Cuaca Wollongong masih hangat ketika kami datang. Ini adalah perjalanan liburan biasa. Setelah beberapa lama mengenal Tjiptadinata Effendi, yang biasa kami panggil Uda, di kompasiana melalui hanyalah saling lontar komentar, tiba-tiba terlintas begitu saja keinginan untuk mengunjungi Australia.
Kami (saya dan istri tercinta, Abie) memang belum pernah ke Benua Kanguru. Lalu, karena ada Uda Tjip dan Uni Lina disana (lebih enak rasanya menyebut begini), kami putuskan untuk pergi, justru terdorong karena ingin bertemu.
Begitulah, setelah mencari tiket dan mengurus visa, kami lalu berangkat. Melalui Denpasar kami ke Melbourne lanjut ke Hobart di Tasmania, kemudian ke Sydney. Dari Sydney kami menuju Wollongong. Kalau di kota-kota sebelumnya kami hanyalah berlibur dan berjalan-jalan saja, maka tujuan ke Wollongong tak lain tak bukan adalah bertemu Uda Tjip dan Uni Lina yang telah menunggu.
Kenapa harus kesana?, melewati 2 malam menginap di kota wisata indah Wollongong?. Kami tak punya alasan lain kecuali seakan ada daya magnet yang menarik ingin berjumpa, mungkin ini yang disebut chemistry?
Uda Tjip dan Uni Lina menjemput di stasiun Wollongong. Kami bertemu 2 orang yang sangat menyenangkan. Bersalaman seakan teman yang sudah puluhan tahun berkenalan. Saya lama memandang wajah seorang Tjiptadinata Effendi. Kebaikan hati terpancar melalui senyum dan pandangan mata yang begitu bersahabat. Saya jadi percaya tentang chemistry tadi, walau tidak juga mengerti sepenuhnya.
[caption caption="Dari kiri: penulis, istri tercinta abie, Uni Lina, Uda Tjip di Blowhole Kiama NSW Australia"]
Tiga hari selalu bepergian bersama dan berbincang santai tentang segala hal, membuat saya semakin mengerti, mengapa selama ini Uda Tjip banyak menulis tentang pahit getir kehidupan dan manisnya keberhasilan. Beliau adalah seorang “senior” dalam arti sebenarnya.
Berbagai persoalan hidup pernah dialaminya, menghadapi bermacam tabiat manusia dari yang bedebah hingga berjiwa mulia. Menaklukkan ular yang sesungguhnya sampai manusia berhati ular kobra.
Semuanya justru telah membentuk jiwa beliau menjadi seperti yang ada sekarang. Sangat kuat dalam pengendalian diri dan kesabaran serta rendah hati. Uda Tjip adalah Abu Bakar Ashidiq-nya Kompasiana. Beliau mempunyai wawasan luas yang bila dibandingkan dengan level kaisar Tiongkok pada masanya, adalah Kaisar Kangxi dari dinasti Qing.
Uda Tjip juga seorang pekerja keras, mempunyai cita-cita yang tinggi selalu rajin belajar dan sangat welas asih. Mudah iba melihat orang lain yang kesusahan. Bersama dengan istri tersayangnya, mereka berdua selalu aktif pada banyak kegiatan sosial.
Sebagai seorang yang lahir dan dibesarkan di tanah Minang Sumatera Barat, beliau jelas banyak dipengaruhi oleh budaya minang yang mengutamakan kebaikan budi pekerti. Seperti pepatah minang mengatakan: