya yang terbalut perban. Dilengkapi caption “Danny Kogoya says the Indonesians amputated his leg without his permission”.
Kesan spontan yang muncul dalam benak pembaca berita itu adalah Dany Kogoya pernah ditangkap aparat keamanan Indonesia, kemudian di dalam tahanan, kakinya diamputasi. Kejam benar aparat Indonesia?!!
Pada bagian akhir berita itu (versi bahasa Indonesia), adalah kalimat : “Sementara Jurnalis Radio Australia, Liam Cochrane dalam laporannya menyebut pasukan Kogoya yang berada di kamp Victoria hanya memiliki senjata rakitan tanpa berisi peluru”. Luar biasa ABC News mengarahkan imij pembacanya. Padahal faktanya tidaklah demikian.
Kaki Dany lebih penting dari Nyawanya
Sosok Dany Kogoya yang diberitakan oleh media Australia itu hanya mengkisahkan babak akhirnya saja. Bagian awalnya sengaja disembunyikan. Padahal berita penangkapan Dany cukup heboh di media pada menjelang akhir tahun 2012 lalu. Singkatnya, Dany Kogoya adalah buron (DPO) Polda Papua karena terindikasi terlibat dalam beberapa aksi kriminal di Papua, antara lain penembakan di Nafri, Abepura, Papua tahun 2011 yang menewaskan empat orang. Pada Minggu, 2/9/2012 malam Dany ditangkap pihak kepolisian di Hotel Entrop, Jayapura bersama sejumlah anak buahnya.
Malam itu juga, Polisi menggerebek sebuah rumah di kawasan BTN Puskopad Kamkey Abepura yang diduga menjadi tempat persembunyian kelompok tersebut.22 orang ditangkap. Di antara mereka terdapat empat orang yang selama ini masuk dalam daftar DPO ( daftar pencaharian orang) Polda Papua, yakni Nabi Jikwa, Krema Jikwa, Lambertus Siep dan Tandius Kogoya. (sumber)
Benarkah kaki Dany diamputasi di tahanan?
Untuk menjawab pertanyaan penting ini, mari kita lacak berita media terkait proses penangkapan Dany. Berdasarkan ketarangan Kadiv Humas Polri Irjen Pol Anang Iskandar lewat pesan singkat kepada merdeka.com, Senin (3/9/2012) : "Tersangka Dani Kogoya berupaya melakukan perlawanan dan tertembak di bagian kaki kanan." Berita ini dipublish 3/9/2012 pukul 11.41 WIB atau kurang dari 12 jam setelah penangkapan. (sumber)
Keterangan itu cocok dengan pernyataan Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol. Yohannes Nugroho di Antara News yang dipublish sekitar jam 9 malam (3/9/2012) : Tersangka kerusuhan itu terpaksa dilumpuhkan secara paksa, dan ditembak kakinya karena saat hendak ditangkap berupaya melarikan diri, dan salah seorang rekannya yang bernama Simon Kosay menyerang polisi menggunakan senjata tajam.
"Kami terpaksa menembak kaki yang bersangkutan setelah mencoba melarikan diri saat hendak ditangkap," kata Yohanes. Menurut dia, akibat luka tembak tersebut kaki kanan Dani Kogoya terpaksa diamputasi tim dokter di RS Bhayangkara di Jayapura, dan saat ini kondisinya sudah stabil. (sumber)
Dari kronologi berita tersebut, sulit menyimpulkan bahwa tindakan mengamputasi kaki Dany Kogoya adalah tindakan pelanggaran HAM, tetapi lebih kepada tindakan medis yang dilakukan dalam situasi darurat demi keselamatan Dany Kogoya sendiri. Dan yang tidak kalah penting, adalah tempat tindakan amputasi dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara beberapa saat setelah penangkapan. Bukan di Lapas. Tindakan Amputasi dilakukan oleh tim medis rumah sakit, bukan oleh Polisi yang menangkapnya, bukan pula oleh petugas Lapas.
Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa media Australia sengaja mengangkat kaki Dany dengan ujung pena untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Dany adalah korban kekerasan aparat keamanan Indonesia. Ini juga siasat Aussie untuk membangun opini publik tentang Pelanggaran HAM di Papua menjelang kunjungan Delegasi Melanesian Spearhead Group (MSG) yang sedang mempertimbangkan keanggotaan Papua Barat dalam forum negara-negara rumpun Melanesia di Pasifik Selatan itu.
Aussie....aussie, hentikanlah politik busuk anda...!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H