Hari ini PPN resmi  lompat ke 11%, lalu Pertamax juga naik di kisaran duabelas ribuan. Pikiranku tiba-tiba liar banget. Apa mungkin bulan-bulan yang lalu pihat-pihak yang berkaitan dengan kutip-kutipan duit dan minyak-minyakan ini bertelepon merencanakan dua kenaikan ini dilakukan di hari yang sama? April Fool? Semoga saja ini prank pemerintah, tapi sayangnya tidak.
Kenapa naiknya sekarang sih?
Aku tak banyak mengerti kebijakan ekonomi sebuah negara, dan karena tidak banyak mengerti maka lebih baik aku posisikan diri pada posisi tidak mengerti. Hal yang berhubungan dengan kebijakan publik, apalagi bersinggungan dengan kepentingan hidup jutaan jiwa sebuah negara tidak bisa dimengerti setengah-setengah. Nanti panjang urusannya.
Tapi saya janji, setelah menulis ini saya akan giat belajar tentang masalah kenaikan-kenaikan seperti ini. Sudah cukup lama saya tidak peduli pada urusan negara karena kurasa tidak berpengaruh padaku. Aku adalah kaum yang merasa urusan negara bukan urusanku. Biar tak pusing, tak ribet. Selalu saja itu kilahku. Sampai kemudian kebijakan ini mengganggu tidurku. Aku disentilnya, dipaksa tunduk dan menyerah.
Semuanya karena Covid. Pandemi merenggut rasa amanku. Kehilangan pendapatan, berada jauh dari tanah kelahiran, menjadi minoritas plus kecerdasan sosial dan fisikal yang kurang mumpuni, serentak merubah cara hidup yang tidak pedulian pada harga barang, menjadi sangat hati-hati pada setiap sen yang keluarkan. Bahkan aku sampai bangga sekali bisa membuat spreadsheet pribadi yang berisi pedoman pengeluaran keuangan yang aku sebut Survival Mode Spreadsheet.Â
Benar kan? Semuanya tentang uang. Sekarang saya tidak merasa bersalah lagi dibully karena komentarku pada sebuah video yang berisi pidato seorang wisudawan asal Indonesia di sebuah universitas luar negeri beberapa tahun yang lalu. Dia mengatakan bahwa dia sangat bahagia lahir di indonesia yang memiliki keindahan alam luar biasa yang masyarakatnya selalu bahagia dan tersenyum walapun kesusahan menghimpit. Pikirku waktu itu anak ini hidupnya mungkin sangat  berkecukupan, lalu pergi berlibur langsung ke sebuah desa yang dihuni penduduk yang tidak terlalu terbebani biaya pendidikan, perumahan apa adanya dan makan dari hasil kebun sendiri. Kalau tak bisa lanjut sekolah karena biaya kurang, ya sudah.
Lalu akupun menulis di komentar yang intinya apakah orang masih bahagia kalau gas, beras, dan daya listrik habis bersamaan pas uang lagi tidak ada? Ini adalah kategori penduduk indonesia yang jumlahnya sangat banyak yang mungkin dilewati saja olehnya waktu pergi berlibur ke desa.
Malang tak dapat ditolak, sekarang akupun sedang bergulat di kategori masyarakat ini dan jumlah kami jutaan di negeri ini. Saat masih di tempat kelahiran aku mungkin masih bisa berpura-pura bahagia ditopengi ladang sendiri, kebun sendiri, kerabat ayah, kerabat ibu, dan lain-lain. Tapi di tanah rantau yang semuanya serba bayar, aku tak bisa pura-pura bahagia. Â
Kalau PPN jadi 11%, pulsa data jadi naik kan? Motor bututku -menurut teknisi yang biasa mengursusnya kala rewel- perlu asupan Pertamax biar tidak ngambek mesinnya. Katanya seperti orang tua, motor tua harus diperhatikan ekstra makanannya biar tidak darah tinggi.
Saat kembali ke spreadsheet lalu input angka tertentu di kategori tertentu, darahku langsung tinggi. Pusing kan aku jadinya.
Ah, jadi pingin jadi Presiden deh!