Sudah menjadi kenyataan bahwa Indonesia adalah negara multikultur, maksudnya, terdiri dari berbagai budaya, etnis, agama, bahasa, dan identitas lainnya. Dalam kemajemukan ini, sistem perbankan Syariah hadir sebagai salah satu pilihan investasi uang.
Perbankan syariah adalah perbankan yang dikembangkan berdasarkan hukum Islam. Perbankan syariah telah dimulai sejak tahun 1991 dengan didirikannya Bank Mualamat atas prakarsa Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan pemerintah, serta didukung oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), dan pengusaha muslim (Wikipedia). Banyak hal yang telah dilalui, termasuk berbagai krisis ekonomi yang melanda Indonesia bahkan dunia, namun perbankan syariah masih eksis sampai saat ini.
Mampukah bergerak dan bertahan dalam “habitat-nya”? Mampukah untuk bersaing dengan Internasional?
Tulisan ini tidak menguraikan apa tentang sistem perbankan syariah, memberi tawaran untuk desain perbankan syariah. Secara konseptual, memang sistem yang dipakai sudah baik. Namun demikian harus terus dilakukan perbaikan agar mampu memenuhi tuntutan zaman yang terus berkembang, terutama tuntutan kehidupan bisnis nyata.
Untuk dapat bersaing, maka perbankan syariah harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya, seperti Indonesia yang sangat multikultur ini, maka perbankan syariah sebaiknya bisa mentransformasikan diri sesuai dengan Indonesia.
Proses transformasi ini seharusnya dilakukan oleh internal perbankan syariah. Mengapa, karena untuk Indonesia yang multikultur maka sangat sensitif jika menggunakan kata “syariah”, yang sangat identik dengan Agama Islam.
Jika tetap menggunakan istilah perbankan syariah, maka, perbankan syariah hanya bisa membidik orang-orang yang sangat loyal atau fanatik dengan syariah. Jika menggunakan kata syariah saja, maka secara komunikasi sudah tertutup untuk kalangan tertentu. Dan menjadi catatan pula bahwa tidak semua umat muslim fanatik untuk perbankan syariah.
Secara singkat, usul yang ditawarkan adalah tidak menggunakan kata syariah, namun mencari istilah baru yang dapat mengakomodasi keberagaman di Indonesia, dengan tetapmemegang nilai-nilai dalam perbankan syariah.
Dengan demikian, maka perbankan syariah melakukan transformasi diri. Tetap dalam bentuk perbankan syariah yang sejati, namun dikemas dalam bentuk yang lebih dapat diterima oleh umum.
Untuk daerah yang relatif homogen seperti di daerah Arab, tetap menggunakan istilah perbankan syariah mungkin tidak terlalu bermasalah dalam bisnis, karena bisa dikatakan, hampir seratus persen yang beragama Islam.
Permasalahan selanjutnya adalah apakah internal perbankan syariah berani melakukan transfomasi ini. Dengan membuka diri berarti tidak hanya dari pelanggan muslim, namun juga menggaet pelanggan umum.
Agar proses transformasi ini dapat berjalan dengan baik, yang perlu dilakukan, pertama, konsolidasi internal, agar secara internal ide ini mendapatkan dukungan.
Kedua, perlu dukungan dari pemerintah dalam menjalankan perbankan. Artinya ada jaminan hukum dalam bentuk undang-undang dan peraturan turunannya.
Ketiga, pengembangan produk-produk dalam rangka bersaing dengan perbankan konvesional.
Belajar dari Bank Konvesional
Bank-bank konvesional menyadari benar tentangsistem perbankan syariah. Secara rasional, mereka bisa melihat peluang dari loyalis syariah. Akhirnya mereka membuka produk syariah. Bank Mandiri dan Bank Nasional Indonesia (BNI), kedua bank ini mempuyai produk syasiah selain tetap mempertahankan produk konvesional mereka. Mereka berhasil mendapatkan perhatian dari loyalis tersebut.
Proses transformasi ini sangat perlu dilakukan, karena sebagian besar negara di Eropa dan Amerika bukan pemeluk agama Islam, bahkan mereka pun walau beragama Kristen namun tidak Fanatik. Maksudnya, mendirikan berbankan syariah yang disesuaikan dengan budaya setempat.
Sebagai penutup saya kira inilah saat yang tepat untuk mulai bertransformasi.
Sekarang saatnya bertransformasi atau ketinggalan
Salam,
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI