Mohon tunggu...
Germanus ID
Germanus ID Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Orang Indonesia

Oleng, tapi Alhamdulillah masih sadar

Selanjutnya

Tutup

Financial

Qris, Dahaga Non Tunai yang Hampir Terpuaskan

30 Agustus 2019   19:36 Diperbarui: 30 Agustus 2019   21:53 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb


Pada mulanya kuingin sebuah dompet. Kelas 3 SD saku belakangku menggelembung. Rasanya sudah seperti pemuda-pemuda, kecuali rambut gondrong yang sama sekali tidak akan disetujui guru dan orang tua. Berada di antara kawan-kawan merah putih yang masih merogoh kantung celana atau baju untuk selembar uang lecek saat beli Sprite botol kaca, aku merasa keren.

Lalu bersama waktu, aku ingin lebih. Sebuah kartu ATM yang bisa untuk belanja dari Bank BRI dengan desain warna hijau menemani KTP di dompetku. Walaupun jarang, rasanya melayang saat kartu itu kugesekan di mesin EDC Toko Roxi. Itu metode pembayaran non tunai yang mendebarkan. Serasa jadi orang kaya.

Rasa orang kaya dengan cepat memudar. Ada sebuah metode pembayaran non tunai lain yang lebih mendebarkan. Banyak orang melihatnya sebagai fitur orang kaya, tapi saya melihatnya sebagai bonus orang yang dipercaya. Kartu Kredit. Untukku, kalau seseorang memiliki kartu Kredit berarti bank mempercayainya menggunakan uang milik bank untuk kemudian dikembalikan dalam periode tertentu.

Senang sekali bisa dipercaya. Belum lagi Kartu Kredit bisa menjadi metode pembayaran online dengan verifikasi instant. Kemudahan dan kecepatan seperti itu menyihirku. Namun ketika membaca brosur syarat kepemilikan kartu kredit, ciut hatiku. Jadi kuredam saja keinginanku, lalu mengubahnya menjadi mimpi.

Internet menyajikanku pengetahuan baru tentang sebuah metode pembayaran ajaib. Pertama kali kuperkenalkan PayPal pada mantan bosku, dia tercengang. PayPal bukan cuma membayar tapi juga bisa menerima pembayaran. Seribu sayang, PayPal mengharuskan verifikasi dengan Kartu Kredit untuk bisa berguna maksimal. Aku kalah, dan seketika aku cemburu pada orang Jakarta yang berseliweran di TV dan majalah memegang Kartu Kredit beraneka merek dan warna.

Terima kasih internet, sekali lagi aku diberitahu bahwa BNI punya fitur VCN yang bisa dipakai untuk verifikasi PayPal. Bermodalkan sms banking yang canggih, kudapat detail kartu kredit virtual. Butuh waktu beberapa hari kodenya dikirim Paypal. Kode itu bisa dilihat lewat internet banking atau print out rekening koran. Tapi bagaimana mau urus internet banking, mau minta print rekening koran saja sudah kurasa tatapan kurang yakin ibu cantik di belakang meja CS. Kurasa dia melirik saldoku yang menyedihkan.

"Rekening koran mau buat apa kaka"?

"Saya perlu cek kode untuk verifikasi PayPal saya" jawabku ragu-ragu

"PayPal itu apa?

Saya terdiam sebentar, tapi dalam hati saya bilang, "Aduh ibu cantik, kasihan ngeri dengan kau punya Blackberry itu"

Kujelaskan sebentar, tapi dia tampaknya hanya dengar sebentar saja  karena print Epson mulai berderit-derit. Kode kudapat, empat angka ajaib yang segera membuat PayPal semakin sakti.

PayPal segera menjadi andalan dalam sepak terjang pembayaran online. Tapi masih ada yang mengganjal. Dompetku masih sering tidak befungsi dengan benar. Uangku masih sering terselip di mana tanganku melabuhkannya. Belum lagi koin yang nongol di mana-mana, seramai celana dalamku yang bisa ada di mana saja mulai dari kamar mandi sampai kamar tidur.

Sungguh, pembayaran non tunai adalah harapanku yang paling masuk akal. 

"Jangan ada uang tunai di diriku ini ya Tuhan" Itu adalah doa tak terucap yang diterjemahkan dari perjuangan melelahkan mengumpulkan kembalian-kembalian kecil.

Jadi ketika Indonesia geger dengan pembayaran non tunai yang menggunakan teknologi NFC, kusambut dengan senyum paling manis. Akhirnya penderitaanku akan segera berakhir. Tapi rupanya penetrasinya segitu saja, sependek jarak chip NFC bisa dibaca readernya. Sosialisasi ke merchant-merchant juga minimal.

Mengesalkan sekali ketika engkau dengan percaya diri ke toko yang jelas-jelas memasang stiker emoney-emoney itu, kasirnya bilang, itu kartu Debit atau Kredit? Atau, nanti dicharge 3 %.

Atau "Mas, itu hanya bisa di tol, tidak bisa untuk belanja"

Kalau sudah begini, kuelus dada saja sambil berlalu ke ATM menarik pecahan yang cuma boleh Rp 50.000 atau Rp 100.000.

Sambil kuelus lembaran itu kubilang "Nanti bantu jaga adik-adikmu ya"

Sebenarnya bisa saja dibayar pake kartu Debit, tapi pasti ini yang didengar

"Maaf mas, minimalnya harus 50 ribu" 

Ta'i, siapa yang mau beli Aqua satu botol harus disertai pendamping-pendampingnya.

Pernah sekali kuajar kasir  cara terima pembayaran dengan kartu Tapcas karena kesal dengan gaya mengguruinya. Setelah ditempel, readernya macet. Dia tambah songong, mukaku seperti kepiting rebus. Padahal baru beberapa hari yang lalu kuberhasil memerah udangkan muka kasir di Kuta. Karmanya cepat sekali ya

Setahun terakhir ini aku semakin gencar gunakan LinkAja ( sebelumnya Tcash), OVO dan GoPay yang gunakan teknologi QR Code. Enak sekali kalau beli kudapan seharga Rp.3333 kasirnya tidak bulatkan ke Rp.3500. Tak ada lagi kembalian yang diganti permen. Belum lagi Link Aja bisa bayar-bayar pakai teknologi NFC yang tersemat di smartphone. Mantul khan?

17 Agustus yang lalu Bank Indonesia meresmikan QRIS sebagai standar pembayaran QR Code pada semua aplikasi uang elektronik server based, dompet elektronik, atau mobile banking. Dengan demikian pembaca QR Code dari aplikasi pembayaran uang elektronik apapun yang anda miliki pasti bisa membaca QRIS  yang dimiliki merchant. Tidak lagi seperti sebelumnya, LinkAja cuma bisa baca QR Code LinkAja, atau GoPay dengan QR Code GoPay, demikian pula aplikasi-aplikasi pembayaran QR Code lainnya

Kehadiran QRIS menyenangkan hatiku.

Pertama, aplikasi pembayaran uang elektronik yang terinstal di Smartphoneku berkurang, hemat memori.

Kedua, merchant manapun yang memasang QRIS, pasti cocok dengan aplikasi pilihanku.

Ketiga, sejarah transaksiku tercatat rapi

Keempat, 90% penderitaanku mengurus uang tunai  akan berakhir.

Biaya QRIS belum jadi masalah buatku karena belum ada demonstrasi.

Sisa 10% adalah dahagaku yang belum terpenuhi, bukan kekurangan QRIS.

Hal yang masih mengganjalku adalah penerapan pembayaran dengan NFC yang tak segencar QRIS. Aku masih mengharapkan agar teknologi pembayaran ini diterapkan sampai ke pasar rakyat seperti rencana penerapan QRIS. Kecepatannya bahkan jauh di atas pembayaran dengan QR Code. Bayangkan persetujuan transaksi terjadi seketika saat kartu/smartphone didekatkan ke pembacanya, tanpa perlu scan dan pin. Just tap and go.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun