Mohon tunggu...
Geritza Rabbani
Geritza Rabbani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa aktif yang berkontribusi di berbagai organisasi kampus. Saya berminat dalam bidang fotografi dan videografi. Saya telah menekuni sejak duduk dibangku SMP. Selain itu, saya memiliki hobi memasak dan menulis yang masih saya tekuni secara mandiri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Sejarah dan Identitas Masyarakat Setempat "Masjid Tiban"

19 November 2024   07:05 Diperbarui: 19 November 2024   07:13 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masjid Tiban, yang terletak di Desa Sananrejo, Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, merupakan struktur arsitektural yang tidak hanya menampilkan keindahan spiritual tapi juga mengandung elemen-elemen budaya yang kuat. Melalui analisis sejarah dan observasi langsung, kami dapat menyimpulkan bahwa Masjid Tiban bukan saja sebagai tempat ibadah namun juga sebagai simbol identitas masyarakat setempat yang moderat dan beragama.

Masjid Tiban lahir dari perkembangan Pondok Pesantren Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah, yang didirikan pada tahun 1963 oleh Romo Kiai Ahmad. Seiring dengan perkembangan jumlah santri dan kebutuhan akan fasilitas yang lebih baik, pondok pesantren ini kemudian dipindahkan ke lokasi yang lebih strategis dan luas antara tahun 1987 hingga 1992. Proses pemindahan ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kapasitas, tetapi juga untuk memperkuat peran pesantren sebagai pusat pendidikan dan spiritual bagi masyarakat sekitar. Dengan adanya Masjid Tiban sebagai bagian dari kompleks pondok, tempat ini kini menjadi simbol identitas dan kebanggaan komunitas, mencerminkan nilai-nilai keagamaan yang moderat dan komitmen terhadap pendidikan Islam yang berkelanjutan.

Proses pembangunan Masjid Tiban dimulai beberapa tahun setelah pendirian Pondok Pesantren Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah, dengan keterlibatan aktif para santri yang bekerja keras dalam setiap tahap pembangunan. Mereka terlibat dalam pembuatan batu bata, pengadukan semen, hingga menghias interior masjid, yang menciptakan kesan bahwa masjid ini muncul secara tiba-tiba di tengah masyarakat. Hal ini menyebabkan munculnya kepercayaan di kalangan warga sekitar bahwa pembangunan masjid ini dilakukan oleh jin, sebuah mitos yang berkembang karena masyarakat tidak menyaksikan langsung proses pembangunannya. Meskipun demikian, fakta menunjukkan bahwa Masjid Tiban dibangun secara manual tanpa alat berat, dan semua desain serta arsitekturnya merupakan hasil dari bimbingan Romo Kiai Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh dan para santri yang tidak memiliki latar belakang pendidikan formal di bidang konstruksi. 

Masyarakat setempat di sekitar Masjid Tiban memiliki identitas yang unik dan moderat. Mereka hidup dalam lingkungan yang harmonis antara agama dan budaya. Bangunan masjid yang indah dan unik, dengan arsitektur yang menggabungkan gaya Timur Tengah, Cina, Turki, India, dan Mesir, menjadi ikon identitas komunitas ini. Bangunan ini menampilkan desain yang unik dengan dominasi warna biru dan putih, serta ornamen-ornamen yang memikat perhatian. Struktur masjid terdiri dari sepuluh lantai, masing-masing dengan fungsi yang berbeda mulai dari tempat ibadah hingga ruang keluarga dan pertokoan yang dikelola oleh para santri. Keindahan interiornya dihiasi dengan keramik warna-warni dan ukiran semen yang menyerupai gua, menciptakan suasana yang menawan bagi pengunjung. Kaligrafi indah menghiasi dinding-dinding masjid, menambah nilai spiritual dan estetika bangunan ini. Meskipun terkesan campur aduk, perpaduan gaya arsitektur tersebut menciptakan karakter tersendiri bagi Masjid Tiban, menjadikannya tidak hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai simbol kebanggaan komunitas setempat.

Keberadaan Masjid Tiban di Malang telah memberikan dampak signifikan terhadap pengembangan wisata religi di daerah tersebut. Masjid ini, yang dikenal dengan arsitektur unik dan mitos bahwa ia dibangun oleh jin, telah menarik perhatian banyak pengunjung, baik lokal maupun internasional, menjadikannya sebagai salah satu destinasi wisata religi yang populer di Jawa Timur. Masyarakat setempat mulai mengenal Masjid Tiban sebagai tempat yang tidak hanya untuk beribadah, tetapi juga sebagai lokasi untuk menikmati keindahan budaya dan arsitektur yang mengesankan. Hal ini mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui pariwisata budaya, di mana banyak warga berjualan makanan, suvenir, dan layanan lainnya untuk memenuhi kebutuhan para pengunjung.

Masjid Tiban bukan saja sebagai tempat ibadah namun juga sebagai pusat kebudayaan yang moderat. Arsitektur bangunan yang elegan dan ornamen-ornamen yang menawan tidak hanya menambah keindahan spiritual tetapi juga merefleksikan moderasi agama dalam identitas masyarakat setempat. Arsitektur yang menggabungkan unsur-unsur dari berbagai tradisi, Masjid Tiban menampilkan betapa harmonisnya Islam dengan budaya lokal. Unsur-unsur nilai Islam melebur dengan baik dalam kebudayaan Jawa, menciptakan suatu bentuk arsitektural yang unik dan representatif bagi masyarakat Jawa Timur.

Setelah melakukan observasi langsung di Masjid Tiban, kami menyadari bahwa bangunan ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat kehidupan komunitas yang aktif. Di sekitar masjid, kami menyaksikan berbagai aktivitas yang berlangsung, mulai dari pelajaran agama yang diadakan untuk santri dan masyarakat, hingga kegiatan sosial yang memperkuat solidaritas antar anggota komunitas. Keterlibatan masyarakat dalam berbagai program di masjid mencerminkan semangat moderasi beragama, di mana nilai-nilai Islam dipraktikkan dengan cara yang inklusif dan ramah.

Melalui interaksi dan kegiatan yang berlangsung di Masjid Tiban, kami dapat melihat bagaimana moderasi beragama terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pelajaran agama tidak hanya fokus pada aspek ritual, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan toleransi antarumat beragama. Kegiatan sosial seperti bazar dan penggalangan dana untuk kebutuhan masyarakat menunjukkan bahwa masjid berperan aktif dalam meningkatkan kesejahteraan dan kebersamaan.

Pengalaman ini membuka pemikiran kami tentang pentingnya moderasi dalam beragama, di mana praktik keagamaan tidak hanya terfokus pada ibadah individual tetapi juga mencakup kontribusi positif terhadap masyarakat. Masjid Tiban menjadi contoh nyata bagaimana tempat ibadah dapat berfungsi sebagai ruang untuk membangun hubungan sosial yang harmonis dan memperkuat identitas komunitas yang moderat.

Dengan demikian, Masjid Tiban menjadi contoh ideal bagaimana moderasi bergama dapat diterjemahkan dalam bentuk fisik yang indah dan bermakna tinggi. Bangunan ini tidak hanya sebagai tempat ibadah melainkan juga pusat kebudayaan yang kuat dan dinamis, merefleksikan betapa pentingnya integrasi nilai-nilai religius dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.

Dokumentasi: (Sumber gambar: kamera pribadi kunjungan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun