Mohon tunggu...
gerry setiawan
gerry setiawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

aktivis jaringan epistoholik jakarta (JEJAK) Editor Buku "Internasionalisasi Isu Papua, Aktor, Modus, Motiv" Penerbit: Antara Publishing (2014)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesaksian Seorang Saksi PEPERA

12 Juli 2012   02:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:03 1502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_187411" align="aligncenter" width="504" caption="salah satu pertemuan Indonesia-Belanda yang difasilitasi pihak ketiga yang netral. Ini adalah bagian dari perjalanan panjang sejarah integrasi Papua kedalam NKRI.  sumber : http://www.savevid.com"][/caption]

Peristiwa politik sekaligus peristiwa sejarah tahun 1969 di Papua yaitu Referendum untuk menentukan status politik wilayah Papua hingga kini masih menjadi bahan perdebatan di kalangan aktivis Papua. Mereka menuding bahwa Pelaksanaan referendum yang dikenal dengan PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) itu, ilegal.

Terkait hal itu, saya coba share tulisan seorang saksi sejarah seorang tokoh yang terlibat langsung dalam peristiwa sejarah PEPERA tahun 1969 itu. Beliau adalah Moch. Hatta Abad, S.H.Kasaksiannya itu dipublikasikan di Majalah Tempotanggal 16 Mei 1999.

Setelah Bung Karno menyatakan konfrontasi dengan Belanda, peristiwa-peristiwa penting telah terjadi, antara lain Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) atau Act a Free Choice, yang disaksikan utusan PBB, pada 1969.

Tanggung jawab pelaksanaan Pepera diserahkan kepada Panitia 9 yang dilantik oleh DPRD setempat. Panitia ini bertugas menghubungi para tokoh masyarakat secara langsung untuk bergabung dalam Dewan Musyawarah Pepera, yang disingkat DMP.

Sebagai salah seorang anggota panitia itu, saya berhari-hari menelusuri hutan, menyeberangi sungai, dan berjalan kaki dengan berbagai ancaman binatang buas, dengan tujuan mengumpulkan tokoh masyarakat, demi suksesnya Pepera. Kami berhasil mengumpulkan mereka di Wamena dan mereka pun bebas berbicara tanpa tekanan di hadapan utusan PBB. Hasilnya, anggota DMP memilih bergabung kembali ke pangkuan RI. Ini adalah titik awal bahwa Irian Barat "kembali" dan diakui dunia internasional.

Bagi karyawan perusahaan asing yang sedang mengeskplorasi emas dan tinggal jauh di pedalaman, menurut saya, tuntutan memisahkan diri dari Indonesia bukan jalan yang terbaik. Saya mencintai Irianjaya karena kita adalah satu, dari Sabang sampai Merauke.

Moch. Hatta Abad, S.H. Purnawirawan Alamat lengkap pada Redaksi

Sumber : http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1999/05/16/SRT/mbm.19990516.SRT94016.id.html

Semoga kesaksian ini bisa menambah pemahaman anak bangsa ini untuk lebih menghargai sejarah dan menghormati jasa-jasa para pahlawan kita. Karena Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun