Mohon tunggu...
gerry setiawan
gerry setiawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

aktivis jaringan epistoholik jakarta (JEJAK) Editor Buku "Internasionalisasi Isu Papua, Aktor, Modus, Motiv" Penerbit: Antara Publishing (2014)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia tidak meng-Koloni Papua

12 Januari 2012   20:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:58 1401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_155285" align="aligncenter" width="417" caption="Tahun 2008 Menlu RI terpilih menjadi Ketua Komite Dekolonisasi PBB yang memimpin 27 negara anggota"][/caption] Tanggal 6 – 8 September 2011 New Zeland menjadi tuan rumah pertemuan tahunan negara-negara kepulauan Pacific (Pacific Island Forum atau PIF 2011).Tanggal 9 September dilanjutkan dengan forum dialog (Post Forum Dialogue / PFD). Indonesia hanya hadir pada sesi PFD bersama 13 negara Pasifik lainnya. Sesi PFD ini juga dihadiri Sekjen PBB, Ban Ki-Moon.

Upaya OPM (Organisasi Papua Merdeka) selama bertahun-tahun untuk menjadi anggota PIF selalu ditolak. Kali inipun upaya itu kembali gagal, walaupun hanya menjadi observer.

Hal yang menarik dari PIF 2011 di Auckland tersebut adalahpernyataan Ban Ki-Moon dalam konferensi pers yang antara lain menyatakan bahwa PIF 2011 telah mendiskusikan secara baik berbagai topik permasalahan seperti perubahan iklim, ekonomi kelautan, perdamaian kawasan dan keamanan serta berbagai isu lainnya. Sebuah pertanyaan menohok dari seorang wartawan mengenai isu dekolonisasi Papua Barat, dijawab sekjen PBB sebagai berikut:

“Again this issue should also be discussed at the Decolonisation Committee of the United Nations General Assembly. And when it comes, again, to whether you are an independent state or non self-governing territory, whatever, the human rights is an inalienable and fundamental principle of the United Nations. We will do all to ensure that the people in West Papua, their human rights should be respected”

(Isu ini harus dibahas dalam Majelis Umum Komite Dekolonisasi PBB. Dan jika hal itu terulang kembali, apakah anda (Papua Barat) sebuah negara independen atau suatu wilayah yang tidak berpemerintahan atau apapun juga, HAM adalah mutlak dan prinsip dasar bagi PBB. Kami akan melakukan segala hal untuk memastikan bahwa rakyat di Papua Barat hak asasinya harus dihormati).

(http://www.un.org/apps/sg/offthecuff.asp?nid=1929)

Terjadi Multitafsir atas Pernyataan Ban Ki-Moon

Bagi para aktivis Papua merdeka, pernyataan Ban Ki-Moon tersebut telah ditafsir sedemikian rupa seakan-akan itu adalah jaminan dari PBB untuk mendukung perjuangan mereka melepaskan Papua dari wilayah kedaulatan NKRI. Berbekalkan pernyataan Ban Ki-Moon itu, Mereka kini sedang menyusun sebuah strategi baru. 16 Desember tahun lalu Mr Andy Ayamiseba, pimpinan WPNCL (West Papua Nasional Coalition For Liberation / Koalisi Nasional untuk Pembebasan Papua Barat)di Vanuatu,mendeklarasikan pembentukanKomite Dekolonisasi Papua Baratyang bertugas mengupayakan pengajuanpetisi kepada Komite Dekolonisasi PBB .

Pernyataan Ban Ki-Moon dan semangat Andy Ayamiseba ini pulalah yang melatari pernyataan salah seorang Advokat HAM Papua, Yan Christian Warinussybelum lama ini yang menyemangati rakyat Papua untuk tidak lagi takut membicarakan Papua Merdeka. Karena soal Papua Merdeka adalah soal HAM yang dapat diperjuangkan secara legal, demokratis dan politik secara universal. Juga pernyataan Lambert Pekikir, Pemimpin TPN/OPM wilayah perbatasan RI-PNG, tanggal 10 Januari 2012 yang menyerukan kepada PBB agar segera mengagendakan pembahasan kemerdekaan Papua dalam Sidang Umum PBB tahun ini. (Sudah saya ulas dalam artikel saya kemarin berjudul Tokoh Pejuang Papua Merdeka Menuntut Tanggung Jawab PBB).http://politik.kompasiana.com/2012/01/12/tokoh-pejuang-papua-merdeka-menuntut-tanggung-jawab-pbb/

Padahal jawaban Ban Ki-Moon tersebut bersifat protokoler dan prosedural tanpa memberikan kepastian tindakan karena kewenangannya dibatasi atau didasarkan mandat Majelis Umum PBB (Normally the Secretary-General acts on the basis of the mandate given by inter-governmental bodies). Secara psikologis, pejabat publik yang sangat “concerned” dalam menjawab isu terkait tidak akan menyampaikan kepada publik “keterbatasannya”, melainkan lebih kepada “Upaya yang mungkin dilakukannya”.

Indonesia telah mengusir Penjajah, bukan mengkoloni Papua

1326403937393348777
1326403937393348777
Dekolonisasi adalah penghapusan daerah jajahan, atau mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada daerah jajahan atau memerdekakan daerah jajahan. Proses dekolonisasi Indonesia sudah terjadi dari tahun 1945-1949. Berbeda dengan dekolonisasi daerah-daerah jajahan Inggris di Asia, proses dekolonisasi Indonesia memang dikenal alot, lantaranBelanda tidak bersedia mengakui Kedaulatan RI. Pada mulanya, Belanda sama sekali tidak mau berhubungan dengan pemerintahan Sukarno, yang dianggapnya kolaborator Jepang.

Namun karena terpaksa oleh keadaandan dengan bantuan Inggris sebagai penengah, Belanda pun bersedia berunding dengan pihak RI di Linggarjati (1946). Sedangkan untuk wilayah Irian Barat (Papua), prosesnya lebih alot lagi. Dimulai dari KMB 1949 di Den Haag, kemudian melalui dukungan penuh dari negara-negara peserta Konferensi Asia Afrika tahun 1955 hingga akhirnya ke New York Agreement 1962 dan dikukuhkan dalam Sidang Umum PBB ke-24 ) tanggal 19 November 1969, yang diikuti oleh 114 negara dan menghasilkan Resolusi Majelis Umum PBB nomor 2504 (XXIV).

Itupun ternyata masih belum ikhlas diterima Belanda hingga saat ini. Dengan strategi baru membawa persoalan Papua ke Majelis Umum Komite Dekolonisasi PBB, itu berarti Indonesia hendak disejajarkan dengan negara-negara kolonial (penjajah). Padahal kita tahu, lebih dari 300-an tahun Indonesia menjadi korban penjajahan oleh negara lain (Belanda, Inggris dan Portugis).

Sejarah telah membuktikan bahwa yang dilakukan Indonesia di Irian Barat (Papua) dan Maluku saat itu adalah perjuangan berdarah-darah untuk mengusir Penjajah Belanda. Bukan mengkoloni Papua dan Maluku.

Jadi yang dilakukan oleh Indonesia dalam menghadapi Belanda (dulu) dan menghadapi separatis (kini) tak lain tak bukan adalah mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.Ini merupakan konsekuensi logis dari azas uti possidetis juris yang artinya batas wilayah negara bekas jajahan yang kemudian MERDEKA, mengikuti batas wilayah sebelum negara tersebut merdeka. Maka :

SEKALI MERDEKA, TETAP MERDEKA...!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun