Mohon tunggu...
gerry setiawan
gerry setiawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

aktivis jaringan epistoholik jakarta (JEJAK) Editor Buku "Internasionalisasi Isu Papua, Aktor, Modus, Motiv" Penerbit: Antara Publishing (2014)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Novela dan Demokrasi Noken

13 Agustus 2014   22:16 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:38 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14079174861318320178

[caption id="attachment_319047" align="aligncenter" width="522" caption="gambar olahan penulis dari tayangan Metro TV"][/caption]

NOVELA NAWIPA, wanita muda asal Papua sekali muncul di televisi langsung fenomenal.  Penampilan Nowela di gedung MK kemarin (12/8/2014) diberi judul oleh sebuah media sosial “Nowela, MK Idol”. Isi kesaksiannya dalam sidang perselisihan Pilpres itu agaknya kurang diperhatikan orang, tetapi lebih kepada gaya bicaranya yang khas Papua. Meledak-ledak,apa adanya, dan mengundang tawa.

Tanpa disadari Novela telah menarik perhatian publik untuk sedikit-banyak mencari tahu seperti apa pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pilpres di Tanah Papua. Satu hal yang membedakan Papua dari daerah-daerah lainnya di Indonesia (dalam hal Pemilu) adalah penggunaan sistem noken dan sistem ikat. Penjelasan praktis atas kedua sistem itu adalah sistem ikat artinya kepala Suku atau Ondoafi dapat mewakili anggota sukunya memilih paket tertentu (Pilkada atau Pilpres) dan pace A atau mace B dalam Pileg. Sedangkan sistem Noken adalah teknis pengumpulan suara dengan Noken (tas dari anyaman kulit pohon) sebagai pengganti kotak suara. Satu calon diwakili satu noken. Semakin banyak isi noken, semakin besar peluang si calon memenangkan pemilihan.

Kedua sistem ini dinilai tidak demokratis dan bertentangan dengan prinsip LUBER JURDIL dalam Pemilu. Tetapi MK melalui putusan No. 47-48/PHPU.A-VI/2009 tanggal 9 Juni 2009 tentang Mekanisme Penggunaan Sistem Noken di Papua. Keputusan MK bukannya tanpa dasar. UUD 1954 Pasal 18 B ayat 2 menyatakan: negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam UU.

Artinya demokrasi noken itu nyata-nyata masih ada dan masih hidup dalam masyarakat adat Papua. Adam Arisoi (Ketua KPU Provinsi Papua) dalam wawancara dengan Metro TV yang ditayangkan Rabu siang, 13 Agustus 2014 secara tegas menyatakan bahwa sistem noken itu masih relevan digunakan di Papua, tetapi hanya di wilayah-wilayah tertentu saja, karena masyarakat disana menginginkan demikian.

Penjelasan itu sejalan dengan pernyataan Ketua MK Hamdan Zoelva beberapa waktu lalu bahwa, kita sepakat asas pemilu itu Luber Jurdil, dan putusan sistem perwakilan pemilih itu bersifat kasuistik berdasarkan fakta di lapangan, bukan melahirkan norma yang bersifat umum. link

Demokrasi Noken dalam PEPERA

Jika diurut lebih jauh, keberadaan sistem ikat dan sistem noken sebetulnya sudah pernah digunakan dalam sistem pemilihan terbuka tahun 1969 yang dikenal dengan PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat). Kala itu, masyarakat Papua dihadapkan pada dua pilihan politik terkait status wilayah mereka (Irian Barat), apakah mau berintegrasi dengan NKRI atau menjadi negara sendiri (merdeka). Sejarah mencatat, pilihan masyarakat adalah berintegrasi dengan NKRI.

U Thant, Sekretaris Jenderal PBB asal Myanmar memerintahkan kepada Indonesia untuk melakukan jajak pendapat (referendum) kepada seluruh rakyat Papua untuk menentukan pilihan, sebagaimana isi kesepakan atau Perjanjian New York. Dalam referendum itu, setiap warga di Bumi Cendrawasih diharuskan memilih. Namun mengingat jangkauan dari satu wilayah pemilihan ke wilayah pemilihan lain terlampau jauh, maka ditempuh jalan musyawarah yang dipimpin ketua adat. Mereka memilih wakil-wakil untuk menentukan pilihan sesuai aspirasi anggota sukunya. Hasil akhirnya, pilihan jatuh pada ‘bergabung dengan NKRI’.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun